Mungkin Anda penasaran dengan judul tulisan kali ini. Apa hubungannya kartu kredit, Citilink, dan Bukalapak? Bisa ada, bisa juga tidak. Satu-satunya alasan kenapa saya menggunakan frasa ini untuk judul karena saya tidak tahu harus memberi judul apa untuk berbagi pengalaman 'unik' saya menggunakan kartu kredit yang diterbitkan oleh Bank Mandiri dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Cukup sekian pembukaannya agar tidak bertele-tele. Saya langsung 'gas' cerita dan kronologinya.
Kartu Kredit BRI dan Bukalapak
Saya menggunakan kartu kredit kurang lebih sejak tahun 2012. Terlepas dari pro dan kontra penggunaan kartu kredit, baik dari sudut pandang agama maupun psikologi (sebagian orang bisa 'lupa daratan' dan 'gelap mata' ketika menggunakannya dan tiba-tiba 'sakit jantung' ketika menerima lembar tagihan), bagi saya pribadi, kartu kredit memberikan saya manfaat yang jauh lebih besar dibandingkan mudharat-nya.Â
Jika bunga retail, denda keterlambatan bayar dan bunga atas sisa pokok tagihan yang kurang dibayar merupakan riba (dalam pandangan Islam), maka pada hakikatnya kita bisa menghindari itu semua dengan cara selalu mengontrol berapa yang kita 'gesek', berapa penghasilan kita, dan mendisiplinkan diri kita sendiri untuk selalu membayar tagihan tepat waktu serta tepat jumlah, sehingga riba (denda keterlambatan bayar dan bunga atas sisa pokok tagihan yang kurang dibayar) atas kartu kredit yang kita gunakan pun menjadi nihil.
Kembali ke topik awal. Kira-kira pada 23 Desember 2018 saya bertransaksi di Bukalapak.com sebesar Rp 1.323.890 dengan menggunakan kartu kredit BRI. Pada saat check out, saya memilih untuk menggunakan fasilitas cicilan dengan bunga 0% selama 12 bulan. Pada tanggal 27 Desember 2018, saya menerima lembar tagihan yang tercetak tanggal 25 Desember 2018.Â
Setelah saya hitung ulang (karena dilihat sekilas ada jumlah yang 'aneh'), ternyata transaksi sebesar Rp 1.323.890 ditagih penuh pada tagihan tersebut. Beberapa hari sebelum jatuh tempo (tanggal 11 Januari 2019), saya menghubungi call centre BRI untuk mengklarifikasi hal tersebut.Â
Petugas call centre BRI mengonfirmasi bahwa telah terjadi kesalahan (saya lupa kesalahan pihak Bukalapak atau pihak BRI) dan saya dipersilakan untuk membayar seluruh tagihan setelah dikurangi Rp 1.323.890 tanpa harus ada revisi tagihan secara tertulis.Â
Kemudian saya tanyakan lagi, "Bagaimana dengan Rp 110.324-nya (jumlah Rp 1.323.890/12? Saya bayarkan saja?" Petugas call centre BRI mengonfirmasi bahwa saya tidak perlu membayar cicilan pertama sebesar Rp 110.324 tersebut di untuk tagihan tersebut, karena akan ditagihkan mulai tagihan yang akan dicetak di periode berjalan (setelah tagihan yang tercetak tanggal 25 Desember 2018 tersebut). Wow!! Saya pun membayar tagihan setelah dikurangi Rp 1.323.890 yang 'bermasalah'.
Pada tanggal 28 Januari 2019, saya menerima lembar tagihan yang tercetak tanggal 25 Januari 2019. Setelah saya teliti, transaksi sebesar Rp 1.323.890 tersebut sudah diubah menjadi cicilan pertama sebesar Rp 110.324 yang jatuh tempo pada tanggal 11 Februari 2019 (dari yang rencananya ditagihkan pada tagihan tertanggal 25 Desember 2018 sebelumnya) plus tidak ada bunga apapun walaupun saya membayar tagihan sebelumnya setelah dikurangi Rp 1.323.890.
Singkat kata, "I salute BRI!!"
Kartu Kredit Mandiri dan Citilink
 Kira-kira pada tanggal 28 Januari 2019, saya melakukan booking tiket Citilink di https://book.citilink.co.id/ (tentunya setelah melakukan login). Untuk menghindari harga yang mungkin akan semakin naik, saya segera menggunakan kartu kredit Mandiri saya untuk menyelesaikan transaksi.Â
Ternyata proses pembayaran gagal karena muncul notifikasi error ketika saya selesai memasukkan kode otorisasi. Saya coba sekali lagi, namun hasilnya sama saja. Notifikasi error tersebut muncul lagi setelah saya memasukkan kode otorisasi.Â
Pada saat itu saya masih ragu apakah sebenarnya transaksi tersebut berhasil atau memang gagal. Untuk memastikannya, saya tunggu sampai besoknya dengan asumsi jika transaksi tersebut pada dasarnya berhasil, maka akan ada e-ticket yang dikirimkan oleh pihak Citilink ke alamat email saya.
Esoknya (tanggal 29 Januari 2019) saya cek email saya tidak ada e-ticket yang masuk, maka saya asumsikan transaksi pada tanggal 28 Januari 2019 tersebut gagal. Lalu saya memutuskan untuk membeli tiket lewat Traveloka atau Tiket.com (saya lupa aplikasi yang mana yang saya gunakan untuk membeli tiket tersebut) dan berhasil issued.
Kemudian pada tanggal 20 Februari 2019, saya menerima tagihan kartu kredit Mandiri saya via e-mail seperti biasa. Saya terkejut karena di rincian tagihan tersebut terdapat dua kali transaksi pada tanggal 28 Januari 2019 yang ditagih oleh Citilink dengan kode booking berbeda namun jumlah tagihannya sama-sama Rp 1.401.100. Saya menduga telah terjadi kesalahan dari pihak Citilink.
Karena kesibukan saya, saya baru bisa menghubungi pihak Citilink (+6208041080808) kira-kira pada tanggal 22 Februari 2019 dan menceritakan hal tersebut. Singkatnya, petugas call centre yang melayani saya telah mengonfirmasi bahwa telah terjadi kesalahan dari pihak Citilink yang seharusnya membebankan dua tagihan tersebut sehingga mereka akan segera melaporkan hal tersebut ke pihak Bank Mandiri selaku penerbit kartu kredit.Â
Pihak Citilink berjanji akan menghubungi saya pada paling lama satu minggu setelah laporan saya diterima. Beberapa menit setelah saya menyampaikan laporan saya ke pihak Citilink, saya menerima e-mail dari Citilink yang pada intinya mengonfirmasi bahwa mereka telah mencatat permintaan saya dengan nomor RFN813569 dan berjanji akan menghubungi saya untuk melaporkan perkembangan selanjutnya.
Pada tanggal 11 Maret 2019, saya masih belum juga dihubungi oleh pihak Citilink untuk menerima laporan perkembangan yang mereka janjikan.Â
Karena jatuh tempo pembayaran tagihan kartu kredit saya adalah tanggal 11 Maret 2019 tersebut, maka saya berinisiatif menghubungi call centre Bank Mandiri (14000) untuk menanyakan apakah dua tagihan yang masing-masing sebesar Rp 1.401.100 (total Rp 2.802.200) dari Citilink tersebut sudah dibatalkan (saya masih awam dengan istilah-istilah perbankan maupun transaksi keuangan, sehingga saya menggunakan istilah 'dibatalkan').Â
Petugas call centre Bank Mandiri yang melayani saya mengonfirmasi bahwa laporan dari pihak Citilink sudah selesai diproses pada tanggal 4 Maret 2019. Saya merasa lega dan berasumsi, "Mungkin pihak Citilink lupa melaporkan hal tersebut kepada saya."Â
Kemudian saya tanyakan lagi apakah saya bisa membayar tagihan tersebut setelah dikurangi Rp 2.802.200 yang terkonfirmasi dibatalkan. Penasaran dengan jawabannya? Tepat sekali, saya tetap harus membayar penuh (termasuk Rp 2.802.200 yang terkonfirmasi dibatalkan) sesuai total jumlah tagihan yang tercantum.Â
Adapun jumlah sebesar Rp 2.802.200 akan menjadi pengurang tagihan saya di periode berikutnya (yang jatuh tempo di bulan April 2019). Saya tanyakan alasan mengapa saya tetap harus membayar tagihan yang sudah dibatalkan.Â
Kemudian dijelaskan hal itu karena pihak Citilink baru menyampaikan laporan di periode berjalan (periode setelah tanggal cetak tagihan 19 Februari 2019). Karena sudah terlanjur malam dan saya pun sudah lumayan mengantuk saat itu, saya hanya menyampaikan terima kasih atas penjelasannya, lalu saya pun membayar tagihan kartu kredit Mandiri tersebut, termasuk tagihan sebesar Rp 2.802.200 yang seharusnya tidak pernah ada.
Pengalaman ini meninggalkan beberapa catatan khusus bagi saya:
- Terlepas dari siapa yang salah, entah pihak Citilink maupun pihak Bank Mandiri, sehingga menyebabkan adanya tambahan tagihan sebesar Rp 2.802.200 yang tidak seharusnya ada, yang jelas saya telah dirugikan karena 'dipaksa' untuk membayar atau menyimpan uang saya sebesar Rp 2.802.200 untuk dijadikan pengurang tagihan periode berikutnya. Jika saya tidak ingin menggunakan kartu kredit Bank Mandiri untuk beberapa bulan ke depan atau menggunakannya di bawah jumlah tersebut, otomatis uang saya akan mengendap lebih lama lagi, tanpa imbal hasil apapun. Sementara jika saya melakukan pembayaran lewat dari tanggal jatuh tempo, saya dikenakan dua sanksi sekaligus, yaitu denda keterlambatan pembayaran plus bunga keterlambatan pelunasan.
- Selain itu, ada juga efek lanjutannya. Perhitungan premi asuransi (kalau tidak salah, namanya Mandiri Protection) pada tagihan kartu kredit saya dihitung berdasarkan persentase tertentu dari jumlah tagihan. Karena terdapat kelebihan 'ilegal' sebesar Rp 2.802.000, maka premi saya pun ditagih lebih besar daripada yang seharusnya.
- Terkait argumen Bank Mandiri (yang dalam hal ini disampaikan oleh petugas call centre) yang menyatakan bahwa Rp 2.802.200 tersebut tidak dapat mengurangi tagihan yang saya terima pada tanggal 20 Februari 2019 karena pihak Citilink baru klarifikasi di periode tagihan berjalan, ini pun 'jaka sembung'. Bagaimana mungkin saya bisa tahu ada tagihan sebesar 2 x Rp 1.401.100 pada tanggal 28 Januari 2019, sementara pada saat itu saya tidak menerima sms maupun notifikasi apapun terkait adanya transaksi tersebut? Tentu saya baru tahu setelah saya menerima lembar tagihan di mana lembar tagihan tersebut baru saya terima setelah tanggal cetak tagihan dan secara otomatis saya pun baru tahu ada sesuatu yang salah pada periode sebelumnya yang sudah ditutup pada saat tagihan dicetak.
- Terakhir, saya kira Bank Mandiri dapat belajar kepada BRI tentang bagaimana mereka memberikan solusi win-win dan tidak merugikan nasabah seperti kasus yang saya ceritakan sebelumnya. Dalam kasus yang saya alami ini, pihak Bank Mandiri win terlalu banyak dan tidak ada win bagi saya selaku nasabah.
Semoga dua pengalaman pribadi saya tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan bagi calon nasabah kartu kredit BRI maupun Bank Mandiri serta menjadi motivasi bagi BRI untuk lebih baik lagi dan bahan koreksi bagi bank satu lagi untuk tidak terlalu agresif (atau tamak) dalam menghisap dana nasabah. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H