Mohon tunggu...
Timothy Steven Joseph Baya
Timothy Steven Joseph Baya Mohon Tunggu... Foto/Videografer - pengagum kebaikan | musisi paruh waktu

Senang berbagi dan mendengar kisah. Suka melihat dokumentasi lawas. Penikmat lauk tanpa sayuran.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menguji Kesetiaan Cinta di Jalanan Kelapa Gading

18 November 2020   11:39 Diperbarui: 18 November 2020   11:42 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya tinggal di Kelapa Gading sudah hampir 2 tahun. Sebelumnya nggak pernah terpikir bakal menetap di daerah yang (katanya) elit ini. Pertama kali saya menginjakkan kaki di daerah ini  di bulan Desember 2007. 

Saya yang waktu itu masih SMP dan berasal dari Kalimantan sangat takjub dengan suasana Kelapa Gading saat itu, terlebih lagi waktu di ajak jalan-jalan di Mal Artha Gading dan Mal Kelapa Gading. Dua mall ini sangat berkesan bagi saya sampai saat ini. 

Kenapa? Karena pertama kalinya saya nonton bioskop itu di 21 Mal Artha Gading. Saya pun masih ingat film yang ditonton waktu itu: I am Legend yang diperankan dengan sangat keren oleh Will Smith. 

Yang kedua adalah Mal Kelapa Gading. Mal pertama di Indonesia yang membuat saya sekeluarga kelelahan. Kelelahan karena nyasar di dalam gedung mall lebih tepatnya. Hahahaha.

13 tahun berlalu. Takdir membawa saya kembali ke daerah ini. Sebelumnya, di tahun 2015 saya pernah jadi band reguleran di La Piazza Kelapa Gading yang menghibur pengunjung setiap malam minggu dan minggu malam. 

Tapi pada saat itu saya pun masih belum berpikir bahwa akan menetap di daerah ini. Tahun 2019, saya pindah tempat tinggal dari Kemayoran ke daerah Kelapa Gading dengan alasan jarak dan efisiensi waktu. Kebetulan tempat saya bekerja saat ini berlokasi di Kelapa Gading. Jadi ada alasan untuk bisa bangun siang untuk berangkat ke kantor. 

Jarak dari tempat tinggal saya ke kantor hanya 5 menit dengan motor, kalau tidak tertahan lampu merah. Kalau jalanan lagi padat, paling lambat 10 menit. Jauh lebih cepat dibanding waktu saya masih tinggal di daerah Kemayoran. 

Waktu awal saya pindah ke Kelapa Gading, proyek LRT sedang dikebut, dan proyek jalan tol juga sedang berjalan. Proyek ini berimbas pada kondisi jalanan yang rusak dan macet. 

Hal ini semakin diperparah ketika musim hujan tiba. Melewati genangan air dan juga (kalau beruntung) banjir seperti jadi hal yang umum. Saya pernah apes menghajar lobang di jalanan aspal salah satu ruas jalan raya Kelapa Gading. 

Mau tidak mau harus masuk bengkel karena segitiga motor saya rusak. Bukannya ceroboh, tapi karena saya memang pada saat itu belum mengenal kondisi jalanan dengan baik dan belum 100% menghapal dimana saja titik lobang yang harus dihindari, apalagi kalau malam hari. 

Di awal tahun 2020 kemarin, banjir besar melanda hampir seluruh wilayah DKI Jakarta. Kelapa Gading bagaimana? Berharap dapat menginjak aspal pun rasanya mustahil. Berangkat ke kantor di awal tahun pun saya menumpang truk dari PPSU DKI Jakarta dengan susah payah, karena saya tidak terbiasa menumpang truk. 

Begitu banjir surut, bisa ditebak bagaimana kondisi jalanan aspal pada saat itu. Rusak dan berlubang dimana-mana. Ada beberapa lubang yang cukup parah dan kondisinya tergenang air. Kalau tidak tahu, bisa-bisa celaka. 

Namun, terlepas dari kondisi yang memprihatinkan tersebut, saya sangat mengapresiasi respon Pemda dan DPRD DKI yang dengan cepat dan tanggap berkoordinasi untuk memperbaiki keadaan supaya kembali seperti semula. Banyak perbaikan yang segera dilakukan supaya jalanan kembali nyaman untuk dilewati. 

Lantas, apa hubungannya kondisi jalanan di Kelapa Gading dengan kesetiaan cinta? 

Saya setiap hari pergi dan pulang kerja selalu bersama dengan pacar saya karena masih searah dan kantor kami pun saling berdekatan. Setiap pagi saya jemput untuk berangkat bareng, begitupun juga saat pulang. 

Kondisi jalanan Kelapa Gading yang saat ini bergelombang dan tidak begitu mulus membuat perjalanan kadang tidak nyaman dan betul-betul menguji kesabaran saya sebagai pengendara, apalagi kalau saya diomelin pacar karena bawa motornya nggak becus dan tidak bisa menghindari jalanan yang rusak. 

Saya berusaha untuk tidak menunjukkan rasa kesal saya karena jalanannya rusak plus diomelin sepanjang perjalanan, meskipun saya pernah beberapa kali menunjukkan kekesalan saya ini ke pacar saya (tapi keadaannya jadi tambah lebih buruk hahaha). 

Tapi dengan begitu, saya jadi mengerti kalau pacar saya ngomel karena demi kebaikan kami bersama, supaya saya lebih berhati-hati dalam berkendara, belajar untuk lebih sabar, dan juga belajar untuk setia dan terus mencintai pasangan saya, meskipun saya sering diomelin. Cieee...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun