Mohon tunggu...
david wiranata
david wiranata Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pudarnya Semangat Bhinneka Tunggal Ika

13 Februari 2017   20:40 Diperbarui: 13 Februari 2017   20:58 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BHINNEKA TUNGGAL IKA

Sebuah frasa sederhana namun sarat akan makna ini dikutip dari kakawin Sutasoma karangan Mpu Tantular. Bhinneka Tunggal Ika bila diterjemahkan akan berbunyi “Berbeda-beda Tetapi Tetap Satu.” Yang bisa diartikan bahwa apapun agama, suku ataupun ras yang kita anut, kita tetaplah satu sebagai masyarakat bangsa Indonesia.

Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang pluralis pastinya memiliki banyak perbedaan terutama dalam masyarakat. Dari Sabang sampai Marauke, banyak suku, ras, agama, dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat bangsa Indonesia. Tak heran sering terjadi konflik yang terjadi antar masyarakat yang berbeda suku, agama ataupun ras.

Meski memiliki banyak perbedaan bangsa dan tak jarang terjadi konflik antar masyarakat, bangsa ini tetap berdiri kokoh selama 71 tahun. Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan bangsa Indonesia memainkan peran yang sangat penting dalam menjaga keutuhan dan persatuan bangsa ini.

Perbedaan ataupun pluralisme sebenarnya sendiri memiliki dua sisi yaitu positf dan negatif tergantung cara kita memandang perbedaan itu sendiri. Jika kita memandang perbedaan dari sisi positif maka kita melihat perbedaan sebagai suatu keindahan dan juga kekayaan tertuatama bagi suatu bangsa. Maka tidak ada yang namannya mayoritas ataupun minoritas. Semuanya sama sebagai masyarakat bangsa Indonesia dan juga memiliki tanggung jawab yang sama untuk menjaga keutuhan bangsa ini. Namun jika kita memandang perbedaan dari sisi negatif maka, kita melihat perbedaan sebagai ketidakseragaman, hambatan, ataupun hal yang perlu dihilangkan. Pandangan inilah yang sering dianut oleh golongan radikal.

Jadi semua tergantung bagaimana kita meilihat perbedaan itu.

Namun akhir-akhir, ini perbedaan dan pluralisme mulai memecah bangsa ini. Mereka yang memandang perbedaan ataupun pluralisme sebagai sesuatu yang bersifat negatif mulai menghasut masyarakat yang lainnya untuk menghilangkan pluralisme yang ada di negeri ini.

Buktinya adalah akhir-akhir ini mulai muncul golongan mayoritas dan golongan minoritas dimana golongan mayoritas merasa lebih berkuasa ataupun superior dibandingkan dengan golongan minoritas. Kepentingan suku, agama ataupun ras melebihi kepentingan untuk menjaga persatuan sehingga akan mengancam pluralisme dan kebhinekaan di Indonesia. Sebagai contoh adalah peristiwa pembakaran gereja, masjid, dan beberapa tempat ibadah lainnya yang sempat terjadi di Indonesia yang menunjukkan bahwa kepentingan kelompok lebih diutamakan dibandingkan kepentingan untuk menjaga persatuan.

Seperti yang dikatakan oleh presiden pertama RI, Soekarno:

“Perjuanganku lebih ringan karena melawan penjajah, tugas kalian lebih berat karena menghadapi bangsa sendiri.”

Kepentingan suku, agama, ataupun ras mulai memecah bangsa Indonesia dari dalam. Semangat Bhinneka Tunggal dalam masyarakat pun mulai pudar. Hal-hal kecil yang menyangkut dengan suku ataupun agama bisa menjadi fenomena nasional dan memiliki dampak yang besar. Toleransi dalam masyarakat pun mulai berkurang. Yang terlihat bagaimana reaksi masyarakat di sosial media jika ada suatu kasus yang berkaitan dengan suku ataupun agama.

Munculnya golongan-golongan radikal pun memperparah keretakan yang ada di dalam masyarakat. Golongan ini mulai menghasut masyarakat untuk memandang pluralisme sebagai sesuatu yang harus dihilangkan. Seperti yang dikatakan oleh Soekarno bahwa kita akan menghadapi orang-orang indonesia sendiri untuk mempertahankan kesatuan bangsa Indonesia.

Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 255 juta jiwa dengan berbagai keberagaman yang ada, maka tidak akan mungkin menjadikan masyarakat menjadi seragam semuanya. Satu agama, satu suku, dan, satu Bahasa. Meskipun kita memiliki Bahasa Indonesia tetapi masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang masih menggunakan Bahasa daerahnya masing-masing. Hal ini menunjukkan bahwa persatuan adalah harga mati bagi Indonesia.

Tanpa adanya persatuan, bangsa Indonesia bukanlah apa-apa. Melainkan sebuah bangsa yang akan runtuh.

Tidak penting agama, ras, suku, ataupun kepercayaan yang kita anut, kita semua adalah masyarakat bangsa Indonesia yang memiliki kewajiban yang sama yaitu untuk menjaga persatuan di negeri ini dan ikut serta dalam menjadikan negeri ini menjadi negeri yang lebih baik dari sebelumnya.

Seperti yang dikatakan oleh mantan presiden RI, Abdurrahaman Wahid:

“Tidak penting apapun agama atau sukumu… Kalau kamu bisa melakukan yang baik untuk semua orang, orang tidak akan pernah tanya agamamu….”

Jadi semua kembali kepada pribadi masing-masing, bagaimana melihat sebuah perbedaan. Apakah sebagai suatu hal yang baik atau suatu hal yang buruk dan perlu dihilangkan.

-David Titian, Pelajar SMA Kolese Kanisius-

#bersamamerawatperbedaan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun