Mohon tunggu...
Hidayatullah Tirtayasa
Hidayatullah Tirtayasa Mohon Tunggu... -

Free Thinker. Archiver. EduTech.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sebuah Harapan Dalam Pembelajaran Teknologi

4 Juli 2011   13:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:56 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Keinginan apa yang menurut anda dapat mengimbangi pesatnya kemajuan teknologi dan informasi saat ini? Semakin canggih suatu teknologi maka semakin rumit segala sesuatunya! Seharusnya dengan semakin maju dan pesatnya perkembangan teknologi dan informasi maka semakin mudahnya "suatu masalah dapat dipecahkan".

Mimpi, harapan, keinginan..? Saya simpulkan seperti ini saja ya. Menurut saya, jika mengingat fungsi dan kegunaan dari diciptakannya suatu teknologi pada awalnya adalah untuk memberikan sebuah kemudahan dalam menyerderhanakan suatu masalah, maka keinginan atau pertanyaan yang paling sering muncul akibat dari kemajuan di dunia TI itu mungkin: "apakah teknologi ini mudah untuk digunakan, dapat diproduksi dan dikembangkan oleh siapa saja, dapat dinilai dari segi ekonomisnya, segi efektifitas dan efisiensinya (produktivitas), bermanfaat atau tidak?"

"simplicity (kemudahan)" Mungkin, bisa menjadi salahsatu dari beberapa harapan yang dapat menjawab pertanyaan tentang kemajuan teknologi dan informasi saat ini. Bukankah kebanyakan dari masyarakat lebih memilih sesuatu yang mudah untuk digunakan dalam menyederhanakan suatu masalah daripada harus susah payah dan menghabiskan banyak waktu.

Media Pembelajaran adalah sebuah perantara. Media atau teknologi yang digunakan dalam proses pembelajaran harus dapat menerapkan proses komunikasi yang efektif dan tak lepas dari esensi materiatau isi pelajaran yang akan disampaikan.

Dulu mungkin pembelajaran hanya dilakukan di dalam kelas, dimana guru menulis di papan tulis dan murid mencatat. Sedikit sekali proses komunikasi 'dua-arah' diantaranya. Perkembangan pembelajaran mandiri jarak-jauh kini menjadi tren yang dikembangkan lembaga atau institusi pendidikan, hal tersebut muncul akibat perkembangan teknologi, yang mengharuskan lembaga atau institusi pendidikan harus bisa menghasilkan 'outcomes' siap kerja dan bersaing di era serba bebas dan maju ini.

Dalam pendidikan teknologi, kita tak sampai diajarkan secara mendalam mengenai esensi atau nilai filosofis dari suatu teknologi, yang diajarkan hanya sekedar 'how to', bagaimana menggunakan teknologi. Tak diragukan lagi kini setiap lembaga atau institusi pendidikan di Indonesia mulai berlomba-lomba menerapkan sistem pembelajaran mandiri, pembelajaran berbasis web on-line dan pembelajaran teknologi lainnya menjadi salahsatu program atau paket pendidikannya.

Tapi institusi-pendidikan lupa akan esensi perencanaan, pengelolaan teknologi untuk pembelajaran. Kadang institusi pendidikan di Indonesia beranggapan ; "semua model pembelajaran teknologi ini diterapkan dan dikembangkan untuk meniadakan batas dan pemerataan pendidikan bagi semua, pengajar menjadi lebih produktif, pengajar menjadi bersifat individual, materi pembelajaran dapat diberikan dan diakses baik secara terjadwal atau bebas flexibel kapan saja". Sehingga sering terbesit ungkapan "mendekatkan yang jauh, tapi terkadang menjauhkan yang dekat, tak ada ikatan emosi antara pendidik dan peserta belajar dikarenakan keluwesan proses pembelajarannya".

Indonesia yang menerapkan sistem pembelajaran ini, mulai melupakan filosofis pendidikan sebenarnya yang,untuk mencerdaskan dan mencerahkan pola pikir peserta didiknya. Proses komunikasi-langsung antara pengajar dan pebelajar sedikit terabaikan akibat 'hubungan atau ikatan emosi' yang kini mulai kurang akibat dari proses pembelajaran teknologi yang bebas dan mandiri. Di negara-negara maju dan berkembang saja proses pembelajaran teknologi hanya menjadi suplemen atau tambahan saja, padahal secara sarana dan prasarana mereka sudah sangat maju dari kita dan sangat memungkinkan untuk melakukan pembelajaran teknologi.

Kenapa gaji guru di Jepang sangat tinggi? Karena mereka jarang atau mungkin kurang melakukan proses pembelajaran teknologi, guru diwajibkan mengajar langsung face to face kepada murid. Mereka mencoba menciptakan 'ikatan emosi' antara guru dan siswa, sehingga siswa benar-benar menghormati guru dikarenakan proses komunikasi yang melibatkan atau bahkan menimbulkan 'ikatan emosi' tadi.

Majalah Harvard Bussiness Review, pernah memuat artikel penelitian berkaitan dengan in-efesiensi penggunaan teknologi khususnya IT, judul nya 'IT doesn't matter'. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa "penggunaan perangkat IT, hanya 30 % yg berkaitan dengan pembelajaran, pekerjaan atau 'value added activity' lainnya, sisanya digunakan untuk hal-hal yang tak memberi nilai tambah atau sekedar aktivitas gaya hidup".

Jadi bukan hal mudah untuk menyadarkan masyarakat banyak tentang esensi pembelajaran-teknologi, bagaimana menggunakan teknologi sesuai fungsinya. Bagaimana bahwa sesungguhnya teknologi akan mencerdaskan kita semua. Tak mudah pula untuk menumbuhkan sikap hidup hemat dan penuh perencanaan dalam hidup ini.

Namun setidaknya kita bisa memulai pencerahan, pencerdasan dari diri kita sendiri, dari keluarga kita sendiri. Belajar memahami esensi, hakikat daripada sekedar bergelut dengan hal yang bersifat kulit (tampilan luar).

Pendidikan ber-teknologi.. Teknologi ber-pendidikan.. Semoga Indonesia, khususnya institusi pendidikan dapat memahami 'esensi' teknologi dalam pembelajaran. Mudah-mudahan dengan perkembangan teknologi yang semakin maju pesat, seperti "cendawan di musim hujan" ini, tidak menjadikan segala sesuatu semakin rumit untuk diselesaikan tetapi justru semakin mudah diselesaikan! Bukan bermaksud menyederhanakan dan memudahkan segala sesuatu tentang "pemanfaatan-teknologi", tapi hanya sekedar bermimpi dan berkeinginan dan memang semua ogiitu tak hanya butuh pemikiran yang sederhana, kompleksitas lingkungan dan etika moral memberi peran terhadap perkembangan teknologi.

17/12/2009

"The short command save my keystrokes but don't save my brain.. "

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun