Mohon tunggu...
Tinezia Tanjung
Tinezia Tanjung Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswi uajy

fisip uajy'19

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Sedekah Laut Menjadi Ikon Kota Cilacap

19 Desember 2020   00:52 Diperbarui: 19 Desember 2020   01:13 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia memiliki beragam budaya yang terdapat dalam beberapa daerah. Salah satunya adalah budaya yang terdapat di kota Cilacap Jawa Tengah yaitu Sedekah Laut. Sedekah Laut merupakan sebuah tradisi yang terkait dengan akidah atau kepercayaan tertentu, tradisi ini merupakan perwujudan rasa syukur masyarakat pesisir pantai kepada Tuhan Yang Maha Esa terhadap rezeki yang telah di terima.

Di wilayah pantai selatan tradisi sedekah laut juga dilaksanakan dengan memberi macam-macam sesaji seperti kepala kerbau, buah buahan hasil panen, sayuran, tumpeng, alat-alat kecantikan (make up) kepada yang mbau reksa yang menguasi pantai selatan yaitu Nyi Roro Kidul. 

Kepercayan tentang adanya Kanjeng Roro Kidul bukan hanya dimiliki oleh masyrakat nelayan saja, tetapi sudah menjadi kepercayan milik masyarakat umum juga. Sedekah Laut di Cilacap merupakan agenda yang dilaksanakan setiap setahun sekali. Tradisi ini juga bukan hanya melibatkan kelompok nelayan saja, melainkan pemerintah kabupaten Cilacap juga ikut serta. 

Sejarah Sedekah Laut

Tradisi sedekah laut berawal dari peristiwa tumbuhnya kembang Wijayakususma pada jaman Prabu Aji Pramosa dari kediri yang bertahun-tahun telah menimbulkan kepercayaan bagia raja-raja Surakarta. Kembang Wijayakusuma memiliki tiga warna yaitu   merah, hijau, dan kuning. ketiga warna tersebut memiliki makna.

Warna merah memberikan makna kekuatan membnetuk sel-sel baru di tubuh manusia. Warna hijau memberikan makna kekuatan memelihara sel-sel tubuh manusia dan yang terakhir wana kuning memberikan makna kekuatan untuk mengganti sel-sel tubuh dalam manusia.

Dengan adanya keprcayaan tersebut, setiap penobatan raja baik di Surakarta naupun Yogyakarta selalu mengutus 40 orang utusan untuk memetik kembang Wijayakusuma.Menurut Babad Tanah Jawi, Adipati Anom, Sunan Amangkurat II pernah mengirim utusan untuk memetik kembang Wijayakusuma, yaitu setelah ia rnenobatkan dirinya sebagai raja Mataram menggantikan ayahandanya.

Menurut seorang sejarawan Belanda H.J. de Graaf, peristiwa jumenengan tersebut dilaksanakan di Ajibarang pada tanggal 7 Juli 1677 dalam perjalanannya ke Batavia saat dikejar Trunojoyo. 

Menurut keterangan, cara memetik bunga Wijayakusuma tidak dengan tangan tetapi dengan cara gaib melalui samadi. Sebelumnya para utusan raja melakukan upacara "melabuh" (sedekah laut) di tengah laut dekat pulau Karang Bandung. Sebelum dipetik, pohon itu dibalut terlebih dahulu dengan cinde sampai ke atas.

Dengan berpakaian serba putih utusan itu bersamadi di bawahnya, jika memang samadinya terkabul, kembang Wijayakusuma akan mekar dan mengeluarkan bau harum. Kemudian bunga itu jatuh dengan sendirinya ke dalam kendaga yang sudah dipersiapkan. Selanjutnya kembang tersebut dibawa para utusan ke Kraton untuk dihaturkan ke hadapan Susuhunan Sri Sultan.

Penyerahan itu pun dilakukan dengan upacara tertentu, konon kembang itu dibuat sebagai rujak dan disantap raja yang hendak dinobatkan, dan dengan demikian raja dianggap syah dan dapat mewariskan tahta kerajaan kepada anak cucu serta keturunannya. Mitos tentang kembang Wijayakusuma melahirkan upacara budaya sedekah laut yang dilaksanakan setiap bulan Sura oleh masyarakat nelayan pantai selatan, dengan melarung rejekinya ke laut pantai selatan. 

Kemudian, Tradisi sedekah laut di kota Cilacap berawal dari perintah bupati Cilacap ke-3 yaitu Tumenggung Tjakrawerdaya III yang meminta kepada sesepuh nelayan Pandanarang yitu Ki Arsa Menawi untuk melarung sesaji ke laut selatan.

Pada Tahun 1875 saat hari Jumaat Kliwon tepat pada bulan Syura, sedekah laut dilaaksanalan dengan menyertakan kelompok nelayan di darah Donan, Sidakaya, Sentolokawat, Tegalkatilayu, Lengkong, dan Kemiren. Kemudian pada tahun 1983 sedekah laut berhasil diangkat sebagai warisan budaya Cilacap dan sebagai atraksi wisata.

Sedekah Laut juga termasuk sebuah identitas budaya masyarakat di Cilacap. Menurut Fong identitas budaya sebagai identitas komunikasi dengan sistem perilaku verbal dan non-verbal yang diartikan dan dibagikan kepada anggota kelompok dan rasa saling memiliki dalam membagi warisan, budaya, bahasa, norma yang sama (Samovar 2014:187).

Dari penjelasan tersebut, mengartikan bahwa tradisi sedekah laut merupakan sebuah warisan yang turun temurun dan membawa sebuah warisan untuk dilestarikan oleh generasi selanjutnya, yaitu kita sebagai warga masyarakat dari kota Cilacap. 

Tanpa kita sadari bahwa kegiatan tradisi seperti sedekah laut ini juga terkait dengan identitas budaya, dan keterlibatan setiao individu juga terkait dengan identitas budaya. Menurut samovar (2014:260) Adanya keterlibatan individu dalam sebuah peringatan atau acara tertentu dapat mengidentifikasi identitas budaya orang tersebut.

Hal ini mengartikan bahwa, ketika masyarakat Cilacap ikut serta dalam tradisi Sedekah Laut, secara tidak langsung menunjukan bahwa mereka bagian dari daerah Cilacap. Setiap masyaakat yang menghadiri dan ikut merayakan tradisi ini, mereka juga membangun sebuah identitas dengan cara melakukan aktivitas budaya. 

identitas budaya dalam (samovar:2017) dijadikan beberapa klasifikasi seperti, identitas rasial, identitas etnis, identitas gender, identitas nasional,  identitas regional, identitas organisasi, identitas pribadi, dan yang terakhir adalah identitas dunia maya/khayalan.

Tradisi sedekah laut masuk ke dalam klasifikasi identitas regional atau berdasarkan aspek agama, artinya upacara tradisi sedekah laut dianggap sebagai wujud permohonan atau permintaan doa kepada Tuhan yang Maha Esa supaya para nelaya tidak menjumapi banyak hambatan pada saat mencari ikan di laut dan mendapatkan ikan yang berlimpah.

Selain permohonan doa, sedekah laut juga bentuk rasa syukur masyarakat pesisir pantai yang notabene menjadi seorang nelayan atas tangkapanikan tahun-tahun sebelumnya yang dipersembahkan pada Ratu pantai selatan yaitu Nyi Roro Kidul. 

Di Indonesia banyak budaya yang beragam, sehingga mengakibatkan perbedaan. seperti perbedaan bahasa, makanan, dialek bahasa. Tetapi dari perbedaan tersebut membuat setiap daerah memiliki identitas budayanya masing-masing. 

Seperti halnya, ketika Cilacap sedang melaksanakan tradisi sedekah laut dan terdapat beberapa makanan yang mengidentifikasi bahwa tradisi atau ritual tersebut adalah bagian dari Cilacap. Contoh makanan yang mencerminkan dan bisa menjadi identitas budaya Cilacap sendiri adalah, adanya tumpeng dalam tradisi, jenang, jajanan pasar dan masih banyak lagi. 

Berbicara mengenai Identitas budaya, karena Indonesia merupakan negara yang kaya akan keberagaman budaya, ras, agama, suku. Sudah dipastikan bahwa terdapat beebrapa konflik yang terjadi. Menurut Samovar(2014), ada berbagai masalah yang bisa ditimbulkan akibat perbedaan budaya seperti rasis, etnosentrisme, maupun stereotype.

Seperti halnya, ketika terdapat beberapa masyarakat Cilacap yang menolak dengan di adakannya tradisi Sedekah Laut. Seperti yang dilansir oleh Merdeka.com, terdapat beberapa pamflet di jalanan cilacap yang bertuliskan sejumlah pesan peringatan bencana tsunami karena azab dari tradisi sedekah laut.

Ada beberapa kelompok yang menganggap bahwa kegiatan tradisi sedekah laut adalah kegiatan musyrik dan menyembah berhala. Munculnya pamflet provokator tersebut, seolah-olah terdapat kelompok yang tidak menghargai budaya dan kebiasaan masyarakat Cilacap yang sudah turun-temurun. Hal tersebut hanya akan berpotensi meemcah belah anak bangsa. 

Kita sebagai generasi penerus bangsa, sudah sepantasnya melestarikan budaya yang ada di daerah kita dengan mengedepankan rasa toleransi kepada sesama. Karena dengan adanya rasa toleransi, akan membawa kehidupan yang damai dan sejahtera. 

Daftar Pustaka 

Ridlo, M. (2018). Polemik Spanduk Provokatif Jelang Sedekah Laut Cilacap. liputan6.com. diakses pada tanggal 18 desember 2020. 

Suryanti, A. (2017). Upacara Adat Sedekah Laut di Pantai Cilacap. researchgate.net. diakses pada tanggal 18 Desember 2020. 

Samovar, Larry A., et al. Komunikasi Lintas Budaya. Salemba Humanika, 2014.

Subagyo, T. (2019). Pemkab Cilacap Gelar Sedekah Laut. antaranews.com. diakses pada tanggal 18 Desember 2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun