Mohon tunggu...
Tisa Nur Inayah
Tisa Nur Inayah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional di UPN Veteran Yogyakarta

Learner

Selanjutnya

Tutup

Politik

Langkah Geopolitik Rusia terhadap Jerman Melalui Pemasokan Gas Alam Pasca Sanksi Barat 2022

6 Oktober 2022   22:15 Diperbarui: 6 Oktober 2022   22:21 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tindakan invasi Rusia atas Ukraina yang dimulai sejak Februari 2022 memberikan konsekuensi yang cukup panjang bagi negara pimpinan Vladimir Putin tersebut. Salah satu konsekuensi yang didapat ialah pemberian sanksi dari negara-negara Eropa Barat dan Amerika. 

Pemberian sanksi tersebut tak lain ditujukan untuk menekan Rusia agar menghentikan invasinya kepada Ukraina, yakni negara yang meski letaknya berada di dekat Rusia tetapi lebih cenderung pro kepada aliansi Barat. 

Beberapa contoh sanksi yang dijatuhkan kepada Rusia ialah seperti penghapusan bank-bank besar Rusia dari sistem keuangan internasional SWIFT (Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication), pembekuan asset, pelarangan ekspor barang berteknologi tinggi ke Rusia, penjatuhan sanksi kepada 278 anggota parlemen Rusia atas referendum aneksasi 4 wilayah Ukraina, serta larangan sekaligus pembatasan impor minyak dari Rusia oleh Uni Eropa, Inggris, dan AS mulai akhir tahun 2022. 

Penjatuhan sanksi atas impor minyak menjadi hal yang lebih banyak dibahas mengingat sekitar 39% penghasilan federal Rusia berasal dari industri minyak dan gas. Sebagai negara pemroduksi gas alam terbesar kedua di dunia (2019 Energy Statistics Yearbook by UNSD), Rusia juga memasokkan gas-gasnya ke Eropa. 

Hal inilah yang membuat Uni Eropa belum menjatuhkan sanksi pelarangan impor gas dari Rusia, mengingat mereka bergantung pada energi gas negara tersebut untuk sekitar 40% dari seluruh kebutuhan gasnya.  

Peran krusial Rusia sebagai pemasok energi ini tentu menjadi kekuatan tersendiri untuk mempengaruhi negara-negara Barat yang menekannya, terutama Jerman. Sebelum adanya invasi, Rusia adalah pemasok utama gas alam kepada Jerman, dimana 55% konsumsi gas alam di negara tersebut diimpor dari Rusia. 

Kerja sama tersebut diselenggarakan melalui Nord Stream Projects. Proyek tersebut berupa pengadaan jalur pipa gas, yakni Nord Stream 1 dan Nord Stream 2 yang terhubung dari Rusia ke Jerman melalui Laut Baltik dengan total kapasitas 110 juta m gas alam pertahun.

Kebutuhan akan energi gas alam dan sikap negara-negara Barat yang secara terang-terangan menghukum Rusia akibat Invasi membuat posisi Jerman ditengah situasi yang bertentangan. Sebagai anggota Uni Eropa dan NATO, Jerman memihak aliansinya dengan mendukung pemberian sanksi. 

Namun, seperti yang dikatakan oleh politisi Jerman, Sarah Wagenknecht, perang ekonomi dengan negara pemasok energi terbesar adalah tindakan bodoh yang justru akan menyengsarakan rakyat Jerman itu sendiri.

Kondisi domestik Jerman yang seakan terbagi menjadi dua kubu ini menjadi peluang bagi Rusia untuk menjalankan pengaruhnya melalui kemitraan gas alamnya. Presentase pemasokan gas alam dari Rusia ke Jerman yang sebelumnya sebesar 35% dari total seluruh impor gas alam negara tersebut, pada Mei 2022 turun menjadi 35% dan turun lagi menjadi 26% pada Juni 2022.  

Sejak bulan Juni 2022, Rusia memotong aliran gas ke eropa melalui pipa sebesar 75%, yakni dari 170m meter kubik gas per hari menjadi sekitar 40m meter kubik. Pada bulan Juli, Rusia menutupnya selama 10 hari, dengan alasan perlunya perbaikan. Ketika dibuka kembali, alirannya berkurang setengahnya menjadi 20m meter kubik per hari. Pada akhir Agustus, Rusia menutup Nord Stream 1 sepenuhnya, dengan alasan adanya masalah dengan peralatan. 

Hingga saat ini aliran tersebut belum dibuka kembali. Apabila diperhatikan, bagi negara sebesar Rusia tentu mudah untuk memberikan penanganan yang cepat terhadap permasalahan teknis pada industri utamanya.

Anggapan ini berkaca pada fakta bahwa memang setiap tahunnya terdapat waktu-waktu untuk perawatan peralatan proyek Nord Stream, tetapi hanya memakan waktu selama sekitar 10 -- 14 hari. Penyetopan supply gas alam yang saat ini jauh lebih lama tersebut perlu dipertanyakan apakah memang terdapat gangguan yang cukup sulit atau hal tersebut merupakan bagian dari strategi geopolitik Rusia. 

Apalagi pengumuman penutupan pipa Nord Stream 1 dilakukan tepat setelah negara-negara G7 mengadakan konferensi pers untuk menetapkan batas harga ekspor minyak Rusia.

Akibat dari hal ini, Pemerintah Jerman berharap dapat mengurangi penggunaan gas sebesar 2% dengan membatasi penggunaan penerangan dan pemanas di gedung-gedung publik pada musim dingin tahun ini. Seorang tokoh otoritas internasional dalam masalah energi global, Dr. Carole Nakhle, mengatakan rakyat Jerman menanggapi dengan serius akan prospek kekurangan energi di masa depan dengan mulai membeli tungku kayu dan memasang panel surya.

Sikap sinisme Rusia terhadap negara-negara barat termasuk Jerman ini tergambar dengan jelas melalui tindakannya baik melalui pemasokan energi gas alam maupun secara langsung. Pada 12 September lalu, duta besar Rusia di Berlin, Sergey Nechaev, mengecam Jerman secara terang-terangan atas pemasokan senjata ke Ukraina yang dikatakan senjata-senjata tersebut tidak hanya digunakan kepada tantara Rusia, tetapi juga kepada penduduk sipil Donbas. 

Nechaev mengatakan hubungan Rusia dengan Jerman mengalami masa paling buruk sejak Perang Dunia II dan Invasi Nazi ke Soviet.

Tekanan balik yang dilakukan Rusia terutama melalui pemasokan gas alam ini pada kenyataannya tak hanya efektif membuat Jerman terbelah menjadi dua kubu dalam menyikapi Rusia, tetapi juga mampu membelah negara-negara Eropa Barat dalam bersikap. 

Sikap tidak tegas Jerman tergambar pada waktu menjelang pertemuan para menteri luar negeri Uni Eropa di Praha bulan Agustus lalu, dimana Jerman melalui kanselirnya, Olaf Scholz, tidak menyetujui akan peraturan yang melarang turis Rusia untuk mengunjungi blok UE. Maka dari itu, dapat dilihat bahwa langkah Rusia menggunakan kekuatan sumber dayanya tersebut bukan tidak mungkin dapat menghasilkan sesuatu yang lebih besar dalam jangka panjang.

Referensi:

https://www.bbc.com/news/world-europe-60125659

https://www.bbc.com/future/article/20211115-climate-change-can-russia-leave-fossil-fuels-behind

https://unstats.un.org/unsd/energystats/pubs/yearbook/

https://international.sindonews.com/read/881493/41/perang-ekonomi-dengan-rusia-politisi-jerman-sebut-pemerintahnya-terbodoh-di-eropa-1662790192

https://international.sindonews.com/read/883221/41/rusia-peringatkan-jerman-telah-melewati-garis-merah-1662980956?showpage=all

https://www.forbes.com/sites/davidblackmon/2022/09/04/russia-tightens-the-geopolitical-energy-screws-on-germany-and-the-eu/

https://international.sindonews.com/read/883221/41/rusia-peringatkan-jerman-telah-melewati-garis-merah-1662980956

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun