Mohon tunggu...
R. Timur Nugrahatama
R. Timur Nugrahatama Mohon Tunggu... -

Ayah dua anak, pecinta wisata kuliner dan seorang traveller. Mencintai dunia musik sastra, paduan suara dan musik tradisi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Minat Kerja di Kapal Pesiar? Waspadai Modus-modus Penipuan Ini!

31 Juli 2016   23:46 Diperbarui: 1 Agustus 2016   11:39 2785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah kapal milik perusahaan Holland American Line. (news.com.au)

Adalah sebuah badan usaha yang memiliki legalitas hukum, dalam hal ini bisa menginduk pada Departemen Pendidikan atau Departemen Tenaga Kerja. Lembaga-lembaga ini memiliki wewenang untuk memberikan pelatihan, pendidikan, dan keterampilan pada siswa-siswanya. Berdasarkan perjanjian dengan para siswanya, mereka wajib mendampingi hingga proses interview sampai lolos bekerja. Secara hukum, Lembaga pendidikan tidak diizinkan untuk memberikan jaminan pekerjaan atau ikatan dinas pada calon siswanya. Lembaga pendidikan inilah yang kemudian menjalin kerja sama dengan pihak agen resmi, atau bisa jadi dengan sub agen, agen abal-abal atau bahkan calo untuk menyalurkan siswanya dalam seleksi yang dilakukan oleh pihak agen resmi.

5. Lembaga pendidikan yang tidak berizin

Bisa jadi merupakan sekelompok orang yang sedang memulai usahanya, atau beberapa perseorangan yang membuka kelas secara privat. Tujuannya sama, yakni memberikan keterampilan kepada murid-muridnya serta kisi-kisi untuk menghadapi interview kerja oleh pihak agen ataupun Principal.

Baiklah, lalu bagaimana penipuan itu terjadi? Seperti apa prosesnya dan sebesar apakah nominal yang muncul sebagai konsekuensi dari tindakan kurang waras dan terpuji ini?

Kasus satu; Tomi (nama samaran) adalah salah satu siswa sebuah lembaga pendidikan perhotelan di Kota S. Tentu saja Tomi telah melunasi biaya pendidikan sebesar 8 juta rupiah (angka rata-rata yang saya ambil setelah saya survei ke beberapa lembaga pendidikan). Setelah beberapa bulan Tomi mendapatkan pelatihan, Tomi kemudian dibawa ke sub agen (dalam hal ini, oknum lembaga pendidikan tersebut menamakan sub agen sebagai agen cabang yang resmi), namun dimintai sejumlah uang, dengan alasan keperluan administrasi, atau dengan alasan supaya masuk dalam kuota calon yang akan diseleksi di agen resmi.

Setelah sampai di sub agen, Tomi kemudian di-interview oleh seorang oknum, kemudian dinyatakan lolos, dan dimintai sejumlah uang lagi agar bisa dibawa ke agen resmi. Nominal yang muncul beragam, namun dari pengamatan saya, Tomi dimintai 5 juta rupiah oleh oknum lembaga pendidikan, kemudian dimintai lagi 5 juta rupiah oleh sub agen. 10 juta sudah dikeluarkan dari kantong orang tua Tomi yang mungkin didapatnya dari berhutang, atau dari mana pun saya tidak peduli, yang pasti biasanya mereka ini adalah orang-orang yang membutuhkan uang. 

Analisis; Tomi sama sekali tidak perlu mengeluarkan uang tambahan untuk lembaga pendidikan atau sub agen dengan alasan supaya dia diloloskan bertemu dengan agen resmi. Hal ini adalah omong kosong yang sama sekali tidak perlu. Yang perlu dilakukan Tomi adalah mendatangi agen resmi dengan membawa CV dan surat lamaran, kemudian melamar di sana secara pribadi. Proses inilah yang ditutup-tutupi oleh pihak lembaga pendidikan dan sub agen, yang kadang-kadang justru didukung oleh oknum agen resmi (yang tentu saja mendapat bagian dari aksi-aksi tersebut).

Kasus dua; Tomi memiliki pengalaman bekerja di hotel dan ingin pergi bekerja di kapal pesiar, namun tidak tahu harus melamar ke mana. Pergilah dia ke salah satu lembaga pendidikan yang mengatakan pada Tomi bahwa Tomi bisa mendapat pelatihan akselerasi di sana, demi menghadapi interview di agen resmi. 

Analisa; hal ini juga merupakan kebodohan yang tidak perlu. Bahwasanya Tomi sudah memiliki pengalaman bekerja di hotel, itu sudah mewakili kapasitas 50% keberhasilan dalam menghadapi interview kerja baik dengan agen resmi ataupun dengan pihak principal. 50% yang lain adalah kemampuan berbahasa Inggris, di mana Tomi bisa belajar itu dari sumber-sumber lain. Ketidaktahuan Tomi yang dimanfaatkan lembaga pendidikan ini semakin diperparah dengan kehadiran sub agen yang ikut-ikutan nimbrung mengais rejeki dengan menjadi buffer atau sekat penyangga antara lembaga pendidikan dengan agen resmi. 

(Jadi inget film The Godfather). Nominal yang biasanya muncul antara 3 sampai 4 juta rupiah, karena diembel-embeli akselerasi. Akselerasi ndhasmu…. Lembaga pendidikan harusnya malu menerima uang dari orang yang sudah punya kemampuan dan pengalaman bekerja di hotel, karena mereka tidak memberikan nilai tambah apapun pada Tomi, selain daripada motivasi dan kisi-kisi interview yang tidak perlu.

Kasus tiga; Tomi memiliki pengalaman bekerja di hotel, namun tidak tahu harus ke mana untuk bisa bekerja di kapal pesiar. Sial, dia bertemu dengan calo, Mr. X. Si kampret Mr. X ini kemudian mengatakan kepada Tomi bahwa dia perlu menyetor sejumlah uang (biasanya setengah dulu) supaya dimudahkan lolos pada saat menghadapi interview oleh agen resmi. Setengah dari jumlah uang “jasa” pelicin ini harus diserahkan setelah Tomi dinyatakan lolos oleh pihak agen. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun