Sabtu malam (23/05/2020), keluarga besar kami berdiskusi di grup whatsapp terkait pelaksanaan Sholat Idul Fitri yang rencananya akan digelar di rumah masing-masing. Tentu keputusan ini terkait dengan imbauan pemerintah yang tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pedoman Ibadah Ramadan dan Idul Fitri 1 Syawal 1441 H yang digelar Ahad pagi (24/05/2020).
Suatu imbauan yang tak biasa, berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Dalam rangka memutus mata rantai penyebaran Covid-19, imbauan inipun serta merta harus dipatuhi. "Berarti besok bakal ada jutaan imam dan khotib Sholat Idul Fitri ya Yah?," tanya putriku penasaran.
Sungguh, ini merupakan perayaan Idul Fitri yang berkesan bagi kami. Betapa tidak, salat dua rekaat dengan ketentuan rekaat pertama tujuh kali takbir dan rekaat kedua lima kali takbir ini bakalan menominasikan sang ayah sebagai imam termasuk sepaket dengan khutbah Idul Fitri.
Tentu bukan hal mudah baginya karena ini kali pertama ia menjadi khotib. Mungkin juga dalam perjalanan sejarah perayaan lebaran, malam takbiran yang tak ada takbir keliling malah jadi ajang berlatihnya para khotib baru termasuk suamiku.
Melihat kondisi seperti ini tentu ada hikmah besar di balik Covid-19. Dimana masing-masing rumah yang sebelumnya jarang mendirikan salat berjamaah, kini semenjak adanya wabah corona menjadi rujin dilaksanakan salat berjamaah. Terlebih saat Ramadan, tidak hanya dilaksanakan salat fardlu namun juga salat tarawih dan iktikaf. Artinya, baiti jannati terwujud atas ridlo Allah.
Hari ini, adalah perayaan Idul Fitri yang paling berkesan dalam hidupku. Meskipun kami melaksanakan Sholat Idul Fitri hanya bertiga saja namun ada sebersit rasa bahagia bisa menyelesaikan puasa Ramadan satu bulan penuh dengan formasi lengkap.
Walau tak menutup kemungkinan ada seraut kesedihan menghampiri karena pandemi tak kunjung surut. Hal yang patut dijalani saat ini hanyalah dengan PSBB yakni Perbanyak  Sholat, Bersabar dan Berdoa.
Dokumen pribadi
Pagi tadi, kami sempurnakan puasa Ramadan dengan menjalankan Shoalat Idul Fitri di teras belakang rumah. Yah, sesuai permintaan putriku. Katanya ingin suasana lain. Jadilah kami menggelar tikar dan sajadah di tepi kolam ikan. Pemandangan yang tak biasa, yang belum pernah terjadi sebelumnya. Tapi kami selalu mensyukuri setiap anugerah yang Allah berikan dalam hidup sekecil apapun itu.
Cerahnya cuaca pagi itu seakan semesta menyambut gembira hadirnya bulan Syawal, dan siap mengamini saat kami melangitkan doa-doa terbaik untuk bangsa dan negeriku tercinta, Indonesia. Sungkeman, saling memaafkan segala kesalahan dan kekhilafan, menjadi penutup dari rangkaian Sholat Idul Fitri.