Mohon tunggu...
Tiphanny Aurumajeda
Tiphanny Aurumajeda Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Ibu dari dua anak, memiliki profesi sebagai pengajar di salah satu sekolah tinggi di bandung. Travelling adalah bentuk hiburan wajib untuk melepas penat dari segala aktivitas rutin.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Budaya Bergosip Antar Tetangga: Faktor Imitasi Dalam Interaksi Sosial Bisa Jadi Penyebabnya

17 Februari 2023   07:01 Diperbarui: 17 Februari 2023   07:20 1074
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: @potho.mada

Sebagai manusia, kita sudah ditakdirkan lahir sebagai makhluk sosial. Dimana menurut Masslow, kebutuhan bersosialisasi ada pada urutan ketiga dari lima kebutuhan dasar manusia. Artinya, melakukan interaksi terhadap sesama merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi disetiap harinya.

Didalam kehidupan, setiap individu selalu hidup menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya. Setiap ia mendapatkan lingkungan yang baru, maka secara otomatis dirinya akan mengikuti budaya dari lingkungan tersebut. Hal inilah yang pada akhirnya membentuk sebuah kepribadian dari diri seseorang.

Kepribadian seseorang akan terbentuk tergantung dari dimana ia biasa menjalani kehidupannya sehari-hari. Hubungan antara pribadi seseorang dengan lingkungan sekitar sangat lekat, dalam hal ini sarjana psikologi Woodworth berpendapat bahwa hubungan manusia dengan lingkungan meliputi hal:

  • Individu dapat bertentangan dengan lingkungan
  • Individu dapat menggunakan lingkungan
  • Individu dapat berpartisipasi dengan lingkungan
  • Individu dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan

Dalam sebuah hubungan interaksi sosial, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya sebuah hubungan tersebut. Salah satunya adalah faktor imitasi. Apa itu faktor imitasi??

Faktor imitasi adalah sebuah faktor dimana seseorang dapat melakukan interaksi sosial dengan cara mengikuti budaya yang sudah ada. Faktor imitasi ini ternyata sudah kita lakukan sejak lama bahkan saat kita masih kanak-kanak. Ingat pepatah buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya??

itu adalah sebuah ungkapan yang menggambarkan imitasi merupakan faktor interaksi sosial yang pertama kali kita lakukan. Seorang anak akan menjadi pribadi yang tidak akan jauh dari pribadi orang tuanya. hal ini terjadi karena ia mengimitasi semua hal-hal yang dilakukan orang tuanya dalam berinteraksi sosial.

Namun peranan faktor imitasi dalam interaksi sosial memiliki beberpa segi negatif, diantaranya:

  • Mungkin yang diimtasi itu salah, sehingga menimbulkan kesalahan kolektif yang meliputi jumlah manusia yang besar.
  • Kadang-kadang orang yang mengimitasi sesuatu tanpa kritik, sehingga dapat menghambat perkembangan kebiasaan berpikir kritis.

Hal inilah yang banyak terjadi umumnya didalam hubungan interaksi antar tetangga. Interaksi sosial yang paling sering dilakukan adalah dengan tetangga, bahkan beberapa orang berpendapat bahwa tetangga adalah saudara dekat kita, kenapa??

Karena kita hidup dan tinggal berdekatan dengan tetangga setiap harinya. Bisa dikatakan bahwa tetangga sudah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Jika kita mendapatkan lingkungan tetangga yang baik, sungguh sebuah rezeki yang tak terhingga. Namun bagaimana jika kondisinya berbanding terbalik??

Salah satu permasalahan yang mungkin sudah umum terjadi di masyarakat kita adalah budaya bergosip antar tetangga. Bahkan tidak jarang yang menjadi bahan gosipan nya adalah tetangga nya sendiri. 

Situasi ini kerap kali menimbulkan dampak yang cukup berpengaruh bagi sebagian orang. Dampak akhirnya adalah memunculkan sebuah perselisihan bahkan pertengkaran besar diantara tetangga. Kalau sudah seperti ini, sebagus apapun kita membangun rumah, tentu akan tetap terasa tidak nyaman jika sudah berkonflik dengan tetangga.

Hal ini bisa diakibatkan karena dua hal negatif yang timbul dari faktor imitasi dalam interaksi sosial. Bisa jadi kita mengikuti berita yang salah, yang pada akhirnya membawa kepada sikap yag salah juga. Kebenaran dari sebuah berita yang dihasilkan dari interaksi sosial "bergosip", hakikatnya akan merugikan bagi lingkungan. Gosip yang salah akan mebuat lingkungan semakin panas dan tidak bersahabat.

Hal kedua yang membuat situasi ini terjadi juga karena orang-orang mengimitasi tanpa adanya sebuah kritik. Sehingga inilah yang membuat pola pikir kritis kita menjadi terhambat. Dalam budaya bergosip, umumnya orang akan tenggelam dengan cerita-cerita yang sudah disuguhkan, tanpa adanya proses seleksi berpikir kritis.

Pada dasarnya, membicarakan seseorang memang tak luput dari kebiasaan kita dalam kegiatan berinteraksi sosial. namun akan lebih baik, jika dalam membicarakan seseorang tidak membuat orang yang bersangkutan menjadi merasa tidak nyaman.

Banyak kasus yang terjadi, dampak dari sebuah gosip menimbulkan banyak kerugian dalam kehidupan bermasyarakat. Hubungan tetangga yang seharusnya menjadi saudara terdekat malah berubah menjadi musuh bubuyutan. 

Maka ada baiknya jika kita mendapatkan sebuah berita tidak baik, terutama datangnya dari tetangga sendiri, proses berpikir kritis disini perlu digunakan. Hal ini agar tidak memicu hubungan panas diantar tetangga sekitar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun