Kurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandar Lampung menjadi isu yang mendesak karena berdampak negatif terhadap kualitas udara dan kesehatan masyarakat. Saat ini, ketersediaan RTH hanya mencapai 4,5% dari total luas wilayah, jauh di bawah target nasional sebesar 30%. Fenomena ini menyebabkan peningkatan suhu kota, polusi udara, dan risiko banjir, yang semuanya berkontribusi pada penurunan kualitas hidup warga. Meningkatkan RTH merupakan langkah tepat untuk pemangku kebijakan agar dapat mewujudkan kota Bandar Lampung yang sehat dan nyaman.
Kota Bandar Lampung sedang menghadapi tantangan besar dalam mengelola lingkungan perkotaannya yang saat ini sedang berkembang pesat. Dengan meningkatnya populasi dan urbanisasi, kebutuhan akan Ruang Terbuka Hijau (RTH) semakin krusial. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), saat ini hanya 4,5% dari total luas wilayah kota ini yang merupakan RTH, jauh di bawah target nasional sebesar 30%. Kurangnya RTH ini menyebabkan berbagai masalah lingkungan seperti peningkatan suhu udara, polusi, dan banjir perkotaan. Berdasarkan laporan WALHI, RTH di Bandar Lampung telah berkurang secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, memperparah dampak lingkungan yang dirasakan.Â
Peningkatan RTH sangat penting, bukan hanya untuk memenuhi target nasional, tetapi juga untuk manfaat langsung bagi kehidupan masyarakat. RTH membantu menyerap polutan dan menghasilkan oksigen, sehingga meningkatkan kualitas udara. Selain itu, RTH berfungsi sebagai pendingin alami yang mengurangi efek pulau panas perkotaan (urban heat island), di mana suhu di area perkotaan menjadi lebih tinggi dibandingkan daerah sekitarnya. Kurangnya RTH juga meningkatkan risiko banjir, karena area hijau yang mampu menyerap air hujan sangat terbatas. Kondisi ini mengancam infrastruktur kota dan keselamatan warga. Oleh karena itu, peningkatan dan pengelolaan RTH harus menjadi prioritas utama dalam perencanaan kota yang berkelanjutan.
Analisis Masalah
RTH yang yang tidak tersedia dapat menyebabkan fenomena urban heat island, di mana suhu udara di perkotaan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Hal ini disebabkan oleh pengurangan vegetasi yang mampu menyerap panas dan peningkatan permukaan yang menyerap panas seperti aspal dan beton. Peningkatan suhu udara dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan meningkatkan risiko masalah kesehatan seperti dehidrasi dan heatstroke, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia. Ancaman kepada kesehatan masyarakat dan kerusakan lingkungan juga semakin masif, diantaranya, penyakit sesak napas mudah terserang, dan juga bencana alam seperti kebanjiran, kekeringan, dan udara kotor lainnya.
Menurut Direktur Walhi Lampung Irfan Tri Musri, penurunan area RTH di Kota Bandar Lampung dikarenakan program Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana melalui perda RTRW yang telah merubah fungsi RTH kepada fungsi lain.. Adapun urgensi isu kurangnya RTH di Kota Bandar Lampung tidak segera diselesaikan, dampaknya akan sangat merugikan bagi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan suhu udara, kualitas udara yang buruk, dan risiko banjir yang tinggi akan memperburuk kondisi kesehatan dan kenyamanan hidup masyarakat kota. Oleh karena itu, peningkatan dan pengelolaan RTH harus menjadi prioritas untuk menciptakan lingkungan perkotaan yang sehat dan nyaman.
Rekomendasi Kebijakan
1. Pemerintah Kota Bandar Lampung harus meningkatkan alokasi anggaran untuk pengadaan dan pemeliharaan RTH. Anggaran yang memadai sangat penting untuk mengakuisisi lahan baru untuk RTH serta memperbaiki dan merawat RTH yang sudah ada. Ini termasuk biaya untuk penanaman pohon, perawatan taman, pengelolaan hutan kota, dan pembangunan fasilitas pendukung seperti jalur pejalan kaki dan tempat duduk.
2. Mendorong Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan RTH, partisipasi masyarakat sangat penting dalam keberhasilan pengelolaan RTH. Pemerintah dapat menginisiasi program-program yang melibatkan masyarakat.