Masih terngiang di telinga, pernyataan Presiden RI, Jokowi pada pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional pada 28 April 2022.
Beliau mengatakan bahwa “pangan dan energi adalah dua masalah yang dihadapi dunia di masa mendatang, keduanya menjadi bidang yang kritis”.
Lebih lanjut Jokowi memerintahkan “tingkatkan produktivitas dan kemandirian di sektor pangan dan energy”. Lakukan secara focus dengan skala yang masif, dikawal, dimonitor agar berjalan sesuai harapan” Yang disebutkan itu merupakan masalah global yang harus diemban juga sebagai Negara yang berdaulat di mata dunia.
Ir. Bambang Pamuji, MSi., Sekretaris Direktorat Jendral Tanaman Pangan, Kementerian Petaanian pada Virtual literasy, live agricultural in action, 25 Mei 2022, menyampaikan ada dua permasalahan besar terkait pemenuhan pangan nasional. Diantaranya yaitu kita harus berpacu antara ketersediaan, dengan meningkatnya jumlah penduduk antara 1,3% sampai dengan 1,5% setiap tahunnya.
Selanjutnya konversi alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian sesuai dengan record data, antara 80 ribu sampai dengan 125 ribu hektar atau rata-rata sekitar 100.000 hektar per tahun, ini cukup besar. Ini menunjukkan bahwa Tekanan sistem produksi padi semakin lama semakin berat dan komplek.
Namun demikian, dilaporkan bahwa dalam tiga tahun terakhir ini Indonesia pada posisi tidak import beras. Dengan kata lain surplus antara kebutuhan dengan produksi yang per tahun itu bervariasi antara tiga sampai dengan satu juta ton. Ini tentu menjadi kebanggaan Presiden RI yang menyatakan “kita, Indonesia sudah 3 tahun tidak melakukan impor beras”.
Perlu diketahui bahwa capaian tersebut dilakukan dengan dua desain, yang pertama adalah peningkatan produktivitas. Mengingat produktivitas di seluruh wilayah Indonesia saat ini masih bervariasi antara 3 sampai dengan 8 ton per hektar.
Pada daerah yang produksi atau produktivitasnya masih rendah didorong untuk bisa ditingkatkan. Kemudian yang kedua adalah mengoptimalkan ruang dan waktu dengan peningkatan indeks pertanaman (IP 400) untuk menambah luas tanam.
Pada daerah yang biasa tanam padi sekali didorong menjadi dua kali tanam, yang sudah tanam dua kali ditingkatkan menjadi tiga kali dan selanjutnya yang tiga kali tanam ditingkatkan menjadi empat kali tanam dalam setahun.
Penanaman empat kali dalam setahun, ini yang dinamakan dengan IP400, sebagai rekayasa mengoptimalkan ruang dan waktu. Upaya ini dilakukan adalah agar terbentuk akumulasi pertambahan luas panen karena bertambahnya luas tanam dalam setahun.
Indonesia menargetkan luas tanam sekitar 10,5 juta hektar dan luas panen sekitar 10 juta itu hektar terdiri dari berbagai agroekosistem atau tipe lahan sawah yang tersebar di seluruh wilayah Indonesi. Bersamaan dengan penerapan IP 400, akan mendorong menggunakan varietas-varietas unggul baru dan genjah (umur pendek) atau VUG yang berpotensi hasil tinggi. Saat ini banyak jenis-jenis varietas padi unggul yang produksinya sampai dengan 10 ton per hektar.
Ade Supriatna dalam publikasi yang dimuat di Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012, Upaya introduksi teknologi baru IP Padi 400 ke lokasi sasaran pengembangan sampai mampu diadopsi oleh petani bukan merupakan upaya mudah.
Terlebih dulu diperlukan beberapa langkah persiapan, mengetahui kondisi biofisik, social ekonomi dan teknologi eksisting yang selama ini diterapkan oleh petani. Informasi tersebut merupakan dasar untuk melakukan rekayasa teknologi dan rekayasa sosial supaya tercipta kondisi kondusif sesuai persyaratan yang dibutuhkan dalam pengembangan IP Padi 400.
Rekayasa teknologi IP Padi 400 mencakup enam aspek, yaitu penggunaan VUG berumur 90-104 hari, berproduksi tinggi, teknologi hemat air, tanam benih langsung, persemaian culikan, dan pengembangan sistem monitoring dini (BB Padi, 2009).
Dalam melakukan rekayasa teknologi, terlebih dahulu perlu diketahui keragaan teknologi yang sedang diterapkan oleh petani (eksisting technology), terutama pola tanam, teknik budidaya, dan kelayakan usahatani.
Pada acara bimbingan teknis dan seminar channel Propaktani, Dr. Suwandi, Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, berulang kali menyampaikan bahwa tanam padi IP 400 bukanlah proyek, namun lebih kepada gerakan menanam padi dengan sistem IP 400 ini nanti bisa menjadi gerakan yang masif dan bisa mengatasi bahkan bisa meningkatkan surplus beras kita sehingga keinginan pak menteri untuk bisa mengekspor beras itu bisa segera terwujud.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H