Hujan menyisakan rintik perlahan, menahan langkah pulang, memadukan suasana dingin dan kenangan, aku dan kamu duduk berhadapan, di sebuah kedai temaram bersama segelas teh yang kehilangan kehangatan.
Kita pura-pura lelah pada keadaan sambil sesekali melihat jalanan yang legang diiringi detak jarum jam yang lebih lambat dari detak jantung kita.Â
Ya!
Kita adalah sepasang kepastian yang belum menemukan titik terang. Matamu masih menyala mencari redup mataku. Pendar cahayanya seolah memohon "ini bukan akhir" dan kita masih bisa berjalan bersama. Namun bongkahan batu dimataku menghalangi cahaya itu.
Hujan menetes di pipiku, dan aku mendengar nafasmu tertahan menunggu.
Hujan semakin membiru.Â
Perlahan dan kaku kehangatan menggenggam tanganku, menyeka tetes hujan dipipiku. Menghapus segala kelu.
Dan dalam 17 detik genggaman itu aku tahu, tak akan ada kata akhir jika itu bersamamu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H