[caption id="attachment_337067" align="aligncenter" width="512" caption="Latte art"][/caption]
Saat secangkir kopi terhidang, ia sudah melewati proses yang panjang. Setiap fasenya bersentuhan dengan cita rasa dan seni. Salah satunya adalah Latte art, seni melukis buih yang kerap kali ditemukan pada minuman kopi, yang bisa dinikmati sebagai atraksi.
Menyaksikan seorang barista menyajikan secangkir kopi, bagi saya sama nikmatnya dengan menikmati kopi itu sendiri. Gerak yang lincah, rasa yang terasah, dan pesona saat seseorang tenggelam dalam dunianya, dunia kopi, itu menjadikan kopi semakin indah bagi saya. Apalagi saat seorang barista menyajikan latte art. Ia membuatnya seperti menari.
Di JJ Royal Bistro, Senayan City, Jakarta, saya mampir khusus untuk menikmati latte art. Saya menyebutnya sebagai seni melukis di buih kopi. Kita akan mendapatkan beragam bentuk di permukaan kopi, yang bila terhidang, saya akan sayang untuk merusaknya. Apalagi, di buih itu ada wajah saya. Hemmm…
Wajah di Latte Art
“I can draw your face here,” kata Ian, Head Barista JJ Royal Bistro. Walau saya tidak meragukan kemahirannya, saya hanya penasaran, bagaimana rupa saya nempel di buih kopi. Saya sendiri suka menggambar sketsa. Tapi bukan profesional. Saya bisa menggambar mirip, bila saya sudah dekat dengan orang itu. Tapi Ian, melayani semua pengunjung yang datang. Yang baru pertama kali bertemu. Yang ingin wajahnya dilukis di buih kopi.
[caption id="attachment_337069" align="aligncenter" width="300" caption="Melukis wajah"]
Pertama, ia memotret saya dengan smartphone-nya. “Smile,” begitu sarannya. Usai wajah saya ada di HP-nya, kemudian ia mulai bekerja. Beruntung saya, boleh menyaksikan atraksinya. Proses membuat latte art itu dari awal.
Pertama, ia membuat espresso terlebih dahulu. Espresso ini dibikin dengan mesin espresso. Kata Ian, espresso merupakan dasar kemahiran barista. Bila dia belum berhasil membuat espresso, maka ia belum berhasil menjadi barista. Begitu katanya. Untuk lebih detail, nanti saya akan cerita khusus tentang espresso ini.
[caption id="attachment_337070" align="aligncenter" width="300" caption="Menuang susu"]
Setelah espresso jadi, barulah seni melukis di buih kopi ini dimulai. Barista menuang susu yang sudah dipanaskan hingga suhu 80 derajad celsius ke dalam cangkir espresso tadi hingga penuh. Espresso berubah warna menjadi lebih muda. Kemudian barista ini menuangkan buih susu di bagian tengah cangkir, berwana putih. Dari sinilah ia mulai membuat detail sketsa dengan melihat foto di smartphone.
Barista menggunakan stik logam yang runcing untuk melukis. Mencelupkan ke espresso di pinggiran cangkrir, lantas digoreskan di buih tersebut. Pertama membuat lingkaran wajah. Kemudian rambut, lantas mengisi detail muka, termasuk kacamata yang saya kenakan. Tidak sampai lima menit, jadilah wajah saya di secangkir latte art itu. Walau tidak detail, tapi saya bisa mengenali bahwa sketsa itu saya. Hemmm , jadi sayang untuk meminumnya.
Latte art ini biasanya dipersembahkan untuk kejutan. Bagi pasangan yang sedang ngopi bareng di sini. Selain sketsa wajah, bisa juga gambar couple. Romantis.
[caption id="attachment_337079" align="aligncenter" width="300" caption="Latte art couple"]
Latte Art Tiga Dimensi
Selain wajah, di sini latte art juga bisa dibentuk binatang kesayangan. “Do you like cat? or dog?,” tanya Ian. Saya suka semua binatang. Maka saya bisa melihat, binatang itu dilukis di secangkir kopi, tiga dimensi.
Prosesnya sama, diawali dengan espresso terlebih dahulu. Kemudian susu yang sudah dihangatkan dituang di cangkir espresso. Lantas dengan sendok, buih dituangkan di atas cangkir tersebut. Tentu saja, keahlian dan pengalaman diperlukan untuk menjadikan pekerjaan yang hanya menuang buih, tampak sepele, tapi bisa membentuk siluet binatang. Dengan stik logam, barista itu membuat detail mata, hidung, dan kuku dari si binatang. Jadilah bentuk anjing, kera, dan macam-macam binatang yang kita inginkan. Asyik sekali melihat ini.
[caption id="attachment_337071" align="aligncenter" width="300" caption="Melukis buih"]
Latte art, menurut Wikipedia, pertama kali dipopulerkan oleh David Schomer, di Seattle pada tahun 1980-an dan 1990-an. Schomer bermain-main dengan microfoam dan ini untuk membentuk pola di espresso. Caranya dengan menuangkan foam dan krim ke dalam espresso. Teknik menuangkan dan gerak zig-zag inilah yang kemudian membentuk pola. Bentuk yang terkenal yang dibikin oleh Schomer adalah bentuk hati. Tahun 1989, menu latte art berbentuk hati ini menjadi andalan Espresso Vivace, kafe milik Schomer di Italia. Tahun 1992, berkembang dengan motif rosette.
[caption id="attachment_337074" align="aligncenter" width="300" caption="Latte art tiga dimensi"]
Motif-motif itulah yang hingga kini masih bisa kita nikmati. Motif yang dibuat dengan seni menuangkan susu ke dalam espresso. Gerak, tarikan, dan perpaduan senyawa epresso dan susu inilah yang membentuk pola seperti daun, bunga, gajah, dan lain-lain. Bila ingin menambahkan detail, maka dilukis dengan stik.
Pertanyaan saya kemudian, berapa lama barista belajar untuk membuat latte art menjadi ahli dan menguasai berbagai pola? “I have never counted. I don’t know how long I learn it. I just enjoy it,’ kata Ian.
Saya melihat detail buih di permukaan. Bentuk yang kemudian lama-lama memudar dan menjadi dingin. Akhirnya saya meminumnya. Meminum pola yang tadi dibikin dengan lihai. Saya suka.
Foto-foto: Titik Kartitiani
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H