Mohon tunggu...
Titik Nur Istiqomah
Titik Nur Istiqomah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

my dreams, my longing, my tears, my what? -titilanduz

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepasang Mata dalam Toples

9 Juli 2012   09:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:08 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada cerita menarik tentang sepasang mata yang kusimpan dalam toples

Awalnya, aku hanya perlu berpura-pura mengendap-endap dan menjaga bibirku agar tidak menggumamkan kata-kata yang membuatnya merasa terusik dan pergi. Ekspresi seperti itu memang sudah menjadi syarat wajib dalam cerita ini. Dengan mata awas serta fokus pada target, kemudian hap! Kedua telapak tanganku saling menelungkup membentuk seperti kuncup. Kulihat di dalamnya, ada sosok bercahaya yang membuat kuncup tanganku seperti lampu tidur karena cahaya yang tampak meloncat-loncat keluar dari celah-celah jariku. Ah, benar-benar melegakan.

Kukedipkan sebelah mataku ke arah adikku yang berdiri kurang dari satu meter dariku. Dia terkekeh memperlihatkan giginya yang tidak rata. Di tangannya sudah tergenggam toples kecil yang siap untuk menampung binatang kecil itu.

“Bilang apa?” kataku seraya memasukkan sosok bercahaya itu ke dalam toples.

“Trimakasih, mbak Titik sayangku,” jawabnya senang lalu mencium pelan pipi kiriku.

Aku tersenyum, namun kemudian ekspresi wajahku berubah seketika bersamaan dengan hidungku yang mengendus sesuatu yang mencurigakan di sekitar kami, tepatnya ke arah adikku.

“Hehehe, Nana ngentut” ucapnya tanpa dosa sambil meringis.

“Huek, Jorooook!” Ku tutup hidung dan mengejarnya tanpa ampun.

Dan dalam waktu singkat, yang terdengar hanyalah suara tawa dua kakak beradik yang saling berkejar-kejaran ditemani sepasang mata dalam toples.

Bahagia itu sesederhana itu, kan? Sekalipun itu hanya timbul dari keberhasilan menangkap seekor kunang-kunang dalam kegelapan dan bau kentut. Bahkan terkadang, bahagia itu tidak membutuhkan alasan.

Di toples kecil ini, sepasang matanya terlihat lucu. Polahnya yang berusaha terbang ke sana kemari menabrak dinding kaca, seolah menyiratkan persepsi dia senang bermain di toples bekas yang masih menyisakan bau kue tersebut. Tidak lama kemudian, dia diam di dasar toples dan memainkan kerlipan cahaya dalam tubuh mungil itu yang frekuensinya hampir sama dengan denyut nadi normal manusia. Mungkin karena dia lelah setelah terbang.

Padahal, dalam volume ruang yang tak lebih dari 800 cm3 ini, siapa yang tahu jika ternyata sepasang mata itu melihat dengan iba, memohon untuk dilepaskan kembali bersama kegelapan yang menjadi habitatnya. Siapa yang akan tahu bahwa dia rindu menjadi dirinya sendiri, ingin terbang bebas dan membentuk kumpulan sinar bersama teman-temannya.

Tidak ada yang tahu dalam tingkahnya yang melonjak-lonjak menabrak kaca, sebenarnya dia sedang berjuang mencari jalan keluar dari tabung yang menyiksanya serta mencari sirkulasi udara untuk bertahan hidup dari sisa pernapasan yang mematikannya. Dan siapa yang akan memahami jika ternyata dalam diamnya, dia tengah menangis dan mengutuk manusia yang telah menjerumuskan ke dalam habitat penyiksaan. Lalu akhirnya putus asa dan menerima untuk merelakan kebiasaan-kebiasaan lama demi bertahan pada habitat yang baru.

Ah, terkadang apa yang dilihat hanyalah apa yang menonjol dari sesuatu. Seperti kunang-kunang dalam toples, yang dapat ditafsirkan hanyalah apa yang kita lihat dari keseluruhan tingkah lakunya. Hukum alam yang menganggap siapa yang kuat yang akan menang itu ternyata memang ada, ya.

Dia pintar, dia cantik, dia lucu, dia jahat, dia sadis, ternyata hanya sekelumit sifat yang paling menonjol dari jutaan sifat yang ada dalam diri manusia. Jutaan sifat yang seharusnya mampu merefleksikan jati diri manusia dalam berjuta-juta kata pula. Namun karena hanya ada satu sifat yang paling menonjol dan paling terlihat, maka itulah yang akan diingat oleh orang lain dan mencerminkan pribadinya dalam satu kata.

Aku merenunginya sebentar. Ku bawa toples kecil itu keluar rumah dan menjaga agar tidak sampai ketahuan dari adikku. Ku putar tutupnya hingga membuka dan membiarkan sepasang mata dalam toples itu terbang bebas mendapatkan kebahagiaannya sendiri, bertemu teman-temannya dan menjadi dirinya sendiri. Siapa yang tahu, jika dalam terbangnya, kini dia sedang mengucapkan terima kasih pada manusia yang tadi sempat dikutuknya, hehe :D

Hm, ada satu hal lagi yang perlu kuingat dalam pembelajaran ini. Bahwa terkadang, hidup mengharuskan kita untuk menjadi orang lain terlebih dahulu sebelum akhirnya kita benar-benar menjadi diri kita sendiri.

Aku tersenyum senang sebelum akhirnya kulihat adikku yang sudah berdiri tepat di belakangku dengan mimik hampir menangis melihat mainannya dilepaskan begitu saja. Oh, hidup ini indah :)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun