Mohon tunggu...
Noor Titan Hartono
Noor Titan Hartono Mohon Tunggu... -

Mahasiswi Indonesia yang bersekolah di Amerika Serikat. Bercita-cita menjadi penulis yang tulisannya diperhitungkan. Buah inspirasi lainnya bisa dilihat di blog pribadinya http://noortitan.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

SOS, Generasiku dalam Bahaya!

18 Maret 2010   09:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:20 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sekolahku, bukan sekolah kecil yang bobrok, tapi sekolah megah nan besar, dengan SPP ratusan ribu dan fasilitas top markotop. Sekolahku, adalah sekolah bertitel yahud, dengan pemegang passing grade masuk paling tinggi di kota tiap tahunnya, dan anak-anak cerdas berkacamata wara-wiri ke sana kemari.

Aku bukannya ingin sombong, tapi begitulah sekolahku. Masuknya saja, aku tak bisa dengan menggunakan NEM yang edan-edanan, tapi harus wawancara, tes akademis, dan psikotes segala. Titelnya saja Sekolah Berstandar Internasional, dengan buku-buku impor Cambridge yang mahal dan susah dicari. Tesnya saja bukan sekadar UN, tapi juga IGCSE O Level dan A Level, kurang apa?

Tapi, pertanyaannya adalah: Ada apa di balik semua itu?

Yang perlu saya peringatkan terlebih dahulu adalah, 1. Jika anda sedang makan, taruh makanan anda, kunyah dan telan yang ada di mulut anda, 2. Jika anda sedang memegang sesuatu yang pecah belah, taruh dulu, karena siapa tahu anda akan memecahkannya tiba-tiba.

Begini, belakangan ini aku dan beberapa temanku agak gelisah. Merana dan gundah gulana. Nilai batas minimal ketuntasan yang angkanya 76 itu rasanya susah sekali untuk ditembus. Segala jalan (yang positif) telah ditempuh, mulai dari les tambahan, hingga mendekatkan diri pada Tuhan guru, siapa tahu nilainya ditambah. Tapi, masih tak berhasil juga. Susah nian!

Karena itu, tak sedikit yang benar-benar menghalalkan segala cara.

Contek mencontek itu biasa? Lihat hasilnya, berapa banyak orang-orang yang korup sekarang. Berapa banyak satu orang yang merugikan orang lain?

Mereka canggih. Manfaatkan internet, manfaatkan seluler. Urat takut sudah putus, yang penting bermain lihai dan cincai supaya tak ketahuan. Nilai melambung, aman dari rangkaian remedial melelahkan nan panjang.

Belum lagi, mengcopy soal ulangan dari laptop guru saat laptop tersebut sedang ditinggalkan.

Beginilah kami, sekolah bagus yang terlihat maju terus, padahal mutu siswanya (selain otak ces pleng) tidak terurus.

Gelisah, ingin menghentikannya. Tapi tak ada ide. Anda punya ide?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun