Provinsi Jawa Timur selalu peduli dalam memperjuangkan ketersediaan pangan untuk jaga ketahanan pangan masyarakatnya. Terlebih provinsi ini dikenal sebagai penyangga dan garda terdepan pangan nasional. Mengingat mempunyai lahan sawah terluas di Indonesia, yaitu lebih dari satu juta hektar. Di sisi lain, Indonesia dikenal memiliki kekayaan keragaman hayati terbanyak nomor dua di dunia, merupakan suatu kekayaan negeri yang tak ternilai harganya. Tak berlebihan jika di tahun 2045, akan mewujudkan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia.Â
Banyak tantangan dan ancaman yang harus dihadapi, diantaranya: adanya konversi lahan produktif, yang tak dapat dihindari; Pencetakan sawah baru banyak menimbulkan masalah baru; Iklim sulit diprediksi, menyebabkan ketersediaan air semakin terbatas; Tenaga kerja sulit dan mahal bersaing dg tenaga kerja pabrikan; ancaman hama dan penyakit ditunjang dengan harga Pestisida mahal; Â masalah penyaluran pupuk;Â
Produksi nasional mengalami pelandaian (levelling off), utamanya daerah intensifikasi. Hal ini diduga kuat bahwa "lahan sakit" karena minim kandungan bahan organik, kurangdari 2%, akibat dari exploitasi lahan berlebihan dengan pupuk kimia dan pestisida. Untuk itu, perlu sentuhan teknologi. Â Petani sebagai pelaku utama penerap inovasi, wajib menguasai teknologi dan menjadi tokoh kunci yang tidak dapat diabaikan. Untuk memecahkan permasalahan yang cukup kompleks tersebut perlu penangan dan penerapan inovasi dilakukan secara holistik, termasuk perbaikan lingkungan tumbuh.
Melalui Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian kala itu, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) Sukamandi yang sekarang bertransformasi menjadi Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Benih Padi, telah mengambil peranan penting.  Utamanya  dalam memunculkan inovasi, baik varietas unggul baru (VUB), maupun teknologi budidaya dalam meningkatkan produktivitas. Sejak tahun 1940-an hingga 2019, melalui Kementrian Pertanian telah menghasilkan 350 varietas padi Inbrida dan 104 padi varietas hibrida (Dirjen Tanaman Pangan, November 2020). Â
VUB padi yang dihasilkan cukup variatif, untuk menjawab tantangan tersebut. Sebagai contoh, Inpari ditanam pada lahan irigasi, Inpara untuk lahan rendaman dan rawa, Inpago untuk padi gogo, lahan kering dan lahan tadah hujan. Bahkan Inpari 42 dan 43 diciptakan untuk antisipasi cekaman kekeringan. Ada lagi yang paling baru, yaitu Inpari 46 Nutri Zinc yang kaya zat besi untuk mengatasi stunting.
Untuk meningkatkan produktivitas padi di Jawa Timur, kala itu BPTP Jawa Timur sekaran Balai Penerapan Standar Instrumen Pertanian, telah mengembangkan sistim tanam jarwo 2:1. Â Inovasi ini telah dikembangkan sejak tahun 1996 di beberapa wilayah di Jawa Timur. Inovasi tersebut diciptakan untuk meningkatkan produktivitas melalui penciptaan tanaman pinggir dan peningkatan populasi tanam mencapai 20 hingga 30%. Selanjutnya tahun 2000, diperkenalkanlah inovasi padi dengan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Konsep tersebut mengembangkan inovasi padi secara holistik, dengan pendekatan keterpaduan semua sistim yang ada secara partisipatif, resultantenya memberikan hasil tinggi 5,1-8,5 t/ha. Â
Dampaknya tahun 2008 hingga sekarang dikembangkan SL-PTT padi. Komponen atau instrumen teknologi PTT padi meliputi: Penggunaan VUB; Penggunaan Benih Sehat; Pengolahan Tanah; Penambahan Bahan Organik; Persemaian Kering; Tanam Bibit Muda Umur 15 hari, 2 Tanaman per lubang; Sistem Tanam Jajar Legowo 2:1; pemupukan berimbang dengan menggunakan pendekatan PHSL dan indikator Bagan Warna Daun (BWD) serta melakukan deteksi dini pengendalian OPT.
Pada pertengahan tahun 2011-2015, mengeksplorasi inovasi kearifan lokal yang berasal dari Sumatera Barat, yaitu mengembangkan padi Salibu (sekali tanam, panen berulang hingga 2 kali) atau padi singgang atau ratoon (dalam bahasa Jawa). Â Badan Litbang Pertanian menganjurkan inovasi salibu atau padi ratoon apabila tunggul sisa panen padi setelah muncul tanaman baru lebih dari 70%, bisa dilanjutkan inovasi salibu, bila kurang dari 70%, tidak disarankan untuk padi singgang atau ratoon, kelak akan merugi. Selanjutnya dalam 10 hari setelah tumbuh tanaman baru, segera di pangkas setinggi 3-5 cm dari permukaan tanah, dengan mesin potong rumput, agar pertumbuhannya seragam, kemudian diairi 3-5 cm (macak-macak). Penerapan komponen teknologinya sama dengan dengan budidaya padi PTT. Â
Awal tanaman utama, ditambahkan pupuk organik 5 ton/ha. Untuk pembenah tanah digunakan agrimet dan aplikasi pupuk hayati. Beberapa VUB padi yang memiliki keberhasilan ratoon adalah : Hipa-4 (100%); Â Hibrida Rokan (99,3%); Â Inbrida Inpari 19 (84,9%); Â Maro (76,8%); Hipa-5 Ceva (75.9%); Â Inpari 23 (72,4%); Inpari 24 (69,8%); Â Inpari 25 (69,3%); Â Batang Piaman (64,9%) dan Inpari 32 (62,9%). Pada budidaya padi Salibu, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan diantaranya: tinggi pemotongan batang, varietas yang digunakan, kondisi air tanah setelah panen, dan pemupukan tanaman. Secara ekonomis, sistem padi Salibu dapat menghemat biaya produksi sebesar 30% dan menekan biaya usahatani antara Rp. 2-2,5 juta/hektar dalam sekali panen.