Mohon tunggu...
Tisa Susanti
Tisa Susanti Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

seorang penikmat novel yang memiliki mimpi menjadi seorang penulis novel dan psikiater.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lagu Sebuah Cerita

1 Juli 2014   02:52 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:04 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setiap tempat memiliki cerita pada setiap sudut yang telah terlalui. Meski pun itu hanyalah seonggok bangunan namun cerita yang tersimpan di dalamnya entah sudah berapa mungkin tak terhitung. Tiap orang yang datang dan pergi atau sekedar melewatinya membawa cerita mereka masing-masing yang berbeda. Entah itu cerita bahagia mupun kisah pilu yang menyertainya.

Jika sebuah kenangan hanya tersimpan di seonggok tempat mungkin begitu mudah untuk menghapusnya. Bila sepotong kenangan hanya tersimpan dalam selembar foto yang mengingatkan pada cerita indah yang sudah bahagia, mudah saja tinggal merobek foto itu, begitu pula jika selembar kertas masih tersimpan kenangan di dalamnya bakar saja selesai masalah kan? Namun bagaimana bila kenangan yang mungkin ingin aku atau orang lain di luar sana disebut kenangan indah yang brengsek nyatanya bukan hanya seonggok bangunan atau selembar foto? Ya ada hal lain yang terlupakan bila kenangan tersebut ada dalam sebait nada lagu, nyanyian indah yang senang kau dengarkan, sayang kini bahkan sebelum intro selesai pun kau sudah keburu muak mendengar lagu itu. Walau orang yang membuatmu muak dengan lagu itu bukan mantan pacarmu

*******

‘Aih kenapa mesti lagu itu lagi sih? Mana yang muter kak Rangga lagi. Protes nggak ya, mau minta ganti lagu dia tahunya aku suka lagu itu.’ Aku hanya bisa mengumpat dalam hati. Sebenarnya bukan lagu itu yang bersalah. Lagu itu tidak salah apa-apa. Bahkan orang yang penyanyi asli lagu ini pun tak pernah bertemu denganku.

Iya dulu aku suka lagu ini, hampir setiap hari lagu ini yang kuputar sampai-sampai sahabatku berkata apa tidak ada lagu lain yang aku tahu. Sebenarnya aku memiliki banyak lagu entah itu di HP atau gadget lain namun lagu ini terasa begitu spesial. Lagu yang pernah dinyanyikan oleh laki-laki yang pernah mengisi hari-hariku. Saat aku menjadi mahasiswa baru di kampusku. Ah sampai sekarang pun jika kau menyuruhku menceritakan tentang dia, aku masih bisa mengingatnya. Kecuali, pada bagian akhir cerita yang sudah kulempar jauh ke tengah samudra.

Flashback 2 tahun yang lalu

“Oke setelah acara pembukaan, mari kita nikmati malam yang indah di bawah sinar rembulan dan cahaya bintang ini diiringi petikan gitar dan suara merdu kak Dimas.” Seorang panitia yang menjadi pembawa acara pada malam keakraban ini menyebutkan suatu nama. Dimas? Siapa dia? Aku pun tak tahu karena aku tidak hapal nama satu persatu panitia kegiatan silaturahmi mahasiswa baru ini. Tiba-tiba keluar dari seseorang dari tenda panitia keamanan yang membuatku menegang seketika.

Ternyata dia orang yang pernah menghukumku jalan kodok di hadapan teman-teman ketika aku lupa tidak memakai atribut. Aku lihat kakak-kakak panitia yang perempuan mulai histeris melihat kak Dimas padahal tak ada yang istimewa dari dia. Memang tampan sayangnya galak jutek lagi. Wait, dia menyanyikan lagu favoritku suaranya memang bagus.

End flashback.

Gak ada satu hal istimewapun, sampai suatu hari aku hendak meminjam literatur di perpustakaan dan aku baru sadar kartu anggota milikku tak ada di dompet. Padahal aku benar-benar memerlukan buku itu untuk bahan laporan praktikumku. Saat aku sedang memelas pada bapak penjaga perpusatakaan yang sayangnya tak peduli dengan wajah memelasku ada orang di belakangku yang berkata “Pak ini, dia pakai kartu punya saya. Kami perlu buku itu untuk bahan diskusi.” Saat aku melirik ternyata itu kak Dimas. Awalnya aku ingin membantah sayang buku itu keburu diambil kak Dimas.

Sejak itulah awal kedekatan kami. Pernah kutanya kenapa saat itu dia ada di perpustakaan dan mengapa dia mau meminjamkan kartu anggotanya? Dia bilang sebagai permintaan maaf gara-gara menyuruhku jalan kodok dan membuatku menahan malu di hadapan teman-teman. Aku juga tidak mengerti awal ceritanya semua mengalir begitu saja hingga kami sering menghabiskan waktu bersama. Makan siang di kantin, atau sekedar mencari bahan diskusi di perpustakaan. Kedekatan yang tak jarang disalahartikan orang lain. Apalagi menurut kabar yang ku dengar waktu itu kak Dimas kabarnya disukai oleh teman teman senagkatannya yang notabene seniorku. Yaa kami memang dekat. Dia bahkan sering mengunjungi kosku meski aku sudah sering pula melarangnya. Bukan kenapa aku tidak enak dilihat teman-teman kosku yang sebagian seangkatan dan kenal dengan kak Dimas. Namun bukan kak Dimas namanya kalau nurut. Dia bahkan pernah bertemu keluargaku. Ya dia memang sosok yang pantas disukai banyak orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun