Aturan perlindungan data pribadi seharusnya segera dibahas secara intensif oleh pemerintah. Sebab kasus pembobolan data sudah sering mencuat ke permukaan dan ini meresahkan masyarakat. Sudah saatnya data pribadi dilindungi tidak boleh digunakan tanpa seizin yang punya.
Seperti yang terjadi di Eropa, di negara tersebut telah memiliki Peraturan Perlindungan Data Umum (GDPR) yang mengatur tentang mekanisme sanksi denda yang diberikan oleh perusahaan apabila lalai melindungi data pengguna. Sebagai contoh, British Airways perusahaan aviasi yang harus menanggung denda 204.6 juta pounsterling karena kasus kebocoran data penumpang pada tahun 2018.
Dalam hal ini, saya pribadi bukan termasuk salah satu penggunanya namun turut menyayangkan jebolnya data karena kurangnya cyber security. Biasanya hal yang ditekankan untuk user hanya sebatas pertahanan menjaga kerahasiaan password atau mengganti possword (kata sandi) secara berkala.
Lantas, apabila password sudah terproteksi apakah pengguna bisa bernapas lega saat data diretas oleh hacker? Ternyata tidak. Menurut praktisi keamanan siber dari Vaksin.com, Alfons Tanujaya, informasi penting lain milik pengguna seperti e-mail dan nomor ponsel bisa saja dimanfaatkan hacker untuk kejahatan, misalnya melancarkan spam. Dan hal yang lebih mengkhawatirkan jika kemudian merebak ke akun media sosial. Semoga saja tidak.
Yogyakarta, 5 Mei 2020
Titik Nur Farikhah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H