Pemilu, atau Pemilihan Umum sebagai pesta Demokrasi bukannya hal yang baru lagi bagi masyarakat Indonesia. Sejak era reformasi hingga saat ini, kurang lebih yaknik 24 tahun silam. Pemilu disematkan Pesta Demokrasi seluruh rakyat Indonesia. Artinya semua unsur dan lini bangsa ini berhak untuk melaksanakannya.
Mendengar Sejak diadakan pemilu pertama kali yakni tahun 1955 kita berkesempatan untuk memilih Wakil Rakyat kita (Anggota DPR RI). Dari 12 kali kita mengadakan Pemilu yang dilaksanakan serentak seluruh Indonesia, terkakhir 2019. Banyak perkembangan dari tiap-tiap hasil Produk Pemilu tersebut. Terhitung Pemilu 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1997, 2004 kita menyerahkan pilihan Presiden kepada wakil rakyat yang kita pilih pada wakil rakyat yang kita coblos. Kita mempercayakan pilihan mereka untuk menentukan Top Leader bangsa ini.
Kemudian pemilu sejak pasca reformasi, 2004, 2009, 2014, 2019 kita sudah memilih Wakil Rakyat sendiri, dan Presiden sendiri. Mungkin buat beberapa orang yang hidup di zaman sebelum orde baru pasti akan merasakan banyak perubahan dari segi arah pembangunan, baik berupa pembangunan infrastruktur dan p.embangunan SDM juga
Setiap masa dan periode kita akan selalu mengenang setiap pembangunan dan karya yang bisa diberikan pemimpin bangsa ini. Baik legacy yang baik, dan beberapa legacy yang buruk. Tidak bisa dipungkiri, setiap periodesasi kepemimpinan memiliki baik dan buruknya masing-masing. Bahkan itu menjadi salah satu penilaian dan pembelajaran tersendiri buat kita.
Atas semua itu, bahwa akhirnya kita sekarang paham betul Pemilu ada satu-satu kesempatan kita mengubah nasib dan arah dari siapa yang akan memimpin kita. Pemilu adalah jalan sah dan konstitusional dalam menentukan pemimpin-pemimpin kita.
 Pada Pemilu kita berhak memilih Wakil Rakyat kita, orang yang akan memperjuangkan hak-hak dasar kita. Baik dari segi fungsi mereka secara jabatan struktural, pada Pemilu kita diberikan kesempatan. Pada Pemilu juga kita berhak memilih Presiden kita, orang yang kita pecayakan untuk memikirkan seluruh kehidupan kita selama menjadi warga Negara Indonesia ini.
Kita sebagai warga Negara Indonesia sudah sepatutnya menggunakan hak demokrasi ini dengan semaksimal dan baik mungkin. Kita sangat sadar dan mengerti bahwa kesempatan yang diberikan kepada kita 5 tahun sekali ini sudah sepatutnya tidak kita sia-siakan.Â
Proses pesta Demokrasi ini memang tidak singkat, memalui banyak proses dan timeline nya tersendiri. Baik kita sebagai pemilih dan baik sebagai para calon yang akan kita pilih. Proses pra Pemilu merupakan salah satu faktor yang tidak boleh kita sepelakan. Karena proses kecurangan dan ketidakadilan biasa sering terjadi di tahap ini. Tidak jarang kita mendengar banyak tuduhan-tuduhan serius yang dilontarkan oleh pihak-pihak yang kalah terhadap kandidat yang menang. Semisal money politik, black campaign, issue SARA, dll. Kita sebagai pemilih seharusnya sudah bisa cerdas dan bijak untuk memilihan dan mempertimbangkan siapa saja oknum menggunakan cara-cara tidak sewajarnya ini untuk menghalalkan kemenanganya untuk ke kursi yang dinginkan.
 Hal pokok ini merupakan kewajiban kita, kewajiban kita untuk dengan benar-benar bisa menentukan hak demokratis kita pada calon yang baik dan tepat. Menginginkan calon pemimpin kita bekerja dengan baik sudah pasti nya kita harus menghindari mereka yang menggunakan cara yang tidak baik ketika memperoleh kemenangannya.
Di tingkat Penyelenggara Pemilu juga tidak jarang kita adanya keberpihak oknum- oknum di lapangan. Intergritas penyelenggara juga merupakan hal-hal penting yang harus diupayakan untuk menghasilkan Pemilu yang fair. Penyelenggara yang kita anggap sebagai pengadil dilapangan jika sudah berpihak pada salah satu oknum maka hasil pertandingan sangat diragukan kemurnian hasilnya.Â
Setiap periode dan masa pemilu baik KPU, Bawaslu, DKPP dan sudah menerapkan regulasi yang betul-betul ketat dan sangat mengikat. Bahkan sanksi adminitrasi, hukum dll, sudah sangat jelas dikenakan bagi para pelanggar aturan. Namun integritas sang penyelenggara memang sangat perlu di tekankan dalam proses rekrutmen dan penetapan penyelenggara.Â
Di tingkat atas pelanggaran-pelanggaran Pemilu ada juga kita dengar seperti Abuse of Power, dimana ada beberapa oknum yang menggunakan jabatan dan kekuasaanya untuk memenangkan oknum tertentu. Baik pemilih dan penyelenggara yang terlibat disini sudan merupakan kejahatan pemilu yang bisa dituduhkan serius. Baik paksaan dan secara sadar cara-cara seperti in sudah dipastikan salah. Media sebagai salah satu sarana pencerdasan terhadap masyarakat diharapkan pro-aktif jika menemukan temuan seperti ini. Pengaruh media juga besar dalam menentukan sikap calon pemilih.
Apakah Pemilu dengan menghasilkan Produk Demokrasi yang baik demi kemajuan Bangsa? Semua jawaban itu ada di diri kita masing-masing. Ketika kita menjalankan peran sebagai pemilih maka; kita harus menggunakan akal, pikiran yang sehat dalam menentukan calon kita, track record, no money politic , dan SARA. Ketika kita menjalankan peran sebagai penyelenggara maka; kita harus adil, berintegritas , dan menahan diri terhadap suap yang dilakukan oknum untuk menghalalkan caranya untuk menang. Ketika kita menjalakan peran sebagai media; mampu meng-influence, kepada pihak-pihak lain jika kita sudah tahu adanya pelanggaran dan unsafe condition dalam berjalannya proses Pemilu. Baik media sosial, media online dan melalui Press Online, kepekaan kita dibutuhkan.
Apakah itu akan menghasilkan Pemilu yang baik? Belum tentu, tapi setidaknya itu bisa mengajak dan menyadarkan orang banyak, bahwa perubahan yang kita inginkan ada pada diri kita masing-masing.
Fiat sapientia praevalet.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H