Framing Pro Revisi UU KPK
Media yang mendukung perubahan UU KPK, baik secara terang-terangan maupun tersirat, mengatur isu ini sebagai upaya untuk memperbaiki kelembagaan KPK. Mereka memakai narasi seperti Memperkuat KPK. Framing ini menekankan bahwa perubahan diperlukan untuk menyediakan dasar hukum yang lebih solid, seperti melalui pembentukan Dewan Pengawas. Memonitor akuntabilitas KPK. Berbagai media mengungkapkan bahwa KPK harus berada di bawah pengawasan guna mencegah penyalahgunaan kekuasaan. "Meningkatkan kolaborasi dengan lembaga negara lain". Narasi ini digunakan untuk mengatur revisi sebagai upaya penyesuaian antara KPK dengan institusi lain, seperti kepolisian dan kejaksaan.
Media yang menerapkan framing ini sering kali mengutip pernyataan dari pemerintah atau pihak yang mendukung perubahan. Mereka cenderung meremehkan atau mengurangi pentingnya kritik dari aktivis antikorupsi dan masyarakat.
Framing Anti-Revisi UU KPK
Di sisi lain, media yang menentang revisi UU KPK membingkai isu ini sebagai ancaman terhadap independensi KPK. Mereka menggunakan narasi seperti: "Pelemahan KPK": Framing ini menggambarkan revisi sebagai upaya untuk mengurangi kewenangan dan efektivitas KPK dalam menangani kasus korupsi. "Melawan agenda antikorupsi": Media menyoroti bahwa revisi ini bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi yang didukung oleh masyarakat. "Menutup ruang gerak KPK": Narasi ini menyoroti pembatasan-pembatasan yang diatur dalam revisi, seperti kewajiban KPK untuk mendapatkan izin dari Dewan Pengawas sebelum melakukan penyadapan.
Media dengan framing ini lebih sering mengangkat suara aktivis, akademisi, dan masyarakat yang melakukan demonstrasi menolak revisi. Mereka juga cenderung menyoroti besarnya aksi protes publik, baik di dunia nyata maupun media sosial, untuk menunjukkan bahwa revisi UU KPK tidak mendapatkan legitimasi dari rakyat.
Pengaruh dari Framing
Variasi framing dalam laporan media ini menimbulkan polarisasi pandangan di kalangan masyarakat. Masyarakat yang mengunjungi media pro-revisi cenderung mendukung tindakan pemerintah dengan alasan perbaikan lembaga. Sebaliknya, individu yang mengakses media anti-revisi merasa bahwa tindakan tersebut merupakan ancaman berat terhadap demokrasi dan penghapusan korupsi.
Teori framing mengungkapkan bahwa media tidak hanya menyajikan fakta, tetapi juga mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap fakta-fakta itu. Dalam situasi ini, framing memiliki peran krusial dalam memengaruhi pandangan masyarakat tentang revisi UU KPK. Narasi yang diambil oleh media berfungsi sebagai sarana bagi berbagai pihak untuk memperjuangkan kepentingan mereka, baik untuk mendukung maupun menolak revisi.
Keterkaitan dengan Teori Framing
Robert Entman dalam teorinya menyatakan bahwa framing terdiri dari dua elemen penting: