Buah pare dinilai sebagai salah satu komoditi pertanian yang memiliki khasiat kesehatan. Hal tersebut sering dihubungkan dengan kemampuannya sebagai antioksidan, pengatur gula darah, dan penurun tekanan darah. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi makanan sehat, pare menjadi bahan pangan yang diminati oleh konsumen sehingga permintaan terhadap buah yang memiliki rasa pahit itu semakin meningkat.
Para petani melihat hal tersebut sebagai peluang untuk mendapatkan penghasilan, hingga tak sedikit dari mereka yang menanamnya di lahan mereka. Hal tersebut menjadi fenomena yang baik tentunya. Semakin banyak orang yang mau bertani maka semakin banyak pula tanah yang dikelola sehingga ada harapan tercapainya kestabilan ketersediaan bahan pangan. Pun, semakin banyak juga lapangan kerja yang tersedia karena pertanian merupakan salah satu sektor yang membutuhkan banyak tenaga kerja.
Budidaya pare bisa menjadi sumber penghasilan jangka panjang mengingat umur tanaman tersebut yang mencapai tahunan dan bisa berbuah sepanjang waktu. Bahkan dengan perawatan yang baik, tanaman yang memiliki nama latin Momordica charantia itu bisa dipanen 2-3 kali seminggu. Hanya saja dalam budidaya pare petani memiliki tantangan yang besar. Salah satu faktor yang dinilai sulit adalah ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit.
Pare rentan terserang hama lalat buah sehingga buah menjadi rusak dan tidak layak konsumsi. Hal itu tentu merugikan bagi petani sehingga perlu ditanggulangi agar petani tidak mengalami kerugian yang besar. Berbicara soal ketahanan tanaman dari hama dan penyakit, terdapat salah satu petani yang menerapkan cara unik untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Sebut saja pak Abu, salah satu petani di Kecamatan Cangkringan, Sleman, Yogyakarta yang saya temui pada bulan Juli 2022. Lulusan Teknik Listrik itu memiliki cara tersendiri untuk mengatasi hama lalat buah pada tanaman pare. Beliau juga tak segan mengajarkan ilmunya kepada orang lain, termasuk penulis sendiri. Ini adalah pengalaman berharga dan kesempatan yang baik karena saya diperkenankan mempraktikannya langsung di sawah yang petani Sleman itu kelola.
Pak Abu menggunakan umpan jebakan untuk menangkap hama lalat buah. Beliau tidak menyemprotkan bahan kimia ke tubuh tanaman seperti yang dilakukan oleh petani pada umumnya untuk mengendalikan hama tersebut. Menurut Pracaya (2008), lalat buah termasuk hama yang sulit dikendalikan karena telur dan larva hidup dan berkembang di dalam buah. Jadi, cara efektif adalah dengan memusnahkan induknya langsung dengan menggunakan bahan yang telah dicampur zat kimia beracun. Adapun bahan yang digunakan sebagai berikut
1. Mentimun + Furadan
Kami saling berbagi tugas. Saya membelah mentimun menjadi beberapa bagian. Sementara pak Abu yang menaburi bubuk Furadan. Irisan mentimun itu didiamkan selama kurang lebih 5 menit agar racun terserap ke daging buah.
Mengapa menggunakan mentimun?
Dari segi harga terbilang ekonomis, sehingga bisa menekan biaya produksi. Selain itu, buah mentimun memiliki aroma khas yang bisa menarik perhatian lalat buah untuk memakannya. Dengan demikian maka pare bisa aman dari serangan hama tersebut.
Bagaimana dengan hasilnya?
Setelah didiamkan kurang lebih 5 menit, saya bersama pak Abu meletakkan timun beracun itu di sekitar tanaman pare yang berbuah. Sembari menunggu ada lalat buah yang hinggap, kami meneduh di bawah pohon dan mengobrol sambil menikmati jamuan yang ada. Tidak berselang lama, kami memeriksa kembali umpan yang kami pasang. Benarlah, ada beberapa lalat buah yang mati di sana karena menghisap daging buah mentimun yang terkontaminasi racun.
2. Parutan Pare + Furadan
Buah pare yang tidak layak konsumsi akibat terserang hama dan penyakit bisa dimanfaatkan sebagai pestisida. Sistem kerjanya hampir sama seperti cara pertama hanya saja pare di sini tidak dibelah melainkan diparut dan dicampur dengan Furadan. Lalu diletakkan di sekitar buah (biasanya di samping buah yang berada di atas bedeng).
Dua cara pengendalian hama di atas juga bisa diaplikasian pada tanaman lain, tidak hanya pada pare. Selamat mencoba.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H