Pintu menutup rahasia dapur,
memalang kerabat, melambai ke tuan.
Rumahku isi hati yang telanjang
yang menuturkan serapah,
bagai kapuk lunglai
dari pohon tinggi.
Jangan mengetuk, masuk saja!
ke dalam intim yang berdetak dan
lembab
.
Rumahku tak memiliki jendela
Jendela membias warna lanskap
membingkai pandang, menyeleksi pandangan.
Rumahku isi pikiran yang skeptik
yang menuturkan cinta,
bagai genangan air
dari aspal kejauhan
Jangan bertanya, lihat saja!
ke dalam puisiku yang berapi
tetapi kosong bak Cup mi instan
menumpuk dan berjamur
di apartemen pria bercerai itu
.
Rumahku tak memiliki ranjang.
Ranjang memaksa orang bermimpi,
lari dari dunia dan getir.
jangan mengeluh, tegar saja!
kita akan terus terjaga
hingga tidur menikam kita
di pagi yang buta.
percakapan adalah tuturan yang
tertular kedengkian
orang memakan lembaran emas,
menunjukkan kepada dunia
makna kemewahan
sedang orang lapar akhirnya makan, baginya itu kemewahan
.
aku ingin rumah untuk semua orang
yang bertelanjang yang skeptik
rumah perenungan makna hidupnya,
yang menyadarkannya :
"sudah itu mati, sekalipun berarti."
aku ingin rumah untuk semua orang
yang beranjang yang berdinding
yang terjangkau
yang satu untuk satu
yang saling menyapa tetangga
yang untukmu menyatu cinta
dan berlari dari pintu: dua anak ke sekolah dengan riang.
Juni
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H