DPR hasil Pemilu 2009, sedikit waktu lagi habis umur. Tinggal berhitung minggu, tamat sudah masa kerjanya. Ada yang pilih pensiun dengan rupa-rupa alasan. Misalnya takut kena wasir karena kelamaan duduk, atau jasmani dan rohani sudah low bat kemakan usia. Alasan lainnya: phobia sama konstituen pemilih yang saban waktu siap tebar teror caci maki manakala mereka alpa menjalankan tugas-tugas legislatifnya.
Tapi banyak juga masih doyan duduk lagi. Golongan ini, kalau tidak keliru hitung, 90,8 persen jumlahnya. Di Pemilu 2014, mereka rata-rata menjadi Caleg nomor urut satu atau dua. Soal mengapa mereka sangat doyan duduk lagi, tak perlulah ditanya serius. Karena jawaban bisa macam-macam. Ada yang masuk akal, tapi lebih banyak terpaksa dimasuk-masukan ke akal, sehingga membikin hati tambah bertanya-tanya.
Jadi, ada baiknya dengar suara hati Jiang Ching, karena terasa lebih jujur: “Seks memang nikmat, tapi kekuasaan jauh lebih nikmat,” kata artis opera Cina itu ketika merelakan dirinya dimadu Mao Tse Tung. Lantas, apa nikmatnya jadi anggota DPR? So pasti otomatis naik tahta menjadi “legislator”. Memegang kuasa memelototi tingkah Presiden agar tidak berbuat seenak udel. Tanpanya demokrasi terasa hambar. Bisa-bisa berganti rasa jadi otokrasi.
Jika tahta legislator didapat, nikmat lain menyusul: Harta. Paling tidak, saban bulan bisa terima bersih gaji pokok plus tunjangan Rp 46.100.000,- Ini belum termasuk gaji ke-13, dana penyerapan (reses), upah sidang dan dana insentif lainnya. Kalau dihitung semua, bisa terima Rp 1 milyar per tahun per orang. Konon, besarnya 18 kali lipat dari pendapatan rata-rata perkapita penduduk Indonesia. Begitu kalkulasinya Independent Parliamentary Standards Authority (IPSA). Dana Moneter Internasional (IMF) malah bilang, gaji legislator kita, terbesar keempat di dunia. Sampai-sampai mengalahkan gaji legislator di Amerika Serikat.
Bagi yang bernyali dan mau memutus urat malunya, bolehlah main petak umpet dengan KPK. Pendapatan dijamin bakal meningkat berlipat-lipat. Namanya juga usaha tentu punya resiko. Jika ketangkap, ya… masuk hotel prodeo ditambah gelar baru: Koruptor…! Tapi kalau kelihaian masih dipunyai, hukuman bisa ringan, harta bisa aman bahkan turun tahta pun bisa “dengan hormat”. Dengan begitu, gaji pensiun masih bisa didapat. Ini sudah sering dipraktekkan, dan banyak yang belum ketahuan. Dalam sepuluh tahun terkahir, kata ICW, baru 49 orang ketangkap KPK, 36 orang diantaranya anggota DPR 2009-2014.
Plesiran ke luar negeri adalah nikmat lain yang bisa dirasakan anggota DPR. Nikmat, karena biaya tiket, penginapan, transport lokal, uang makan, uang saku, dana representasi dan asuransi, semuanya ditanggung pakai duit negara. Jumlahnya tergantung mau plesir ke mana, yang pasti saban tahun disiapkan dana ratusan milyar. Tahun 2010 Rp 107 milyar, 2011 naik menjadi 125 milyar, dan naik lagi Rp 140 milyar tahun 2012. Ini menurut Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA). Kalau hitungannya Indonesia Budget Center (IBC), perorang bisa dapat RP 63,7 juta – Rp 128,3 juta untuk tujuh hari. Itu jika tempat plesirannya Inggris, Jerman, Prancis, Swiss, Jepang, Korea Selatan, China dan India.
Tapi soal plesiran ini, caranya mesti halus karena ini perkara sensitif. Gampang memicu tekanan darah LSM. Jadi, mesti pakai pepatah “lain dibibir lain di hati”. Artinya, bibir harus bilang lain mesti kata hati bilang “plesir”. Terserah boleh pakai label apa saja, asal bukan “kunjungan kerja” atau “studi banding”. Mengapa? karena ini sudah keseringan dipake, tidak mumpuni lagi. Jadi cari label baru, yang pokok modusnya mesti sisipkan sedikit waktu diskusi dengan orang-orang penting di sana. Sekedar memenuhi formalitas laporan. Selebihnya, silahkan jalan-jalan, berwisata, berbelanja atau bikin apa saja untuk bersenang-senang, mumpung dibiayai negara. Jika sempat, boleh bawa anggota keluarga tercinta. Kalau anjing-anjing itu menggonggong, maka sebagai kafilah tetaplah berlalu.
Sesungguhnya, masih banyak lagi nikmat susulan yang bisa menghinggapi seorang anggota DPR. Misalnya, perempuan simpanan dimana-mana, atau bermain perempuan jika sedang kunjungan kerja ke daerah. Tapi berhubung media sudah kerap mengabarkannya, malah punya video mesum segala di jejaring sosial, jadi soal ini tak perlulah dibahas. Titik...! (tioncamang)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H