Belakangan ini ramai diperbincangkan oleh masyarakat mengenai kenaikan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) oleh sejumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia. UKT merupakan biaya kuliah yang dikenakan kepada mahasiswa untuk digunakan dalam proses pembelajaran dan harus dibayar oleh mahasiswa  setiap semester. Banyak kritik dan  keluhan yang diterima dari mahasiswa terkait fenomena kenaikan UKT tersebut. Mereka meminta para Rektor dan Pemerintah meninjau kembali kebijakan kenaikan UKT dan mencari solusi yang lebih ramah terhadap masyarakat. Menaikkan biaya UKT dengan menambah golongan dinilai sebagai langkah yang kurang efektif karena dapat meningkatkan beban finansial bagi mahasiswa dan keluarga dari kalangan kelas menengah yang kurang mampu sehingga bisa menjadi penghalang bagi mahasiswa untuk melanjutkan studi.Â
Faktor penyebab UKT mengalami kenaikan yaitu karena pertama adanya kebijakan otonomi sasi perguruan tinggi yang memiliki kewenangan untuk mengelola sendiri kampus dan sumber pendanaan. Dengan adanya kebijakan tersebut dapat memberhentikan sumber dana dari pemerintah yang mengakibatkan pihak kampus tidak bisa mengandalkan sumber dana dari pemerintah. Dengan penghentian dana tersebut tentu akan berpengaruh dalam kenaikan biaya kuliah yang menjadi beban mahasiswa.
Yang kedua yaitu biaya operasional kampus untuk membayar gaji dosen dan membangun sarana infrastruktur kampus. Kondisi ini memicu permasalahan karena masih banyak perguruan tinggi yang belum mempunyai rencana keuangan dan model bisnis jangka panjang sehingga menjadikan UKT sebagai sumber utama pendapatan.
Yang ketiga yaitu pencapaian target idealis kampus yang mencakup akreditasi dan penelitian. Kenaikan UKT merupakan inflasi serta tuntutan perguruan tinggi untuk meningkatkan kualitas lulusan menjadi yang terbaik. Terdapat berbagai cara yang bisa diupayakan untuk bisa mencapai target, yaitu peningkatan kualitas fasilitas, akreditasi, penelitian dan publikasi jurnal. Target untuk mendapatkan akreditasi yang bagus diperlukan biaya yang cukup besar agar lulusan dapat mencapai kualitas yang diharapkan.
Faktor terakhir yaitu bantuan yang tidak merata Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah merupakan salah satu bentuk bantuan untuk membantu meringankan beban biaya pendidikan bagi mahasiswa yang kurang mampu secara finansial tetapi memiliki potensi akademis yang baik. Tetapi faktanya terdapat kasus tidak tepat sasaran dan tidak merata. Dilansir dari kompas.com Ketua Umum Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi), M. Budi Djatmiko mengatakan bahwa persebaran KIP Kuliah tidak merata. Seharusnya, KIP Kuliah difokuskan pada PTS di daerah masyarakat kurang mampu, sehingga tingkat partisipasi perguruan tinggi meningkat dan penggunaannya juga tepat sasaran.
Karena terdapat berbagai banyak penolakan dari mahasiswa terkait kenaikan UKT yang terjadi. Dilansir dari Nasional tempo pada Senin (27/05) Presiden Jokowi memanggil Mendikbudristek Nadiem Makarim ke Istana Kepresidenan. Setelah pertemuan tersebut Nadiem mengatakan akan membatalkan kenaikan UKT tahun ini. "Kami Kemendikbudristek telah mengambil keputusan untuk membatalkan kenaikan UKT di tahun ini dan kami akan merevaluasi semua permintaan kenaikan UKT dari PTN. Jadi untuk tahun ini tidak ada mahasiswa yang akan terdampak dengan kenaikan UKT tersebut," kata Nadiem Makariem.Â
Meskipun kenaikan UKT di tunda untuk tahun ini tetapi tidak menutup kemungkinan akan terjadi kenaikan UKT tahun depan. Besaran biaya UKT merupakan ketetapan masing-masing dari perguruan tinggi sebagai jalan alternatif bagi mahasiswa yang merasa kurang mampu secara finansial bisa mencari dan mendaftarkan diri beasiswa yang telah disediakan oleh pemerintah dan digunakan sebagaimana semestinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H