Langkah Sarmila terhenti di pintu pagar rumah tua itu. Rumah dengan bangunan kayu yang kokoh dan semi permanen itu nampak memancarkan gaya kunonya. Halaman luas dengan beberapa pohon mangga dan rambutan serta bunga menambah suasana rumah terlihat asri dan khas. Meski sudah bertahun-tahun ditinggalkan tetapi nampak rumah itu bersih dan terawat. Tetangga di kanan kiri rumah itupun masih terlihat sepi. Biasanya suasana desa di pagi hari agak lengang, karena orang-orang sedang bekerja di sawah dan ladang mereka.Â
Sarmila menarik nafas panjang dan membuka pintu pagar halamn tersebut dengan menggunakan kunci yang telah di berikan oleh Pak Ujang yang diberikan tugas merawat semua aset peninggalan keluarga Ramli Wijaya. Sarmila merupakan cucu buyut dari keluarga tersebut. Aroma kayu gaharu yang dibakar menguar di ruangan rumah saat Sarmila membuka pintu. Aroma kayu gaharu memang biasa di bakar oleh warga desa untuk mengharumkan ruangan sehingga mereka tidak menggunakan parfum seperti di kota-kota besar. Di setiap rumah wangi asap gaharu itu sudah biasa. Sarmila menyukai aromanya, dan dia menghirup aroma tersebut sambil tersenyum.
"Hmmmm...rasanya menenangkan dan eksotis", bisiknya pelan sambil tersenyum kecil.Â
Sarmila melemparkan ranselnya ke atas sebuah dipan jati yang besar dan terlihat mewah, karena disana ukirannya yang rumit menampakkan keindahan khas jawa. Sarmila mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan besar yang mungkin berukuran 4 x 4 meter. Nampak kamar mandi yang di batasi dengan ukiran jati yang indah. Ruang keluarga yang begitu unik, luas tanpa kursi satupun. Di bagian belakang ruangan ada dapur terbuka dengan lemari jati di plitur. Semua bangunan dan perabot rumah ini menggunakan kayu alam yang nampak menonjolkan urat kayu yang alami. Sarmila tertawa kecil memikirkan dan membayangkan nilai tukar bangunan dengan desain unik ini dengan nominal uang zaman sekarang.Â
"Sadar, Mila. Apa tujuanmu datang ke desa ini". Sarmila berbisik pelan sambil menepuk jidatnya.
Sarmila puas mengelilingui rumah tua tersebut dan kembali ke kamar utama. Sarmila tersenyum kecil menatap foto orang tua dna kakek buyutnya yang terpampang di dinding rumah tersebut dengan ukuran besar.Â
"Aku akan memenuhi apa yang menjadi keinginanmu, Ayah. Semoga semua sesuai dengan rencana". Sarmila mengelus kaca bingkai foto itu dengan penuh rindu.
Senyum kedua orang tuanya nampak seakan memberi semangat kepada Sarmila untuk menyelesaikan apa yang sudah direncanakan di  kota kemarin. Dan itulah yang membuat kakinya dengan ringan melangkah kembali ke desa ini.
Dusun Pelita Karya merupakan desa kecil di pinggiran kota yang berada di Pulau Sumbawa. Letaknya sangat strategis diantara jalan provinsi kurang lebih 42 kilo meter dari kota kabupaten. Sarmila sudah belasan tahun meninggalkan pulau ini. Mengikuti kemana orang tuanya kala itu bertugas sebagai seorang karyawan perusahaan swasta milik BUMN. Sekarang usia Sarmila menginjak 25 tahun. Jika bukan karena permintaan terakhir dari Ayahnya Sarmila enggan kembali sendiri ke pulau ini.
"Assalamualaikum...". sebuah suara nyaring melenyapkan semua pemikiran Sarmila tentang pesan almarhum ayahnya. Sarmila melihat ke arah pintu rumah yang masih terbuka lebar. Beberapa orang berdiri tepat di teras rumah yang berhadapan dengan pintu dan langsung dengan leluasa melenggang ke ruang utama keluarga.