Tempe masih menjadi salah satu lauk favorit bagi semua kalangan, khususnya di Bondowoso, Jawa Timur karena harganya terjangkau. Dengan adanya industri tempe, maka akan timbul juga limbah dari proses pengolahan kedelai menjadi tempe. Limbah tersebut harus dikelola dengan baik agar tidak mencemari lingkungan. Namun, belum banyak pengusaha tempe yang mengelola limbah dengan baik karena kurangnya kesadaran dan pengetahuan terkait dengan pengelolaan limbah.Â
Salah satu industri tempe yang ada di Desa Karang Malang, Jambesari, Bondowoso, Jawa Timur yaitu Industri Tempe Fatimah. Industri Tempe Fatimah sudah mulai beroperasi sejak tahun 2014 yang diprakarsai oleh Muhammad Fauzi. Tempe Fatimah mendapatkan respon positif dari masyarakat sehingga produksinya pun meningkat. Peningkatan produksi tentunya berimbas dengan meningkatnya limbah yang dihasilkan sehingga perlu dilakukan pengelolaan limbah agar tidak menimbulkan isu permasalahan lingkungan.Â
Limbah dari proses pembuatan tempe ini ada dua jenis, yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat yang berupa kulit ari kedelai dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan diolah menjadi tepung kulit ari kedelai. Sementara, limbah cair dari proses pembuatan tempe di Industri Tempe Fatimah dibuang dan ditampung di pekarangan.Â
Limbah cair dari proses pembuatan tempe yang belum dikelola dengan baik tersebut menimbulkan masalah bagi lingkungan karena menimbulkan bau anyir yang menyengat dan genangan airnya juga berpotensi manjadi sarang nyamuk. Pembuangan limbah cair industri tempe secara langsung tanpa proses pengolahan limbah akan menurunkan kualitas air.Â
Secara umum, permasalahan mitra terkait yang teridentifikasi meliputi 3 hal yaitu (1) proses pembuatan tempe menghasilkan limbah cair yang dihasilkan mempunyai karakteristik bau tidak sedap dan berwarna yang dapat mencemari lingkungan atau kualitas air sekitar; (2) limbah cair yang dihasilkan belum dilakukan penanganan dan pengolahan secara khusus; dan (3) belum mempunyai alat pengolah limbah cair tempe sehingga pengolahan limbah cair industri tempe belum ditangani secara tepat. Oleh karena itu, tim pengabdian kepada masyarakat dari Prodi S1 Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Jember yang beranggotakan Ir. Bekti Palupi, S.T., M.Eng., Ir. Istiqomah Rahmawati, S.Si., M.Si., dan Ir. Meta Fitri Rizkiana, S.T., M.Sc. dibantu oleh Reswara Musyafa dan Regita Gustiayu Pramisti M. menawarkan solusi kepada mitra usaha industri tempe Fatimah. Solusi tersebut antara lain:
 (1) memberikan pengetahuan atau wawasan tentang kandungan kimia, dampak dan bahaya limbah cair industri tempe terhadap lingkungan dan kehidupan manusia seperti pada Gambar 1;
(2) memberikan pengetahuan atau wawasan tentang metode dan teknologi pengolahan limbah yang dapat diaplikasikan dalam menangani limbah cair industri tempe seperti pada Gambar 2;
(3) meningkatkan keterampilan mitra usaha melalui penggunaan dan perawatan Teknologi Tepat Guna Mesin Pengolah Limbah Cair Tempe sebagai solusi pencemaran limbah cair tempe pada lingkungan hidup seperti pada Gambar 3 dan 4.
Pengolahan limbah cair tempe yang direkomendasikan dalam kegiatan pengabdian masyarakat ini terdiri dari tiga tangki penampung, satu unit pompa, dan satu unit alat filtrasi. Limbah cair tempe yang dihasilkan dari dapur pengolahan akan dialirkan ke bak penampungan. Dari bak penampungan, limbah dialirkan menuju filter menggunakan pompa. Hasil filtrasi kemudian dialirkan ke kolam budidaya ikan. Media filtrasi (filter) yang digunakan yaitu foam, zeolit, ijuk, pasir kuarsa, dan kerikil, dan foam. Berdasarkan Permen LH No.15 Tahun 2008 tentang baku mutu air limbah bagi usaha pengolahan kedelai yang aman adalah pH 6-9. pH sampel sebelum dilakukan proses pengolahan limbah adalah 4,74, sedangkan pH setelah proses filtrasi adalah 7 sehingga memenuhi standar baku mutu limbah dan aman terhadap lingkungan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H