“udah,, buk anak itu emang udah gak bisa diajar”
Kalimat yang ngnes dihati, ketika saya curhat kesalah satu guru tentang beberapa anak yang kesulitan memahami dalam pembelajaran yang saya berikan.
Hari itu, sebenarnya saya ingin meminta solusi cara mengatasi agar anak-anak lebih mudah dalam menangkap pelajaran. Tapi, setelah saya mendengar kalimat tersebut, terhentilah langkah untuk maju.
Saya yang ‘guru’ kemarin sore, yang untuk pertama kalinya mengajar disekolah formal, sangat ingin mendapat suntikan , tak hanya semangatnamun termasuk ke metode pembelajaran, minimal bersama-sama mencari solusi terbaik.
“anak itu udah gak bias diajar”
Apa iya???
Ini labeling, kalimat yang ada dalam benak saya.Tanpa disadari atau tidak , kita benar-benar menjadi bagian dari ketidakmampuan mereka. Lalu, atas dasar apa kita menyalahkan mereka dan menghentikan langkah mereka untuk lebih maju. Jika, kita saja , sang guru yang seharusnya menjadi pijakan disekolah telah benar-benar melabel mareka,bukankah menjadi mungkin, selama kurang lebih 6 tahun anak-anak tersebut akan mendapat label yang sama. Maka, selama itu pula tidak akan perubahan.
Anak-anak tidak bisa, bukan karena mereka tidak mampu, tidak bisa, atau tidak mau. Tapi, kitalah para guru yang menganggap mereka seperti itu.
Maka, berubahlah guru….
JUNITA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H