Mohon tunggu...
Tini Siniati Koesno
Tini Siniati Koesno Mohon Tunggu... Human Resources - fokus kepada Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian, Inovasi dan Standar Instrumen Pertanian

bekerja di Balai Penerapan Standar Instrumen Pertanian Jawa Timur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kebangkitan Petani Muda Milenial

21 April 2021   18:30 Diperbarui: 21 April 2021   18:34 1202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampai dengan pertengahan April 2021, harga cabai belum menunjukkan penurunan secara signifikan.  Pada 16 April 2021, harga cabai rawit di kota Surabaya berkisar antara terendah Rp. 55.000,- sampai dengan tertinggi Rp. 80.000,-.  Update harga cabai rawit merah per tanggal 19 April 2021 di DKI, terendah Rp. 45.000,- dan tertinggi di harga Rp. 90.000,-.  Perlu diketahui bahwa cabai yang ada pada bulan Maret-April tersebut merupakan hasil panen penanaman cabai di bulan Desember, Januari dan Februari.  

Bulan-bulan tersebut merupakan bulan dengan curah hujan tinggi dan diikuti dengan cuaca ekstrim.  Kondisi cuaca tersebut akan mengganggu produksi tanaman cabai seperti: rentan serangan hama dan penyakit.  Selain itu cuaca ekstrim juga berpengaruh terhadap perolehan produksi cabai, karena intensitas matahari dan lamanya penyinaran berkurang akan menjadikan proses produksi buah cabai lebih lama, yang berdampak pada tingginya biaya produksi cabai.

Kondisi seperti yang diuraikan tersebut diatas bukanlah masalah bagi petani Mileneal Pulung Widi Handoko, Alumni Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada (UGM).  Itu dibuktikan dengan  paparan materi hasil kinerjanya pada Seminar Virtual (Webinar) Profesional Goes To Campus, Alumni Menyapa II pada 15 April 2021, dengan topik "Kiat Sukses Menjadi Petani Cabai Milenial". Kondisi demikian malah dijadikan peluang untuk meraup keuntungan dg menanam cabai, dimana petani kebanyakan akan mengalami kesulitan, tetapi tidak bagi petani muda mileneal seperti sosok Pulung Widi Handoko. Oleh sebab itu sepakterjangnya yang di luar biasanya hendaknya menjadi inspirasi bagi kaum muda mileneal yang lain.  

Utamanya yg memiliki pendidikan sekolah vokasi pertanian atau para alumni perguruan tinggi latar belakang pendidikan pertanian.  Minimal dengan dasar-dasar pendidikan pertanian sudah dikuasainya.  Pesan ketua Kagama Hari Hardono, dalam kata sambutan para alumni pertanian hendaknya bercita-cita memiliki karier menjadi petani sukses.  Hindari karier yg biasa-biasa saja, seperti menjadi PNS dan pegawai pada umumnya,  para alumni perlu move on

Kembali kepada pengalaman sosok muda mileneal Pulung Widi Handoko yang menjadi petani sukses telah membagikan resepnya, pada webinar tersebut.  Disebutkan bahwasanya dalam membudidayakan tanaman cabai agar meraup keuntungan tinggi, diperlukan suatu strategi.  Diantaraanya yaitu: strategi budidaya maupun strategi memetakan peluang, saat komoditi tersebut mencapai harga tinggi ketika panen.  Pada strategi memetakan peluang, caranya yaitu melakukan maping potensi cabai dari daerah lain.  Misal Sentra produksi cabai rawit itu berada di Jawa Timur, tepatnya ada di  Lamongan, Tuban, Banyuwangi, Kediri, dan Blitar.  Sentra produksi cabai keriting berada di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sumatera Utara. 

Kemudian melihat waktu puncak panen untuk daerah-daerah sentra tersebut.  Hal ini untuk menghindari booming product, yang menyebabkan harga cabai turun drastis.  Strategi selanjutnya yaitu melihat kecenderungan atau trend petani terhadap jenis bibit yang paling disukai dan banyak ditanam.  Caranya yaitu dengan melihat Banyaknya bibit cabai yang terjual di kalangan pendeder (penjual bibit).  Selanjutnya menengok keinginan dan trend pasar yang berkaitan dengan preferensi konsumen terhadap jenis cabai yang paling laku karena disukai konsumen. Perlu diingat banyak Kecenderungan petani jika cabai harga tinggi mendorong petani berjamaah untuk menanam.  Justru fenomena ini patut dihindari agar tidak merugi dikemudian hari.  Kemudian perlu juga melihat momen hari-hari tertentu, missal perayaan Hari Raya Idul Fitri, perayaan Hari Natal dan Akhir Tahun.

Strategi selanjutnya yaitu mengetahui dan menghitung besarnya biaya produksi yang diperlukan.  Pengalaman petani milenial alumni UGM tersebut menunjukkan bahwa hasil kalkulasi biaya produksi menanam cabai rawit, dengan luasan lahan satu hektar adalah Rp. 120.000.000.  Dengan catatan pada luasan tersebut terdapat populasi 16.000 tanaman.  Hasil yang diperoleh 8 ton per hektar  atau 0,5 kg per tanaman.  Dari besaran biaya tersebut, sekitar 60 % digunakan untuk biaya produksi, sedangkan yang 40 % sebagai biaya operasional tenaga kerja dan sewa lahan.  Dari perhitungan tersebut, mendapatkan bahwa biaya produksi per tanaman cabai sampai dengan menghasilkan, seharga Rp. 7.500,- per tanaman.

Maka dari itu, jika harga cabai Rp 50.000,- per kilogram, maka akan diperoleh pendapatan 400 juta rupiah, dengan keuntungan 280 juta rupiah.  Manakala harga itu turun menjadi Rp. 20.000,- per kilogram, diperoleh pendapatan 160 juta rupiah, masih meraup keuntungan 40 juta rupiah.  Demikian halnya jika harga cabai turun menjadi Rp.10.000,- diperoleh pendapatan 80 juta rupiah, petani akan merugi 40 juta rupiah.  Jadi biaya produksi untuk satu kilogram cabai, adalah di harga Rp. 15.000,-.  Petani akan untung jika menjual harga cabainya diatas harga tersebut.

Harga cabai tinggi pada bulan-bulan tertentu, akan menguntungkan petani, namun di sisi lain pihak konsumen mengeluh.  Fenomena ini adalah ibarat dua sisi mata uang, yang sulit menentukan akan berpihak kemanakah?  Keberadaan sosok Pulung Widi Handoko, yang bermain strategi dalam budidaya cabai rawit tersebut, yaitu off season, amat sangat membantu dalam menjaga stabilisasi dan harga.  Oleh sebab itu setelah mencermati webinar Kiat Sukses menjadi petani cabai, diharapkan menggugah para petani untuk mengikuti jejaknya.  

Memang tidak semudah membalikkan tangan untuk mengikuti jejak beliau.  Terutama bekal yang harus dikuasai yaitu strategi budidaya harus strik mengikuti aturan yang ada, dengan kata lain tidak kaleng-kaleng.  Misal harus ikuti SOP budidaya cabai yang baik dan benar, dalam pemilihan lahan, persiapan lahan untuk tanam, pemilihan varietas, persemaian sampai dengan siap tanam perlu aklimatisasi. Selanjutnya diikuti dengan pemeliharaan tanaman dengan pemupukan berimbang dan rasional, pengairan pengendalian hama dan penyakit.  Agar semua acuan diterapkan, petani pelaksana harus membuat jadwal kegiatan, agar tidak ada tindakan atau pekerjaan pemeliharaan tanaman terlewati.  Selamat, mengikuti jejak anak muda milenial yang sukses bertani untuk bangun negeri bumi pertiwi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun