Mohon tunggu...
Tina Sulistianingsih
Tina Sulistianingsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Indraprasta PGRI Jakarta

Well done!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Matematika: Siapakah Aku Sebenarnya?

20 November 2021   15:25 Diperbarui: 20 November 2021   15:40 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebanyakan orang beranggapan bahwa katanya, matematika itu adalah pelajaran paling susah yang belajarnya cuma berhitung dan menghafal rumus-rumus saja. Namun, jika dari dulu sampai sekarang kita masih berpikir seperti itu, artinya selama ini kita sudah salah besar. Kenapa? Karena kita sudah salah menilai, sehingga pada akhirnya pelajaran matematika seolah menjadi sebuah ilmu yang paling menyeramkan. Apalagi kalau kita disuruh untuk mencari nilai "x" yang tidak tahu kemana, atau harus mengerjakan persoalan cerita yang sebagian tidak ada hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Hal tersebut kemudian membuat kita merasa pusing dan frustasi setiap kali harus belajar matematika. Padahal sebenarnya, matematika jauh lebih dari itu. Maka, sekarang waktunya kita untuk mengenal lebih jauh tentang sosok matematika yang sebenarnya.

A. Zaman Batu (35.000 SM)

Semua dimulai ketika angka dan konsep berhitung belum ada di kepala manusia. Dahulu, manusia terus-menerus mengamati fenomena sekeliling mereka dan akhirnya menyadari adanya kejadian yang berulang, yaitu tentang siklus pergantian musim. Oleh karena itu, mereka akhirnya mencoba mencari cara untuk memahami tentang bagaimana siklus pergantian musim itu terjadi. Cara yang mereka gunakan adalah menghitung fase bulan dengan garis demi garis, sehingga hal tersebut menjadi sebuah pijakan awal untuk ARITMATIKA atau ilmu yang mempelajari tentang bilangan.

B. Mesopotamia (3.000-2.000 SM)

Sekitar tahun 3.000-2.000 SM, akhirnya Bangsa Sumeria berhasil mengubah perhitungan garis menjadi sebuah simbol-simbol angka. Mereka menerapkan sistem angka berbasis 60 yang digunakan untuk menghitung waktu, berdagang, membangun peradaban Mesopotamia, dan berhasil mengembangkan awal mula cabang ilmu matematika lainnya yaitu GEOMETRI atau ilmu yang mempelajari bentuk, ukuran, posisi, dan sifat ruang. Bangsa Sumeria juga berhasil menciptakan sistem kalender menggunakan siklus 12 bulan dalam setahun.

C. Yunani Kuno (500-300 SM)

Aritmatika dan teori angka semakin berkembangan, sampai akhirnya di era ini para filsuf Yunani mengembangkan LOGIKA MATEMATIKA atau ilmu yang mengaplikasikan konsep penalaran deduktif ke dalam perhitungan. Saat itu, Platonic Solids berhasil menafsirkan semua unsur yang ada di bumi ke dalam bentuk 3 dimensi. Pemikiran itu juga sampai kepada Euclid dari Alexandria yang kemudian juga ikut mendalaminya. Euclid kemudian mencatat seluruh pemikirannya ke dalam 13 buku geometri, dimana buku-buku tersebut masih relevan hingga saat ini.

D. Zaman Romawi (25 SM)

Di zaman ini, akhirnya manusia berhasil naik level dalam hal perhitungan. Bangsa Romawi berhasil menciptakan sistem penomoran melalui alpabet. Namun, permasalahan mulai timbul karena angka yang mereka punya ternyata memiliki keterbatasan. Mereka kesusahan untuk menghitung angka-angka yang super besar karena dalam perhitungannya, bangsa Romawi tidak memilki angka nol.

E. India (628)

Untuk mengatasi keterbatasan perhitungan yang dialami bangsa Romawi, akhirnya pada zaman ini penemuan angka nol berhasil mengubah segalanya. Benda bulat ini memiliki peran yang sangat penting bagi kemajuan matematika yang melesat. Manusia akhirnya bisa menghitung jauh lebih besar dan kompleks. Dari sini lah, ALJABAR kemudian lahir di dataran timur tengah dengan sosok ilmuwan jenius Al-Khwarizmi yang membahasakan ide abstrak dan meringkas kata-kata menjadi formula persamaan matematika.

F. Eropa (1687)

Ilmu yang ditemukan oleh sosok Al-Khwarizmi kemudian dibawa jauh hingga ke Eropa. Di sana, dunia semakin berubah dengan cepat, secepat buah apel yang jatuh dari pohonnya. Fenomena tersebut kemudian diamati oleh Isaac Newton, sosok pemikir besar yang lalu menemukan KALKULUS atau ilmu yang mempelajari tentang seberapa besar perubahan-perubahan yang terjadi pada benda-benda. Dengan cara pengukuran ini, matematika membantu bidang ilmu lainnya berkembang pesat menciptakan industri yang jadi awal peradaban modern.

G. Masa Depan (2100)

Setelah mengamati ruang di alam semesta, kini manusia berhasil menciptkan dunianya sendiri yang dibangun dengan angka 0 dan 1, mencampurkan segala penemuan matematik dari era-era sebelumnya dan mencampurkannya dengan penemuan-penemuan baru di era modern. Seperti ilmu STATISTIKA atau ilmu yang menganalisis fakta dari kumpulan data dengan menggunakan matematika serta KOMBINATOR atau ilmu yang berkaitan dengan perhitungann bangun yang diskret. Selain itu, manusia kini mampu menciptakan peluang yang tak terhingga untuk penemuan-penemuan baru di masa depan.

Setelah melihat tentang bagaimana sosok matematika itu, jatuh cinta pada matematika bukan merupakan hal yang tidak mungkin lagi. Karir sebagai seorang matematikawan di dunia ini sangatlah terbuka lebar. Ketakutan bahwa belajar matematika nantinya akan susah bekerja, itu hanyalah pandangan usang. Kenyataannya, di dunia yang penuh data sataistik saat ini, belajar matematika adalah investasi penting untuk masa depan.

Namun, bukan berlebihan jika matematika juga disebut-sebut sebagai bahasa universal atau kode tentang alam semesta. Seperti perkataan Richard Fayman sebagai berikut :

Kita mustahil bisa menjelaskan keindahan hukum-hukum alam yang sanggup menggerakkan nurani seseorang, kalau orang itu tidak memahami matematika

Dari kutipan tersebut, kita bisa tahu bahwa ternyata segitu besarnya pentingnya matematika di dunia ini. Oleh karena itu, kita harus segera mengubah cara pandang kita terhadap matematika. Pertama, yaitu dimulai dengan tidak menganggap lagi bahwa matematika itu hanya sekedar berhitung dan mengahafal rumus-rumus saja. Kedua, kita harus tahu bahwa matematika adalah bahasa yang memilki aturan-aturan yang jelas, sehingga untuk memahaminya kita harus mengerti konsep-konsep dasarnya terlebih dahulu.

Hal yang harus kita pikirkan adalah bukan tentang pekerjaan apa yang bisa kita dapat jika kita belajar matematika, tapi pekerjaan apa yang membutuhkan ilmu matematika nantinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun