Mohon tunggu...
Intan Hafidah NH
Intan Hafidah NH Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Si Gibah Puisi

Intan Hafidah NH, Alumni D3 Budidaya Ikan, Fakultas Biologi UNSOED 2020. Kini menjadi Mahasiswa Alih Kredit Universitas Terbuka Purwokerto, prodi S1 Agribisnis Penyuluhan dan Komunikasi Perikanan. Dapat ditemui online via IG/FB: intanhafidahnh, Channel Youtube: Intan Biru, dan Podcast: Sahabat Kosana, WA: 0856-0012-6977.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Adikku Salah Didiagnosis Selama 15 Tahun

19 Oktober 2020   02:44 Diperbarui: 19 Oktober 2020   07:21 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seberapa penting diagnosis dokter mengenai kondisi pasiennya? Sangat penting. Karena dengan hasil diagnosis tersebut akan menentukan tindakan seperti apa, yang dapat dilakukan untuk kesembuhan dan kebaikan pasien.

Bagaimana jika diagnosis yang diyakini selama 15 tahun itu salah? Apa yang terjadi terhadap pasiennya?

Aku ingin mengenalkan adikku kepada teman-teman semua, setelah mengenalnya mungkin teman-teman dapat mengambil suatu hikmah dari kejadian yang menimpa adikku.

Namanya Putri, dia sekarang berusia 15 tahun. Putri hingga kini belum memiliki status apapun selain seorang anak perempuan dari ayah ibunya. Ia belum dapat bersekolah layaknya anak pada usianya. Mungkin jika ia normal seperti anak lainnya, ia sudah tamat sekolah SMP. Dan memiliki status sebagai pelajar.

Semenjak di dalam kandungan mamah, Putri pernah disangka akan dilahirkan menjadi seorang bayi laki-laki. Sebab saat diperiksa ia sebagai seorang bayi sangatlah aktif menendang perut mamah dan terus bergerak. Namun semua dugaan itu salah. Ya, Putri seorang bayi perempuan.  

Kelahiran Putri mengundang suatu pertanyaan janggal. Ia sebagai seorang bayi perempuan  yang baru lahir tidak menangis, sempat dihiraukan namun tidak ada tindakan apapun menyikapi hal tersebut.

Hari bertambah hari, umur bertambah bulan dan sebagai keluarga yang memiliki bayi, rumah Putri tidak pernah terdengar suara tangisan bayi. Putri tidak pernah menangis, pernah sesekali namun sangat jarang. Menurut orang tua zaman dulu jika bayi jarang menangis, atau saat dilahirkan tidak menangis berati ada sesuatu yang tidak benar. 

Ternyata mitos tersebut bukan sekedar mitos. Berlanjut pada pertumbuhan dan perkembangan Putri sangat lambat, bahkan terlambat dari anak-anak usianya. Misalkan saja ia dapat berjalan pada usianya 5 tahun. Putri sering dibawa ke tukang pijat agar bisa berjalan. Saat itu kondisi Putri sangatlah lentur, sehingga diduga karena itu. Namun ternyata bukan.

Kebenarannya adalah pertumbuhan dan perkembanganya yang lambat. Menurut bidan desa yang sering memeriksa adikku Putri, beliau mengatakan bahwa Putri diprediksi mengalami sindrom autis, dan hiperaktif. 

Muncul lagi kemudian kejadian yang menimpa adikku. Putri mengalami kejang-kejang dengan kurun waktu dekat dan sering hingga berkali-kali. Terakhir terjadi yang ke-7 kalinya dan itu yang terakhir dan paling mengkawatirkan. Sebab jangka waktunya ia mengalami kejang-kejang sampai akan di bawa ke rumah sakit lebih dari setengah jam.

Aku masih ingat saat kejadian itu adikku masih berusia 7 tahunan, saat Magrib tiba-tiba ia mengalami kejang-kejang, giginya terus bergerak, seluruh badannya kaku, matanya tidak terlihat bulatan korneanya.

Seluruh keluarga panik dan dibawalah adikku ke rumah sakit terdekat. Ia langsung dilarikan ke UGD dan dengan obat suntikan dokter ia langsung berhenti tidak kejang-kejang lagi, namun kondisinya tidak sadarkan diri.

Putri juga sebelum insiden itu terjadi, ia sering dibawa periksa ke rumah sakit untuk berkonsultasi dengan dokter anak. Dokter memiliki diagnosis sama seperti bidan di desa yang meyakini adekku mengalami sindrom autis dan hiperaktif. Sehingga penanganannya pun hanya disarankan untuk melakukan terapi di antaranya fisioterapi dan terapi wicara, karena saat itu Putri belum juga dapat berbicara.

Beberapa tahun kemudian setelah diterapi tidak memberikan hasil yang signifikan. Mamah memiliki anak lagi, Putri memiliki adik. Mamah tidak sempat lagi membawa Putri untuk rutin terapi lagi.

Sampai adik Putri besar baru ia diterapi lagi, namun kondisi dalam diri Putri masih sama. Ia belum bisa bicara/komunikasi, tidak dapat fokus terhadap suatu hal, sering asik dengan dunianya sendiri, perubahan moodnya sangat cepat berubah, dan susah untuk dikendalikan.

Putri diperiksa kembali oleh dokter anak dan hasil diagnosis sama. Tindakan yang dilakukan pun sama Putri hanya mendapatkan terapi. Saat itu aku masih SMA masih dapat membantu Mamah menjaga dan menemani Putri selama di RS. 

Namun setelah aku lulus SMA dan kuliah, Putri tidak lagi dapat dibawa ke mana-mana. Sebab semakin sulit menjaganya di tempat luar rumah dan keramaian, apalagi jika mamah menjaganya sendirian. Putri di rumah saja, tidak pernah melakukan terapi lagi.

Ya, memang terapi itu tidak menyembuhkan adikku menjadi normal seperti anak seusianya. Namun benar kata dokter bahwa terapi itu berguna untuk mencegah perilaku Putri supaya dapat dikondisikan atau mengurangi dampak dari sindrom autis dan hiperaktifnya. Gangguan ini memang gangguan sejak di dalam kandungan, jadi tidak dapat disembuhkan. Hanya dapat dicegah agar anak yang mengalami gangguan tersebut dapat hidup normal terhindar dari dampak-dampaknya.

Kemudian, setelah Putri berusia 15 tahun. Ada kejadian yang menimpa kakaknya, tidak lain yaitu aku. Aku mengalami kecelakaan hingga patah tulang, seperti yang aku ceritakan di dalam artikel yang telah aku tayangkan sebelum ini. Putri memukul pundakku yang memang masih memiliki luka bekas oprasi pemasangan pen pada tulang clavicula. 

Akhirnya pundakku mengalami nyeri dan bengkak. Lalu aku pergi ke dokter spesialis tulangku. Dokter terheran-heran setelah tau alasan sakitku. Ia tanya adikku usia berapa sampai pukulannya membuat lukaku bengkak.

Dokter terheran-heran saat aku menceritakan tentang adikku. Langsung ia menyatakan bahwa adikku mengalami salah diagnosis dokter sebelumnya. Menurutnya yang memang pernah meneliti kasus yang sama seperti adikku. Adikku mengalami gangguan ADHD. 

ADHD merupakan gangguan sistem syaraf yang mengakibatkan penderitanya tidak dapat fokus. Jika autis justru penderitanya akan sangat fokus pada suatu hal, begitu tambahnya.

Jadi menurut dokter spesialis tulangku adekku mengalami ADHD. Seharusnya selain terapi adekku juga mendapatkan obat. Dan terapinya pun akan berbeda dengan seorang autis. 

Begitulah pengalaman cerita mengenai adikku, yang mengalami salah diagnosis hingga 15 tahun. Atau bagaimana menurut teman-teman, diagnosis mana yang benar mengenai adikku menurut Anda? Adakah yang memiliki keluarga atau saudara seperti adikku? Jika ada mangga dapat sharing via kolom komentar di bawah atau pesan pribadi.

Terima kasih, semoga tulisan singkat dari pengalaman panjang ini, menuai manfaat.

Salam Sehat!!!

Jangan lupa bersyukur, bahagia, dan tetap jaga pola hidup sehat, semangat!!!

Intan Hafidah NH

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun