Ramadan tahun ini berbeda dari tahun sebelumnya. Keberadaan virus corona memaksa kami untuk tetap berada di dalam rumah. Pun saat beribadah. Tak ada kerumunan orang di masjid karena takmir masjid sudah mengumumkan untuk meniadakan aktivitas di masjid selama pandemi juga sesuai imbauan pemerintah untuk tetap tinggal di rumah (stay at home). Semua ikhtiar ini dalam rangka memutus mata rantai penyebaran Covid 19.
Tak dinyana kondisi tersebut ternyata berdampak pada hilangnya beberapa tradisi yang sebelumnya selalu dilakukan saat jelang Ramadan. Mulai dari padusan, nyadran, apeman, hingga kenduri. Kini ada rasa khawatir yang menyelimuti, hingga masyarakat di kampungku benar-benar menjauhi hal-hal yang dianggap sebagai pemicu tersebarnya virus yang kian viral itu yakni berkerumun.
Ada hal lain yang menghilang dengan hadirnya pandemi ini. Biasanya dentuman suara petasan dengan segala jenisnya sahut -sahutan hampir tiap malam terlebih selama Ramadan berlangsung. Dan keesokan paginya sering kudapati jalanan yang dipenuh dengan bekas petasan berserak dimana-mana. Prihatin kalau sudah begitu. Seharusnya bulan Ramadan dimaksimalkan untuk beribadah namun justru membuat kegaduhan dan mengotori jalanan.
Namun kini seiring wabah corona yang semakin merebak, petasanpun ikut pudar. Bisa jadi para pelaku juga lebih memilih berada di dalam rumah. Bisa jadi pula mereka lebih memikirkan nominal rupiah untuk isi perut dari pada beli petasan yang tak ada manfaatnya. Inilah hikmah yang paling dirasakan masyarakat terutama yang tinggal di pinggir jalan. Saat ini merekapun bisa menikmati Ramadan di rumah saja dengan penuh kedamaian.
Artikel ini dipersembahkan dalam rangka event kompasiana Satu Ramadan Bercerita Samber 2020 hari ke 22 dan Samber Tebar Hikmah Ramadan THR bertema tradisi jelang Ramadan.
Yogyakarta, 18 Mei 2020
Semoga bermanfaat
Titik Nur Farikhah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H