Mohon tunggu...
SGI Sambas KalBar
SGI Sambas KalBar Mohon Tunggu... -

Akun ini dikelola oleh lima orang, Syaiful Hadi, Irhamni Rahman, Junita, Gusti Rahayu, dan Jamil Abdullah.. Anggota SGI yang mengabdi di Sambas, Kalimantan Barat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ketika Guru Harus Memilih

12 September 2012   14:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:34 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_198669" align="alignleft" width="300" caption="Dok Pribadi"][/caption] Jika kita menanam pohon, maka yang harus disiapkan pertama kali tentu semua pengetahuan tentang tumbuhan yang akan kita tanam. Seperti tentang bibit unggul, tempat tumbuh yang ideal, kebutuhan nutrisi yang baik, pupuk, suhu, hama dan penyakit yang biasanya menyerang, serta cara pemeliharaan lainnya. Jika semua ilmunya sudah kita dapat, maka tanam lah bibit yang sudah ada di media yang sesuai, pelihara, dan beri stimulus sesuai pengetahuan yang sudah kita dapatkan, hingga tumbuhan bisa tumbuh dan berkembang dengan baik.

Begitulah analogi mengajar aktif. Guru menciptakan nuansa belajar seperti memelihara sebuah tanaman, menciptakan kondisi agar potensi bisa tumbuh dan berkembang maksimal. Sedangkan mengajar dengan cara tradisional seperti menuangkan air ke dalam gelas. Siswa diibaratkan sebagai gelas, sedangkan air diibaratkan sebagai ilmu pengetahun.

Mengajar dengan cara tradisional hanya menjejalkan air pengetahuan ke dalam gelas-gelas siswa yang kosong. Gelas tidak bisa melakukan apa-apa, pasrah saja menerima apapun yang akan dituangkan oleh sang guru dari teko pengetahuannya.

Maka jelaslah bahwa mengajar aktif jauh lebih baik untuk perkembangan peserta didik. Inilah yang biasa disebut sebagai PAKEM, Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Sayangnya, tidak semua guru mau melakukan PAKEM di kelasnya. Mengapa?

Guru merasa tidak bisa sejak awal. Rasa tidak bisa adanya dalam pikiran kita. Cuma efeknya sangat berbahaya. Terlintas saja kata “Saya tidak bisa” maka pikiran akan segera mencari cara untuk mewujudkannya menjadi kenyataan, jadilah anda benar-benar tidak bisa. Padahal sebenarnya anda bukan tidak bisa, tapi tidak mau!

Padahal banyak di dunia ini yang awalnya dianggap tidak bisa tapi sekarang bisa terwujud. Misal, transplantasi jantung! Orang dulu mungkin tidak pernah berpikir bahwa jantung bisa ditransplantasi bukan? Bagaimana mungkin organ vital manusia ini bisa dilepas dan diganti dengan yang lain? Begitulah yang saya rasakan pertama kali ketika mendengarnya, “Kok nggak mati ya orang diambil jantungnya kemudian diganti dengan jantung lain? Jantung itu kan organ vital, berhenti berdetak, berarti mati. Nah ini malah diambil dan diganti”

Jika memindahkan jantung manusia aja bisa, apalagi hanya menciptakan sebuah pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Pasti bisa!!

Buat apa repot-repot! Ya. menciptakan PAKEM memang lebih repot dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. Untuk mewujudkan PAKEM paling tidak guru harus menyiapkan media pembelajaran dan alat peraga yang dibutuhkan. Tapi yakinlah, semakin besar usaha yang kita keluarkan maka akan berbanding lurus dengan hasil yang diperoleh. Siswa akan lebih mengerti dan guru mendapatkan kepuasan tersendiri.

PAKEM atau tidak hasilnya sama saja kok! Ah saya rasa tidak. Anda semua yang membaca tulisan ini juga pasti akan berkata tidak. PAKEM jelas akan memberikan hasil yang jauh lebih baik dibandingkan yang tidak. Iya kan?

Guru Indonesia, silakan memilih, menciptakan PAKEM atau hanya mengajar tradisional saja?

Salam Ukhuwah, SYAIFUL HADI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun