Adalah suatu kebahagiaan manakala yang kita lakukan mampu membuat orang lain bergembira. Apalagi jika kita tidak menduga sebelumnya, bahwa ternyata bahagia itu menghampiri karena berkah dari keikhlasan kita.Â
Bisa karena ketulusan hati kita saat melakukannya, bisa juga karena mereka yang menerima memahami betul bagaimana membuat hati orang lain yang memberi merasa lega.Â
Tapi benar adanya, jika saat kita memberi dan tak pernah mengharapkan balasan justru di situlah bahagia hadir berlipat-lipat membasahi kalbu. Subhanallah...
Sedekah itu Berupa Tulisan
Ini bukan hanya tentang sedekah harta, tapi sedekah dalam wujud lain. Sedekah itu bisa dalam beragam bentuk, tergantung dari apa yang kita miliki. Misalkan, bersedekah dengan hal paling ringan yakni senyuman.Â
Tapi sayang, sedekah senyuman saat ini tak berlaku karena mau senyum semanis apapun toh tak ada orang yang tahu karena tertutup masker. Hehe... Jadi mending sedekah yang lain ya sobat.
Sedekah ala saya kali ini berupa goresan pena. Berawal dari ide kecil mengajak ibu-ibu yang memiliki potensi dan segudang prestasi untuk ikut berkisah tentang perannya di sebuah institusi berslogan Ikhlas Beramal.Â
Tentu bukan hal mudah bagi saya, yang notabene masih pemula untuk merangkul mereka yang memiliki beragam aktivitas untuk kemudian tertarik bergabung. Apalagi sebagian mereka adalah para senior yang saya hormati dan segani.
Namun berbekal keyakinan dan secuil ilmu tentang seluk beluk editor, tantangan inipun akhirnya harus saya lakoni. Wajarlah jika ada sedikit keraguan akan kemampuan diri.Â
Tapi lagi-lagi setiap kali muncul keraguan justru di situlah ikhtiar saya semakin kuat. Keyakinan akan pertolongan Allah selalu menjadi alibi penguat jiwa.Â
Bukan tanpa alasan jika Allah selalu saya hadirkan dalam setiap tarikan nafas. Karena memang hanya Dia yang tidak pernah meninggalkan dalam keadaan apapun. Di saat yang lain pergi menjauh, justru di situlah hubungan vertikal dengan Allah selalu terjaga.
Mengikhlaskan diri menjadi editor buku dengan banyak penulis baru tentu bukan hal mudah. Apalagi saat harus menyamakan persepsi dengan tema yang diusung.Â
Bukan tidak mungkin harus wira wiri ngembaliin naskah untuk direvisi agar semua terlihat senada. Yah benar, semua butuh kesabaran, ketelatenan, dan keuletan untuk bisa memahami apa yang disampaikan penulis.
Terkadang sikap idealismepun harus tampil sebagai tameng agar bisa sejalur dalam alur cerita. Di sini butuh tokoh berkarakter kuat dan mampu menjadi panutan, bukannya tokoh yang baik, lugu dan selalu nrimo (menerima keadaan tanpa perjuangan). Terpaksa harus berani bilang, perlu direvisi. Meskipun akhirnya tak didengar dan malah mundur beberapa langkah. Wah..wah..bak dosen pembimbing tesis kali ya, harus cermat. Begitulah, lika liku unik sebagai editor pemula.
Jariyah Penulis
Menulis itu sama dengan sedekah. Betul...sedekah dengan kata-kata. Jangan bilang menulis itu tak butuh berpikir, tak butuh energi, tak butuh waktu. Justru saat menulis itulah energi kita sangat tersita. Menuangkan ide, gagasan, mengukir aksara, bermain kata, memilih diksi yang memikat agar pembaca betah memicingkan mata hingga akhir cerita.
Menulis juga bisa menjadi jariyah. Saat sang penulis telah tiada. Goresan penanya akan tetap abadi melebihi usia hidupnya. Hasil karyanya mampu menjangkau bermil-mil jarak karena tulisannya tak terbatas ruang dan waktu. Bisa dinikmati semua kalangan dimanapun berada.
Buku yang Bermanfaat
Bersyukur banget perjalanan empat bulan membersamai para penulis dengan segala suka duka akhirnya usai sudah. Bukan berarti paska dilaunching buku, silaturahmi terhenti. Berusaha tetap merapatkan barisan meski dengan isi kepala yang berbeda-beda. Satu mimpipun terwujud, buku ini naik cetak lagi. Tertulis jelas di halaman sejarah, cetakan II Mei 2020. Kabar itu terkirim via pesan singkat di telepon selulerku. Siang tadi sang penerbit menyodorkan sepaket naskah untuk dikoreksi ulang. Yups, akhirnya resmi naik cetak lagi. Alhamdulillah.
Buku yang sarat akan kisah inspiratif, keteladanan, dan pesan moral dari para Kartini masa kini ternyata mampu merebut hati pembaca. Sungguh tak menyangka, sambutan luar biasa dari banyak pihak justru membuat kami semakin tawadlu. Semua karena pertolongan Allah semata.
Seperti mimpi, sejak awal semua proses begitu lancar seperti air mengucur dari atas pegunungan tanpa aral apapun. Bahagia itu ternyata bukan milikku saja, tapi milik bersama, milik semua penulis yang telah menyumbangkan naskah-naskah terbaiknya untuk dikompilasi menjadi sebuah kisah antologi inspiratif.Â
Bahagia itu juga milik pembaca, karenanya jalan kami menjadi terang. Karena pembaca pula, sedikit jerih payah kami mampu dirasakan oleh saudara-saudara kita yang terdampak Covid-19. Semoga uluran tangan kami sedikit meringankan beban mereka. Intinya, terjalin connecting happiness antara penulis, pembaca dan masyarakat penerima manfaat.
Betapa nikmat itu akan selalu bertambah manakala kita mampu mensyukuri kenikmatan kecil yang Allah karuniakan kepada kita. Dan berusaha untuk selalu menyisihkan harta kita untuk orang lain yang membutuhkan, karena sesungguhnya di dalam harta kita ada hak-hak orang lain yang dititipkan kepada kita. Supaya mereka pun mampu merasakan kebahagiaan yang kita rasakan.
Begitulah sedekah ala saya yang tertuang dalam artikel sederhana untuk dipersembahkan dalam event Satu Ramadan Bercerita Samber 2020 Hari 12 & Samber THR (Tebar Hikmah Ramadan).
Yogyakarta, 8 Mei 2020
Semoga bermanfaat. Salam hangat dari penulis.
Titik Nur Farikhah
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H