akankah--dari kau melihat--aku sajakku? kaku, baku dan tak laku seperti
itukah di dalam benakmu yang subuh? lampu -Â
lampu di atas kepala seorang pria bocah
berkulit biru berkepala kotak, mata memejam
kiri, kanan membelalak menatapmu tali -Â
tali penyambung menuju lilitan pohonÂ
palem dari kejauhan berpersegi merah
menyala, langit awan melebur antara :
coklat, biru, putih, hitam api berpola disana.
bocah itu sedang simpul, duduk melihatmu dapatkah
kau melihatnya? jari manisnya tersembunyi dalam
perut buncit tubuh kering kerontang tak
berperasaan, pakaiannya terbakar memakan
jiwa pasrah, tertanamkan kepala
banteng pada tongkat di sampingnyaÂ
Hendaknya kau paham dia, dia melihatmu dan
dia sedang berbicara padamu melalui sajakku.
berkelabu militer, asap - asap semi transparan
pada suasananya, disekitarnya terlihat merahÂ
mentari tak tumbuh dikau lebur dimakanÂ
pohon - pohon cemara di kuping bocah
kiri, kanan adalah tandus Arab yang menangis
dalam coretan kuasnya kecoklatan, bisakah makna ituÂ
mengetuk matamu? pembaca sajak yang baik hati,
tanganmu telah menyentuh raganya yang kosong
tanpa rambut dan beruban merah maron kehijoan
kau lihat ia didatangi koloni dari cemarah
tegap mereka dalam samar dengan senapanÂ
era itu, mereka seperti hantu bertigaÂ
jingga merah muda, berjalan mengambang pada
tanah yang kau jejalkan, lihatkah engkau sayangku?
manis sekali pria bocah itu didudukannya dari
kerangka tulang hewan kuning hitam gosong
lihatlah baik - baik sayang, rasakanÂ
dengan nadi yang berdetak dan keringat
melambai dahi. hitamkan picik matamu dahulu,Â
pelankan suara sumbang telingamu yang
menutup,Â
air khayalmu dalam bersajak ruangkuÂ
bingkainya dari kayu mahuni, kanvasnya
kulit terbaik, cet itu berasal dariÂ
darah - darah pelangi. Bersatu dalam leburÂ
cerita hari ini.--kurus si bocah itu, lentik kiri bulu matanya
jantungnya nampak terbuka, lalu senyumnya,
dapat kau bayangkan