Selanjutnya Burke menambahkan bahwa budaya politik dapat membentuk mentalitas suatu masyarakat. Atau sebaliknya, mentalitas suatu masyarakat dibentuk dan berasal dari budaya politik yang telah mentradisi. Nauzhubillah, tentunya sebagai orang beriman kita akan lawan budaya politik yang seperti demikian karena pastinya kita tidak akan ridha masyarakat dan generasi setelah kita mewarisi budaya politik para pecandu dan kurup.
Meminjam pandangan Almond dan Sidney (1984) terkait dengan persoalan “budaya politik”, bahwa dalam budaya politik tidak hanya mencakup mengenai sistem dan orientasi politik saja, tetapi juga mencakup di dalamnya “sikap politik”. Dalam kamus bahasa Indonesia Sikap merupakan internalisasi kesadaran atau mentalitas. Jadi, kalau Iwan Fals mengatakan “masalah moral biar kami urus sendiri”, tentunya lirik ini tertuju kepada masyarakat (akar rumput), sedangkan untuk elit (pejabat politik) harusnya juga lebih serius mengurusi persoalan moral yang terlahir dari mental tersebut, disamping ketelanan sebagai pemimpin juga berefek luas bagi pertumbuhan politik dan demokrasi di Indonesia.
REKONSTRUKSI SISTEM PILKADA
Memasuki tahap kedua pilkada serentak tahun 2017 institusi penyelenggara serta pemerintah pusat bersama DPR harusnya mengaji hasil produksi Pilkada, bukan halnya pada segi kuantitas melainkan kualitas produk harus menjadi fokus pembahasan.
Paradigma yang dibangun, KPU sebagai institusi penyelenggara bukan halnya berperan sebagai “panitia hajatan”, sebab peran yang diambil selama ini layaknya sebagai event organizer (EO). Namun kenyataan politik kekinian, semestinya diberi peran ganda sebagai penyeleksi calon peserta Pilkada, Calon Kepala Daearah (Cakada). Mengingat kurangnya Partai Politik dalam hal kaderisasi kepemimpinan apalagi dari segi beberapa pengalaman Pilkada, Parpol hanya digunakan sebagai kendaraan para cakada pada musim Pilkada. Maka dari itu, perubahan Undang-undang Pilkada sudah harus mengarah kepada penguatan KPU.
Apalagi selama ini kita belum pernah mendengar KPU mendiskualifikasi pasangan calon dengan faktor yang sangat strategis terkecuali alasan teknis administrasi. Faktor staregis dimaksudkan berupa “mental cakada,”.
Memang berbicara mental merupakan persoalan yang tidak berbentuk, sehingga tidak mudah mengukurnya secara presisi dan persis. Akan tetapi, dengan teknologi dan informasi tidak dapat menutup kemungkinan faktor strategis menjadi hujjah atau dalil KPU untuk mendiskualifikasi kandidat. Contohnya saja hasil dari kompresi pers Badan Narkotika Nasional (BNN) terkait dengan penangkapan Nofiadi. Budi Waseso menyatakan bahwa BNN telah melakukan pengintaian secara tertutup terhadap Nofiadi selama tiga bulan, dan laporan yang masuk di BNN bahwa tersangka telah memiliki akses luas terkait suplai narkoba sejak masih menjadi Anggota DPRD Ogan Ilir.
Berarti, mencermati informasi dari BNN menunjukkan kepada kita bahwa tersangka masih belum manjadi Bupati dan tersangka telah “mengakses narkoba” belum turut berkompetisi di ajang pilkada Ogan Ilir. Statemen BNN tidak sampai disitu saja, bahwa BNN menyampaikan dengan segala kemahiranya mengatahui bahwa tersangka juga saat pelantikannya tanggal 17 Februari 2016 di PSCC Palembang dalam kondisi menggunakan Narkoba, jenis Sabu.
Rakyat berterima kasih dengan BNN yang secara konsisten telah melakukan penegakan hukum di Indonesia tanpa tebang pilih. Namun, insiden yang mencoreng nama baik lembaga politik – bupati ditangkap karena Narkoba – semestinya tidak perlu terjadi, jikalau sistem yang dibangun seperti pandangan di atas, karena melalui sistem tersebut dapat secara otomatis memberikan sinyal merah yang dapat mengugurkan “tersangka” dengan sendirinya dari kursi pencalonan kandidat.
Maka dari itu, penguatan KPU selaku institusi penyelenggara harus di arahkan kesana, khusus terkait dengan penetapan atau pembatalan calon Pilkada salah satu caranya KPU dapat bekerja sama melalui MoU terkait dengan “sharing informasi” baik melalui BNN termasuk dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau karena ini bersifat intelejen, seperti apa sistemnya masih bisa dicarikan cara yang lainnya.