Indonesia memiliki kekayaan aneka ragam pangan, di antaranya 77 jenis pangan sumber karbohidrat, 75 jenis pangan sumber protein, 110 jenis rempah dan bumbu, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, 26 jenis kacang-kacangan, dan 40 jenis bahan minuman. (Materi Paparan Ka. Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian pada Webinar Propaktani 12 Agustus 2021). Â
Khusus beras sebagai pangan sumber karbohidrat, kebutuhannya kian meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, yang kini mencapai 273 juta jiwa (Sensus BPS, September 2020).
Ironisnya lahan tempat memproduksi pangan kian menyempit. Â Selain itu, untuk pengembangan padi membutuhkan syarat tanah dan air yang khusus untuk tumbuh kembang tanaman padi, terutama padi sawah yang banyak di budidayakan petani.Â
Menurut Ade Surya pada publikasi Info Singkat DPR RI (Maret 2021), Polemik terhadap wacana pemerintah akan melakukan impor beras, dikarenakan belum ada kepastian kecukupan produksi. Â Â
Mengingat tingkat curah hujan yang tinggi di beberapa daerah belakangan ini, menyebabkan produksi beras pada tahun ini belum dapat dipastikan meningkat atau menurun. Â
Oleh karena itu, pemerintah perlu menambah ketersediaan cadangan beras untuk memastikan kelancaran pasokan pangan. Â Lebih lanjut dikatakan bahwa sebenarnya terdapat 6-7 provinsi yang merupakan daerah sentra produksi menjadi daerah surplus. Ini diharapkan bisa menyuplai daerah-daerah yang mengalami defisit. Impor beras akan membawa dampak pada menurunnya harga gabah, yang akan merugikan petani.
Untuk menuju swasembada pangan, Pemerintah seharusnya memfokuskan pada kebijakan yang dapat menstimulasi produksi beras nasional. Â Misal melalui kegiatan mengoptimalkan pemanfaatan lahan dengan beragam inovasi, menumbuhkan lumbung pangan, dan pengembangan teknologi pangan padanan beras. Â
Ada lagi yang penting yaitu perlu diikuti dengan gerakan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi pangan non beras atau padanannya beras sebagai sumber karbohidrat. Â
Gerakan ini menjadi amat penting, karena sebagai kegiatan hilirnya. Percuma saja, manakala inovasi upaya menciptakan pangan non beras sudah banyak dilakukan di hulunya, namun tidak diikuti dengan gerakan massa untuk memanfaatkannya secara optimal di hilirnya.
Pada Sabtu, 10 September 2021 lalu, melalui Webinar Series Propaktani yang diselenggarakan Dirjen Tanaman Pangan, telah disosialisasikan ragam pangan olahan ubi kayu atau singkong. Â
Salah satunya menjadi Singsaras (singkong disawut menjadi beras), yang digagas oleh Prof. Ahmad Subagiyo, guru besar Universitas Jember. Â Ini adalah salah satu bukti bahwa upaya mencari padanan beras terus dikembangkan dan dikaji melalui bahan baku yang mudah didapat dan dikembangkan sendiri oleh masyarakat. Â
Ternyata ubikayu dapat diolah dan dijadikan makanan pendamping beras. Selain itu ubikayu dapat ditanam pada lahan kering/tegalan atau sekitar pekarangan rumah. Â Intinya tanaman tersebut dapat dibudidayakan dan dikembangkan tidak serumit seperti budidaya tanaman padi. Â Â
Launching teknologi singsaras dilakukan sudah sejak tahun 2019 oleh Prof. Ahmad Subagiyo. Konsepsinya adalah menyawut singkong untuk kemudian dikeringkan dan bisa mengganti beras paling tidak menjadi pendamping beras. Â
Jadi inti dari pada teknologi ini didasarkan kepada kondisi bahwasanya singkong mudah mengalami kerusakan fisiologis setelah 2 hari dipanen, sehingga perlu dilakukan pengolahan secepatnya. Â
Pada puncak panen, pengolahan menjadi produk antara (intermediate product) sangat diperlukan. Singsaras (singkong disawut jadi beras) merupakan teknologi sederhana untuk menghasilkan produk antara singkong yang mempunyai umur simpan lama hingga setahun.
Cara membuatnya mudah, bisa dilakukan skala rumah tangga. Prinsip teknologinya sangat sederhana, singkong dikupas dicuci air mengalir dan kemudian disawut. Â
Setelah itu perlu pencucian kembali (rendam) untuk menghilangkan patinya. Fungsi pencucian itu adalah menghilangkan pati yang terekspos, dan ini yang menyebabkan lengket. Ketika pati yang terekspos itu sudah hilang maka mutu daripada serat pangan yang ada di dalam singsaras menjadi lebih baik.Â
Pati yang terekspos tadi apabila tidak di bersihkan mengakibatkan menjadi sangat cepat sekali berubah menjadi gula di dalam perut, sehingga kadar gula darah tubuh menjadi cepat meningkat. Â
Dengan mencuci tadi maka pati terekspos hilang sehingga indeks glikemik rendah dan ini baik untuk penderita diabet, dapat menurunkan kadar gula sekaligus. Â Rendahnya indeks glikemik tersebut menunjukkan tanda bahwa singsaras cocok untuk penderita diabet.
Tahap selanjutnya setelah pencucian, kemudian diperas hingga apuh. Pemerasan ini memberikan ruang untuk masuknya cita rasa kedalam singsaras pada perlakuan pemberian citarasa. Â Â
Tujuan adalah untuk memasukkan aroma dan citarasa yang dikehendaki untuk menghilangkan kesan singkong yang berlebihan. Â Jadi bisa dicover misalnya dengan daun salam, bawang, vanila dan seterusnya bisa dimainkan situ, sambung beliau dalam paparan materi singsaras pada webinar propaktani. Â
Caranya yaitu bahan sawut yang sudah diperas, kemudian direndam dalam air larutan bawang, kemudian dibiarkan selama sekitar 15 menit. Selanjutnya ditiriskan atau diatuskan saja, Â jangan diperas, setelah itu di jemur hingga kadar air mencapai kurang dari 12 %.
Cara memasaknyapun juga mudah, kalau akan dicampur dengan beras, maka berasnya ditanak dulu. Â Setelah mendidih campurkan singsaras, karena singsaras lebih cepat masak dibandingkan beras. Â
Perbandingannya sebagai pendamping beras adalah 1: 1, maksudnya bila ingin menanak beras 200 gram maka gunakan singsaras 200 gram pula. Untuk titik kritis kualitas produk yang perlu diperhatikan adalah pada pemilihan bahan baku. Â
Gunakan singkong manis kadar HCN kurang dari 50 ppm, diantaranya; adira 1, darul hidayah, mentega, ketan gajah, mangu). Umur paling baik gunakan hasil panen singkong yang telah ditanam di sekitar umur 8 - 10 bulan.Â
Kenapa begitu ?..Kkarena pada tanaman singkong pada umur 10 bulan patinya sudah cukup walaupun belum matang benar, seratnya masih dalam tahap hemiselulosa bukan full selulosa.
Setelah membaca dan memahami artikel ini, ayo kita yang di hilir mulailah mencoba untuk berpartisipasi. Siapa lagi klo bukan kita untuk bisa ciptakan kemandirian pangan negeri.  Mulailah mencoba membuat singsaras untuk konsumsi sendiri ataupun memproduksi sebagai peluang usaha UMKM....Ayo semangat membangun negeri, agar terhindar dari polemik import beras....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H