Mohon tunggu...
Fatimatus zahrah
Fatimatus zahrah Mohon Tunggu... Penulis - Ig : tinaakmal21

Penulis amatir yang selalu berusaha menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang lain lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Merindui Surga

9 Mei 2019   08:55 Diperbarui: 9 Mei 2019   16:00 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  "abi cepat pulang yah, rifka pasti kangen abi" celotehku, aku memeluk abi rafka juga kemudian umi.
    "mas hati-hati, jaga diri baik-baik disana" kata umi

  "iya iya, jagain anak-anak  ya dek, baik-baik juga dirumah, Abi berangkat dulu, nanti klau sudah Abi pulang, abi akan bawa kalian jalan-jalan keliling jawa" kata abi. ini pasti imbalan sudah meninggalkan keluarga dengan waktu lama.
" yeeyy asik kita jalan-jalan dek" aku dan Rafka loncat-loncat kegirangan, lalu setelah umi menciumi punggung tangan abi, abi menaiki mobil sedan hitam milik temannya, aku terus melambaikan tangan pada abi sampai mobil nya benar-benar hilang.

Sudah hampir seminggu ini Rifka tidak bertemu abi, abi jarang menelfon karena kesibukan nya yang katanya tidak sempat megang Handphone, Rifka merasa kesepian meski umi benar-benar berhenti mengajar, Rifka merasa ada yang berbeda dari umi, beberapa hari semenjak keberangkatan abi Rifka jadi merasa sendiri, umi sering keluar rumah dan pulangnya pasti malem, bahkan kemaren malam Rifka melihat umi tengah mengobrol dengan seseorang tapi itu bukan abi, jika memang itu abi Rifka akan  mengenali suaranya, tapi itu??? Sama sekali bukan suara abi. Sedang malam ini umi datang membawa bungkusan ditangan nya.
" ini sudah tengah malam" batinku.

  "Rifka sayang bangun nak, ini ada bakso kesukaanmu, bangunkan juga adekmu" katanya.

  "iya umi, umi abis dari mana?, tadi rifka sendirian dirumah, adek nangis minta uang jajan" kali ini umi benar-benar berbeda, dia kurang memperhatikanku dan Rafka, aku sudah menduga umi sedang merahasiakan sesuatu, bahkan umi tak menjawab apapun pertanyaanku hanya...

"yasudah umi ganti baju dulu yah, abis makan langsung tidur ya sayang" kata itu saja yang terlontar dari mulutnya, aku kembali ke kamar untuk menyembunyikan tangisku yang kini meledak.
"aku rindu abi, kapan abi pulang"   aku benar-benar tak percaya ini, aku masih terus terisak dan tak memperdulikan bakso yang umi bawa, aku hanya ingin abi disini dengan Rifka dan juga Rafka. Aku memang masih kecil tapi aku sakit hati melihat sikap umi yang sudah tidak seperti biasanya.
"aku merindui surga itu abi, umi..." batinku.
Adzan subuh membangunkan tidurku, aku mencoba membuka mataku yang membengkak akibat semalam terus terbenam dalam tangis dan rindu. Aku sholat sendiri dikamarku, karena tadi aku melihat umi masih dengan selimut ditubuhnya, apa umi bekerja? Sehingga terlalu capek dan tak mendengar adzan?. Pertanyaan itu yang kini terlintas di otakku. Dan pagi ini aku berangkat sekolah lebih awal dari biasanya, roti sarapan saja aku bawa ke kelas. Rumahku yang katanya surgaku, sekarang bukan lagi. Dan tadi sebelum aku berangkat umi bilang akan kepasar hari ini untuk belanja kebutuhan bahan kue untuk pengajian dirumah nanti sore, aku pulang sekolah dengan semangat karena sore ini akan ada pengajian, baru sampai pintu rumah, aku dikagetkan dengan pemandangan paling buruk yang pernah kutemukan, semuanya berantakan, entah apa yang terjadi? Aku hanya mendengar suara isakan tangis dari balik kamar umi, iya itu suara umi, aku menghampirinya dan aku melihat wajah umi babak belur bak dipukuli seseorang, matanya merah pipinya hitam lebam. Tanpa waktu panjang aku tak dapat menahan tangisku yang kini pecah aku memeluk umi tanpa kata.

"kamu ikut dengan abimu, biar rafka dengan umi" katanya kemudian sambil melepaskan perhiasan apapun yang melekat ditubuhku, entah itu anting, cincin, kalung. Aku belum mengerti semuanya, Ya Allah apa yang sebenarnya terjadi? Aku keluar kamar dan mendapati abi dengan membawa koper dan tas baju. Wajahnya terlihat kusut dan matanya menatapku nanar.
"Rifka ikut Abi yah" katanya mensejajarkan tingginya denganku. Aku memeluk Abi. Aku rindu, tapi kenapa semua kerinduanku berakhir seperti ini.
  "abi kapan datang, Rifka rindu abi, terus ini Rifka ikut abi kemana, bukannya abi bilang kalau sudah pulang kita akan pergi jalan-jalan keliling jawa, tapi ini kenapa Rafka sama umi tidak ikut" aku masih terus menangis dalam pelukan abi, aku tak ingin mengatakan apapun tentang umi selama abi tak ada dirumah

"Umi dan abi sedang tidak baikan, kamu ikut abi pulang kerumah oma" katanya kemudian, aku masih terus terisak dan manut saja mengikuti langkah abi, sepertinya abi mengetahui apapun tentang umi dan memang benar tadi sebelum aku dan abi berangkat aku masih di panggil ibu Handa tetanggaku.

   "nak Rifka yang sabar yahh tadi waktu pak Zafran sampai di jalan deket rumah, pak Zafran memergoki bu Hamida tengah berbonceng mesra dengan seorang lelaki, katanya lelaki itu yang akan mengantarkan bu Hamida ke pasar" Bu Handa ibu dari Aisyah sahabatku yang kini ikut menangis melihat kejadian yang menimpa keluargaku, mereka memelukku memberiku ketenangan. Aku tidak membenci umi hanya saja aku kecewa pada keputusannya. Dan sekarang aku benar-benar telah berpisah jauh dari Umi dan juga Rafka tinggal berdua dengan abi.

Aku juga pindah sekolah yang dekat dengan rumah abi, aku lebih banyak murung dan menghabiskan waktu di dalam kamar, entah mengapa belakangan ini aku sering pusing, masalah ini terus bersarang dalam otakkku.

Sudah tahun ke lima hidupku tanpa kasih sayang umi, tanpa bertemu Rafka, dan dua tahun lalu aku memutuskan untuk tingal dipesantren, abi langsung menyutujuinya, sejauh ini aku belum bisa melupakan kejadian lima tahun lalu, aku trouma pada perceraian, aku membenci perselingkuhan, aku selalu memikirkan segala cara untuk mengembalikan keluargaku sempurna tanpa perpisahan, tapi nyatanya nihil. Semakin aku memikirkan nya kepala ku serasa mau pecah, berat rasanya sampai kemaren aku ditemukan pingsan oleh pak kebun ditaman asrama tempat aku menyendiri meluapkan emosiku dan kini aku sudah berada dirumah sakit, aku tersadar ketika punggung tangan kananku sudah basah dengan air mata abi yang entah sejak kapan sampai, abi terus menangis menatapku, aku tak kuasa melihat abi menangis pasti sekarang sudut mataku sudah siap mengeluarkan kristal bening.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun