Mohon tunggu...
Titik Nur Farikhah
Titik Nur Farikhah Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Menulis adalah bekerja untuk keabadian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengabdian Tanpa Batas

20 April 2020   12:53 Diperbarui: 20 April 2020   13:11 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kerja belum selesai, ikhtiar belum maksimal. Wahyu sadar, saat itu ia merasa gagal menyusun strategi untuk membenahi warga Sidomulyo. Lagi-lagi sisi kemanusiaannya terusik. Ia pun kembali berhasrat untuk memperbaiki ekonomi warganya, kali ini dengan strategi yang berbeda. Usai memberikan pinjaman, ia pun rajin memantau perkembangan warganya dari usaha yang mereka lakukan. Hingga akhirnya mereka benar-benar bisa mandiri, hidup tidak tergantung kepada orang lain. Begitulah, kedekatannya dengan warga Sidomulyo semakin akrab, membuat masyarakat semakin tergugah untuk pelan-pelan melakukan perubahan.

Terlebih saat Wahyu berhasil menemukan warganya yang hilang karena kasus penculikan anak. Di sinilah, kepercayaan masyarakat akan keseriusan Wahyu menyelesaikan berbagai persoalan warga Sidomulyo mulai muncul perlahan. Mereka mulai peduli dan bersimpati dengan perjuangan Wahyu. Pendekatan ke wargapun mulai menampakkan hasil nyata. Dengan pemetaan dan pendataan kekuatan warga, Wahyu mulai berbenah menyusun strategi untuk perbaikan ke arah yang lebih serius.

Berbagai kegiatan kampung yang sudah ada secara intens mulai digiatkan kembali. Lewat program PAUD, pengajian umum, TPA, PKK, yandu balita, karang taruna, kesenian dan sebagainya menjadi titik awal untuk langkah yang lebih pasti. 

Program yang digulirkan Wahyu hingga menghantarkannya sebagai Penyuluh Teladan Nasional 2019 adalah GEMATI. Gerakan Edukasi melalui Tiga Intervensi. Pendekatan remaja melalui GEMATI ini ternyata membuahkan hasil. Ada tiga program yang digulirkan yakni menjalin komunikasi dengan anak remaja dan orang tua (sopo dulur), pembuatan jadwal keseharian, dan menyusun program melalui pohoh harapan. Menanamkan harapan kepada anak remaja hingga mencapai cita-cita dan harapan. Termasuk memulihkan trauma healing kepada remaja hingga akhirnya mulai tumbuh rasa percaya diri.

Selain itu, membuat jalinan kerjasama dengan berbagai pihak terkait sepert dinas sosial kota Yogyakarta, BKKBN, Baznas Kota, dan DPPM DPA Kota Yogyakarta terus diupayakan dalam rangka mensukseskan berbagai program. Berkat dukungan semua pihak, program GEMATI akhirnya menuai hasil yang menggembirakan. Pencapaian program GEMATI ini pun mulai mewarnai suasana kampung Sidomulyo dan label sebagai kampung hitam pun perlahan mulai sirna terlebih setelah berbagai pembuktian akan keseriusan warga Sidomulyo keluar dari berbagai permasalahan sosial. 

Perjuangan panjangnya ternyata membuahkan hasil, Rabu (21/08/2019) malam Wahyu Hasanah mendapatkan bergengsi dalam penghargaan Anugerah Penyuluh Agama Islam Teladan Non PNS yang digelar di Jakarta. Meskipun sejatinya bukan itu yang ia cari namun setidaknya sebagai pembuktian bahwa kerja kerasnya selama ini diakui oleh pemerintah khususnya Kementerian Agama Republik Indonesia. Tidak berhenti sampai di situ, pengabdian tanpa batas terus digemakannya. Saat ini ia membuat program baru “Bank Data” sebagai upaya untuk menyelamatkan data keluarga di wilayah Sidomulyo.

Layak jika sosok perempuan seperti Wahyu Hasanah mendapatkan apresiasi yang setinggi-tingginya, terlebih dengan statusnya yang masih non PNS namun mampu merubah wajah masyarakat kampung Sidomulyo. Kerja keras, perjuangan, dan dedikasinya dengan penuh keikhlasan untuk negeri patut diajungi jempol. Kini berkah tersebut telah dituainya. Berbagai undangan untuk berbagi ilmu dan pengalaman datang silih berganti dari berbagai pihak. Namun Wahyu tetaplah Wahyu, hasratnya untuk selalu berbagi rezeki dengan warga masyarakat Sidomulyo tidak pernah padam. Itulah sebabnya sosok penuh kharismatik ini selalu disayangi warganya.

Wahyu sadar sepenuh hati, keberhasilan yang dituainya bukan hasil kerjanya sendiri namun karena dukungan berbagai elemen termasuk masyarakat sekitar. Tanpa gayung bersambut, usahanya akan sia-sia karena sehebat apapun manusia tetaplah makhluk sosial yang membutuhkan uluran tangan orang lain.

Beruntung Kementerian Agama memilikinya, pengabdian tanpa batas harus mampu dijadikan teladan bagi segenap Aparatur Sipil Negara khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kerja bukan semata-mata sekedar mengisi waktu luang, namun kerja adalah ibadah, investasi akherat. Karena sesungguhnya, dalam bekerja itulah saat yang paling tepat untuk mengumpulkan amal kebaikan.

Berpijak pada apa yang dilakukan Wahyu, ada baiknya kita melakukan introspeksi diri untuk segera berbenah ke arah yang lebih baik. Mungkin kiprah kita tak akan sehebat Wahyu namun setidaknya apa yang kita lakukan mampu membawa perubahan positif pada lingkungan kerja,  masyarakat sekitar khususnya pada keluarga tercinta. Bukan untuk mendapatkan sanjungan namun lebih pada mengajak untuk beramar makruf nahi munkar tentunya sesuai dengan kapasitas kita sebagai makhluk sosial yang beradab dan berbudaya.

Begitu pula dengan penulis, menyadari minimnya pengetahuan dan wawasan yang dimilikinya sehingga berusaha untuk selalu mencari celah untuk bisa dikembangkan. Terutama dalam kaitannya dengan kehumasan, berusaha melakukan yang terbaik semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang dimiliki penulis. Berharap dengan hadirnya para srikandi di Kementerian Agama yang memiliki kompetensi di bidangnya masing-masing dan berdedikasi tinggi mampu turut serta mengharumkan nama institusi yang berslogan “Ikhlas Beramal.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun