Mohon tunggu...
Tugas harian
Tugas harian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Tersenyumlah yang lebar hingga merobek pipimu

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Hujan Bukit Samata

27 Februari 2022   05:50 Diperbarui: 27 Februari 2022   06:31 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

hujan di bukit Samata
Berlomba dengan degub
Di bawah atap mata memandang
Tak bosan bertemu pandang
Malu terucapkan

Andaikan hujan adalah manusia,
Dia itu ibu yang pelukannya
Mendekap dekat dengan gairah

Lalu hujan di bukit Samata
Mengilaukan kerikil bak kaca
Mengalir menuju jauh
Dan kosata yang tak terucapkan

Akankah sepasang lengan mampu menghalau
Seluruh badan dari dingin dan gejolak sekalian?
Atau hujan begitu bising
Untuk puisi yang senyap
Yang lupa cara berbasa-basi.

Lalu saat hujan di bukit Samata semakin menggempur atap berkarat,
Yang gugur dalam pesta itu
Adalah daun-daun kering, ranting menguning, angan yang menjadi ringan serta nyali yang ciut.

hujan telah redah,
Belum ada pelukan yang berani diterjemahkan.

Kita berpikir
Bisa saja genangan di ceruk bebatuan bukit Samata
Adalah tanda:
Mungkin menjadikan doa sebagai payung
Agar kita tak usah tertahan hujan
Yang memaksa kita harus menetap
Di bawah atap
Dan tak bosan bertemu pandang,
Namun malu terucapkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun