Mohon tunggu...
Tinah
Tinah Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger, Buzzer

Lifestyle Blogger dan Influenceer

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Inilah Tujuan dari Sertifikasi Perkawinan

25 November 2019   10:15 Diperbarui: 25 November 2019   10:17 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Amirsyah Tambunan (instagram/@fmb9.id)

Pernikahan hal yang sangat sakral, dan moment yang sangat dinantikan bagi para orang tua dan pasangan pengantin. Pernikahan adalah janji suci, yang harus kita pegang sampai mati. Pernikahan juga harus dipikirkan dengan matang oleh calon pengantin. Agar pernikahan tetap langgeng sampai akhir hayat.

Oleh sebab itulah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK)  Muhadjir Effendy akan mewajibkan pasangan yang akan menikah untuk menjalani sertifikasi persiapan perkawinan berupa kelas atau bimbingan pranikah.

Pasangan calon pengantin kemungkinan akan mengikuti kelas bimbingan pranikah sebelum melangkah lebih lanjut ke mahligai rumah tangga untuk sertifikat nikah.

Lantas apa sih tujuan dari program sertifikasi perkawinan ini?
Sertifikasi Pra Nikah sebagai bekal calon pengantin dalam menghindari problem perkawinan.

Foto Dokpri
Foto Dokpri

Oleh sebab itulah FMB9 menggelar diskusi media pada Hari Jum'at 23 November 2019 dengan tema "Perlukah Sertifikasi Perkawinan", bersama dengan Kemenko PMK, Kemenag RI, BKKBN dan MUI Pusat. Acara diskusi ini berlangsung di Kemkominfo, Jalan Medan Merdeka Barat no.9 Jakarta.

Acara diskusi ini dihadiri oleh beberapa narasumber yaitu : Ghafur Akbar Dharmais P, Deputi VI Kemenko PMK, Muhammadiyah AM selaku Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama, Hasto Wardoyo selaku kepala BKKBN, dan Amirsyah Tambunan selaku Wasekjend Bidang Informasi dan Komunikasi MUI

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa perkawinan adalah suatu komitmen dari pasangan yang ingin membina keluarga bahagia dan sejahtera sepanjang hayat.

Komitmen suci tersebut idealnya membentuk keluarga-keluarga harmonis, sehat, cerdas, bermasyarakat dan pada akhirnya mendorong terciptanya bangsa yang berdaya saing

Namun demikian, kondisi keluarga maupun masyarakat tidak seindah ikatan janji suci antara pasangan suami-istri karena menyangkut juga proses keluarga dalam membangun tumbuh kembang anak.

Menurut data Susenas sedikitnya terjadi 11,2% perkawinan anak atau di bawah umur. Sepanjang tahun 2018, menurut Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung ada 375.714 kasus perceraian dan ini terus meningkat dari tahun ke tahun.
Yang lebih menyedihkan lagi menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sepanjang tahun 2017 sedikitnya 393 anak mengalami kekerasan seksual dalam rumah tangga.  

Amirsyah Tambunan, Wasekjend Bidang Informasi dan Komunikasi MUI (instagram/@fmb9.id)
Amirsyah Tambunan, Wasekjend Bidang Informasi dan Komunikasi MUI (instagram/@fmb9.id)

Pemerintah memfasilitasi warga untuk melaksanakan pernikahan meski juga masih cukup banyak perkawinan secara adat. Lewat UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan setidaknya negara membantu proses warga untuk membina keluarga.
Perubahan norma dalam batas umur pernikahan bagi pria dan wanita yang akhirnya disamakan menjadi 19 tahun menjadi sebuah kesadaran bersama bahwa kondisi kesiapan psikologi dan kesehatan pasangan juga penting sebelum memasuki gerbang perkawinan.

Dari sinilah pemerintah juga ingin memaksimalkan bimbingan perkawinan bagi para pasangan yang ingin menikah. Kemenko PMK dan Kemenag RI tengah menggodok rencana program sertifikasi perkawinan.

Program sertifikasi perkawinan tersebut nantinya akan menjadi salah satu syarat pernikahan bagi para pasangan yang akan menikah. Mereka akan diberikan bimbingan perkawinan secara komplet mulai dari mewujudkan keluarga sehat dan bahagia serta cara mengatasi konflik keluarga.

Menurut Mohsen selaku Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Kemenag RI, Sertifikasi Pra Nikah  harus di fasilitasi dan diberikan bimbingan teknologi dan penyelenggaranya harus di standarisasi. Sertifikat bukan sebuah kewajiban dari calon pengantin untuk melakukan pernikahan, namun menjadi kewajiban pemerintah  untuk memfasilitasi dan memberikan bimbingan kepada calon pengantin. 

Di dalam bimbingan berkaitan dengan relasi harmoni pasutri, keuangan keluarga, dan masalah-masalah yang umum terjadi pada pernikahan seperti perceraian, KDRT dan lain lain. Standarisasi Pra Nikah diberikan semacam standar kapasitas paling tidak termasuk formasi yang tidak diragukan lagi. Fasilitator harus dipersiapkan, afirmasi anggaran juga harus cukup dan perlu direncanakan sedemikian rupa bila kemudian menjadi sebuah kewajiban nasional. Pada tahapan yg sudah berkeluarga, bimbingan pra nikah atau bimbingan perkawinan dua proses yang terus-menerus harus dilakukan.

Kementerian Agama merupakan institusi yang paling dekat dengan masyarakat, ini sangat strategis untuk sebuah revitalisasi apabila kita menjadikan sebagai layanan bimbingan sebagai layanan untuk sementara.

Sementara itu Hasto Wardoyo selaku Ketua BKKBN Pusat menjelaskan bahwa Pemerintah dalam hal ini meminta BKKBN untuk mencetak generasi yang unggul untuk Indonesia maju, sehingga keluarga ini menjadi suatu yang sangat penting.
Oleh karena itu BKKBN memandangnya untuk memperoleh  generasi yang unggul harus ada proses reproduksi yang baik, dan juga sehat. Kita sadar betul bahwa indikator derajat kesehatan bangsa adalah angka kematian ibu dan angka kematian bayi karena tidak mengerti bagaimana persiapan untuk menghadapi kehamilan.

Melalui Sertifikasi Pra Nikah inilah nantinya calon pengantin bisa mendapatkan materi penting terkait pernikahan dan kemudian calon pengantin akan diberikan sertifikat. Hasto Wardoyo sangat optimis ketika ada Sertifikasi Pra Nikah bisa kita manfaatkan untuk memberikan masukan proses reproduksi sebelum mereka bereproduksi.

Ghafur Akbar Dharma Putra selaku Deputi VI Bidang Kemenko PMK, kita harus paham, bahwa keluarga adalah unit terkecil masyarakat yg merupakan pondasi penting dalam membangun SDM. Bimbingan perkawinan adalah usaha nyata yang dilakukan pemerintah untuk mempersiapkan pasangan calon pengantin memasuki mahligai rumah tangga, diantaranya bimbingan lifeskill dan softskill.

Negara merasa wajib dengan penguatan ketahanan keluarga, untuk itu bimbingan perkawinan menjadi kewajiban yang tidak menggangu. Juga disiapkan materi tentang upaya mengatasi konflik keluarga, lalu materi terkait upaya memperkokoh komitmen. Misalnya dengan memberi kemampuan berusaha, termasuk mendapatkan modal untuk usaha.

Amirsyah Tambunan (instagram/@fmb9.id)
Amirsyah Tambunan (instagram/@fmb9.id)

Pelaksanaan UU No. 16 Tahun 2019 masih perlu peraturan lebih lanjut. Demi bisa mendukung upaya pemerintah melakukan sosialisasi dan pembinaaan kepada masyarakat mengenai pencegahan perkawinan anak, bahaya seks bebas dan perkawinan tidak tercatat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun