Soal revisi aturan, barangkali pencermatan kembali Permendagri Nomor  83 Thn 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa yang kemudian diubah dalam Permendagri Nomor 67 Thn 2017 rasanya agak lebih penting.
Atau membicarakan soal belanja operasional dan insentif RT/RW, juga  lembaga kemasyarakatan lainnya yang masih jauh dari kata layak kalau tak enak disebut kasihan. Lantaran regulasi prioritas penggunaan anggaran Dana Desa (DD) yang begitu ketat.
Lebih krusial dan mendesak lagi adalah langkah strategis pencegahan kasus korupsi. Tidak berlebihan, bukan tidak mungkin, perpanjangan masa jabatan dapat memperlebar ruang penyelewengan.
Dana desa sangat rentan digarong dengan berbagai macam modus. Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW), sejak UU Desa itu disahkan, tren jumlah kasus dan kerugian negara cenderung naik.
ICW mencatat, dari tahun 2015--2021 terdapat 592 kasus korupsi di desa dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 433,8 miliar.
Dan masih banyak problem lain yang barangkali jauh lebih serius dibandingkan dengan wacana tersebut. Perlukah perpanjangan masa jabatan Kades 9 tahun? Tidak perlu. Sekali lagi, tidak perlu!
Jadi, jangan heran sejak wacana itu disuarakan, tidak sedikit pihak yang menolak. Bahkan dinilai sangat politis menuju tahun politik 2024 mendatang. Kira-kira begitu.***
MDW
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H