Degradasi tanah merupakan salah satu fenomena yang merujuk pada penurunan kualitas tanah yang disebabkan oleh berbagai faktor alam dan aktivitas manusia. Beberapa penyebab degradasi tanah diantaranya pengolahan lahan secara intensif dan penggunaan pupuk kimia yang berlebihan.
Pengolahan tanah intensif dapat menguras nutrisi yang ada di dalam tanah. Penggunaan pupuk kimia berlebihan dapat mencemari tanah dan membunuh mikroorganisme yang bermanfaat bagi tanah serta dapat merusak struktur tanah. Dampak dari degradasi tanah adalah menurunnya kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan dan produktivitas tanaman.
Tanah yang terdegradasi kehilangan kemampuan untuk menahan air dan udara, yang penting untuk pertumbuhan akar. Penurunan produktivitas berdampak pada produksi pangan, yang dapat menyebabkan kelangkaan pangan dan peningkatan harga pangan yang menjadi perhatian khusus bagi Tim Pengabdian Universitas Jember dari Kelompok Riset Seed and The Future Of Tropical Crop Production.
Sistem pertanian konvensional merupakan sistem yang masih banyak digunakan oleh para petani di Indonesia. Begitu pula dengan kondisi petani di Desa Jubung, Jember. Menurut data BPS Jember (2022) desa Jubung merupakan penghasil kedelai terbesar di Kecamatan Sukorambi. Namun dalam praktek budidaya kedelai yang dilakukan para petani di Desa Jubung kebanyakan menggunakan sistem pertanian secara konvensional yang berakibat para petani di Desa Jubung mengalami beberapa kendala yang disebabkan oleh degradasi lahan dan mahalnya harga pupuk yang berakibat tidak meningkatnya produksi kedelai di Desa Jubung.
Solusi yang ditawarkan dari permasalahan para petani yang tergabung dalam kelompok tani “Tani Mulyo” di Jubung adalah dengan penggunaan Mikroorganime Lokal (MOL). MOL merupakan sekumpulan mikroorganisme yang bermanfaat sebagai starter atau bahan dasar komponen pupuk yang mengandung mikroorganisme baik yang bermanfaat bagi tanaman serta dapat meningkatkan produksi dan juga sebagai agen dekomposer limbah pertanian (Kurniawan, 2018).
MOL sangat berperan penting bagi pertanian dan lingkungan karena MOL dapat membantu proses dekomposisi bahan organik menjadi lebih sederhana yang kemudian dapat diserap oleh tanaman untuk dijadikan nutrisi. Bahan baku dalam pembuatan MOL menggunakan bagian tanaman dan limbah seperti akar tanaman, tunas, limbah rumah tangga, limbah buah-buahan, rumen sapi, dan lain sebagainya.
Akar tanaman merupakan salah satu bahan baku yang sangat berharga dalam pembuatan MOL. Menggunakan akar tanaman sebagai bahan baku dalam pembuatan MOL adalah praktik yang cerdas dan efektif untuk meningkatkan kesuburan tanah, mendukung pertumbuhan tanaman, dan melakukan pertanian yang berkelanjutan.
Mikroorganisme dari akar tanaman biasanya sudah beradaptasi dengan lingkungan lokal sehingga lebih efisien dalam meningkatkan kesuburan tanah dan kesehatan tanaman.
Seperti pada akar bambu yang mengandung bakteri baik seperti Rhizobium, Azotobacter, Azospirillum yang berfungsi sebagai perlindungan tanaman. Akar putri malu juga mengandung bakteri baik yang berfungsi sebagai antimikroba pathogen pangan. Selain itu penggunaan akar tanaman sebagai bahan baku juga dapat dipastikan keberlanjutannya karena dapat diambil dari tanaman di setiap musimnya.
Hal tersebut yang melatarbelakangi Tim Pengabdian Universitas Jember pada kegiatan pengabdian di Desa Jubung memanfaatkan akar tanaman sebagai bahan baku dalam pembuatan MOL. Hasil MOL dari akar tanaman akan digunakan sebagai aktivator dalam pembuatan pupuk organik cair berbahan baku pepaya.
Tim Pengabdian Pemula Universitas Jember dari Kelompok Riset Seed and The Future Of Tropical Crop Production mengadakan Pelatihan pembuatan MOL dari akar bambu, akar putri malu dan akar rumput gajah serta pembuatan pupuk organik cair dari limbah pepaya yang bertempat di Desa Jubung. Sosialisasi tersebut dihadiri oleh Kelompok petani “ Tani Mulyo’’ sebanyak 20 orang. Semangat dan antusiasme anggota kelompok tani dalam kegiatan yang dilakukan cukup tinggi, mengingat kegiatan tersebut penting sebagai upaya dalam mengatasi permasalahan yang dialami para petani hadapi.