Mohon tunggu...
timotius lubis
timotius lubis Mohon Tunggu... Wiraswasta - Boraspati

don't hate what you don't understand

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

20 Trilliun untuk HAM, Apa Kabar Korban Pelanggaran HAM

19 November 2024   21:34 Diperbarui: 19 November 2024   22:50 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Belum lama ini terjadi penyerangan oleh puluhan anggota TNI pada sebuah desa di Deli Serdang Sumatera Utara hingga menimbulkan korban jiwa bahkan korban meninggal terhadapat satu orang yang dianggap sebagai tokoh desa. kemarahan masyarakat atas tindakan Aparat TNI yang membabi buta menyiksa dan menganiaya masyarakat di desa Sibiru-biru Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara menambah sepak terjang negara dalam melakukan pelanggaran Ham terhadap masyarakat.

 Selanjutnya militerisasi yang ada di Papua, Pigai yang notabene putra asli Papua seharusnya melihat dan bersuara mengenai pelanggaran Ham yang terjadi di Papua, sebelum mendapat jabatan Menteri Pigai sangat keras menyuarakan pelanggaran Ham di tanah Papua akan tetapi setelah menjabat belum muncul pernyataan pigai mengenai Papua hari ini dalam konteks Ham.

Saya memahami bahwa Kemeterian Ham bukanlah aparat hukum melainkan pemerintah yang menciptakan kebijakan dalam urusan publik, Pemerintah seharusnya menjadi jembatan masyarakat dalam menyelesaikan segala persoalan. Negara telah memiliki fasilitas penegak hukum dan memiliki relasi politik yang sangat berkaitan dengan pemerintahan. 

Karena Kapolri, Jaksa Agung, Panglima, dan Badan atau komisi yang memiliki otoritas melakukan penegakan hukum harus pilihan dari Presiden terpilih, secara otomatis para kepala-kepala penegak hukum tersebut memiliki tanggung jawab dalam menjalankan perintah Presiden secara politik. Realitas terhambatnya penyelesaian dan pengungkapan kasus pelanggaran Ham berasal dari Presiden dan elit-elit partai politik yang memiliki relasi Patronase dan oligark.

Sehingga saya berkesimpulan bahwa Kementerian Ham hanya sekedar dari upaya distribusi kekuasaan, atau bahasa keren yang sering kita dengar "bagi-bagi jabatan".

 Oleh karena itu Pigai sebagai Menteri pertama kali mencetuskan ide anggaran bukan ide radikal untuk menyelesaikan persoalan, pendekatan yang dilakukan oleh pemerintahan Prabowo-Gibran tercermin dari banyaknya isu penambahan anggaran dan kenaikan pajak, sehingga muncul kecurigaan dengan anggaran yang dicetuskan. Dalam cerita sejarah perang selalu ada hasil perang untuk dibagikan kepada semua pihak yang berkontribusi pada perang. 

Nah, saya menilai hasil perang dalam pilpres 2024 silam adalah anggaran dan otoritas sehingga harus dibagikan secara merata pada semua pihak yang berkontribusi pada pemenangan pilpres 2024.

Seharusnya awal dari pemerintahan yang ideal itu adalah bagaimana kemudian para pembantu Presiden mulai mengurai ide dan gagasan yang akan dilaksanakan tanpa sibuk dengan anggaran yang rentan dirampok itu. Kontradiktif, para pembantu presiden Prabowo-Gibran sibuk meminta anggaran lebih dan sibuk menyalahgunakan wewenang, dan juga blunder yang menimbulkan kegaduhan di publik.  

Sejauh ini keraguan demi keraguan dimunculkan oleh Kabinet Merah Putih Prabowo-Gibran, khusunya dalam penyelesaian pelanggaran Ham masa lalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun