Dugaan korupsi yang terjadi di LTE PLTGU Belawan sampai saat ini belum menghasilkan titik terang. Berbelit-belitnya perkembangan kasus tersebut terkesan ada yang janggal dalam pengusutan itu sendiri. Sudah sekian lama diindikasikan adanya kriminalisasi bisnis dalam kasus tersebut. Hal ini didukung oleh pendapat para pengamat mengenai kasus ini.
Berikut beberapa rangkuman pandangan para pengamat mengenai kasus LTE PLTGU Belawan.
1. Todung Mulya Lubis
Beliau adalah kuasa hukum PLN. Menurutnya kasus yang terjadi di LTE PLTGU Belawan tersebut sangat mengherankan. Ia berpendapat bahwa tuduhan dari kejaksaan tidak benar dikarenakan beban 123 MW yang diperoleh penyidik Kejagung bukan berasal dari hasil pengujian tetapi kejaksaan hanya menyaksikan mesin yang pada saat itu hanya memikul beban 123 MW di siang hari. Padahal berdasarkan pengujian yang sebenarnya oleh lembaga sertifikasi, daya mampu GT 2.1 mampu mencapai 140,7 MW sehingga melebihi daya mampu minimal kontrak.
Tidak hanya itu, kejaksaan yang menilai PLN merugikan keuangan negara juga tidak berdasar. Alasannya, realisasi nilai kontrak justru jauh lebih kecil dari HPS kontrak awal. Pada HPS kontrak awal dengan pemenang tender Mapn CO, tertulis sebesar Rp 645 miliar, sementara harga yang tertuang dalam kontrak hanya 431 miliar.
2. Pakar Hukum Universitas Indonesia, Dr Dian Simatupang
Menurut Dian, dalam kasus PLN tidak ada unsur kerugian negara. Dalam hal proyek peremajaan PLTGU Belawan ini tidak ada uang negara dalam APBN yang digunakan. Namun dana yang dipakai dalam proyek tersebut murni menggunakan anggaran dari PLN.
Menurut ia lagi, yang dialami PLN ini merupakan kelanjutan bentuk pendzoliman yang dilakukan oknum Kejaksaan. Akibat ulah oknum-oknum kejaksaan, turut menyebabkan sistem hukum yang ada saat ini sudah melenceng, sehingga diperlukan reformasi hukum yang menyeluruh.
3. Menteri BUMN, Dahlan Iskan
Ia menyayangkan sejumlah tenaga ahli PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dijadikan terdakwa dengan tuduhan merugikan keuangan negara dalam kasus tersebut. Kasus itu baru dugaan dan sebaiknya dibuktikan dulu saja kebenarannya.
4. Pengamat ekonomi Toni Prasetyantono
Toni berpendapat kasus-kasus kriminalisasi korporasi oleh oknum penegak hukum yang belakangan marak, seperti kasus LTE PLTGU Belawan, bisa menimbulkan kerugian ekonomi yang besar.
Upaya kriminalisasi akan berakibat adanya ketidakpastian hukum, sehingga menimbulkan pula ketidakpastian investasi. Walhasil, ekonomi makro pun bisa terganggu.
Dalam perkara LTE PLTGU Medan, Mantan Komisaris Independen Bank Permata itu melihat PLN justru berupaya transparan dan mendapatkan harga termurah dan dengan cara menyelenggarakan pemilihan langsung. Ia menyampaikan agar masyarakat dan pemerintahan mendukung upaya transparansi dan akuntabilitas yang tengah digalakkan oleh PLN. Jangan sampai upaya kriminalisasi justru akan berdampak kurang bagus bagi PLN.
5. Imam Haryanto
Sebagai kuasa hukum salah satu terdakwa, ia sangat menyayangkan kenapa kasus ini bisa berujung penahanan. Bahkan ia memohon penangguhan penahanan para tersangka dikarenakan disamping kasus ini belum ada bukti yang kuat, tenaga ahli yang ditahan juga sangat dibutuhkan PLN untuk mengatasi krisis listrik di Sumut, setidaknya saat Ramadhan nanti.
6. Fabby Tumiwa
Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) ini menyatakan kasus tersebut tidak masuk kategori korupsi melainkan kriminalisasi. Ia melihat bahwa kasus Belawan tersebut bukan ada unsur korupsi pada sisi direksi artinya bukan sistemik PLN.
Sebagai Dirut PLN yang sudah banyak mendapatkan penghargaan sebagai individu yang bersih dari KKN, ia yakin proses tender untuk proyek LTE PLTGU Belawan telah sesuai dengan prosedur dan tata kelola usaha yang baik. Keputusan PLN melakukan pemilihan langsung untuk mengerjakan proyek LTE secara teknik dan prosedur sudah tepat, sesuai dengan pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) dengan standar terbaik. Apabila tidak dilakukan pemilihan langsung, krisis listrik di Medan dan Sumut akan lebih buruk lagi. Sebab jam operasional kedua mesin itu sudah di atas 100 ribu jam. Potensi gangguannya sangat besar bila tidak segera diremajakan sehingga berdampak pada ketersediaan listrik di Medan dan Sumatera Utara, papar Nur Pamudji.
Dengan banyaknya pendapat dari para ahli dan pengamat sepertinya kejaksaan harus lebih teliti dalam menilai sebuah kasus. Jangan sampai kriminalisasi ini menciptakan citra buruk bagi kejaksaan atau menimbulkan pandangan negatif oleh masyarakat. Sudah semestinya PLN mendapat dukungan penuh dari semua pihak dikarenakan banyak juga prestasi-prestasi dan penghargaan yang mereka dapatkan belakangan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H