[caption caption="Istimewa"][/caption]Orang Manggarai di Tanah Papua, terutama Jayapura dan Keerom menyambut natal 25 Desember 2015 dan tahun baru 1 Januari 2016 dengan pentas budaya. Meski di perantauan, budaya dianggap khazanah daerah yang tetap harus dijaga. Itu identitas kita.
Sabtu, 9 Januari 2016, komunitas orang Manggarai diaspora di rayon Jayapura Utara dan Selatan sepakat untuk menggelar pesta natal dengan konteks budaya Manggarai. Begitu pula liturginya. Lalu dilanjutkan dengan permainan caci pada Minggu, 10 Januari 2016 di halaman Gereja Katolik Santu Agustinus, Entrop, Jayapura.
Para pembaca sudah menonton dan mengetahui permainan caci di Manggarai. Maka saya tidak mengulas terlalu banyak. Saya menyajikan sedikit informasi ihwal makna caci menurut pemahaman saya sebagai anak Manggarai.
Pemain caci menari lincah dan indah seturut irama gong dan gendang. Maka disebut ata lomes. Setelah dipukul lawan, ia bernyanyi, lalu dijawab penonton yang disebut wale. Di sini seni gerak atau seni tari dan seni suara. Kata kuncinya seni.
Atribut yang dikenakan pemain caci. Kelihatannya gagah perkasa. Memakai perisai, memegang tameng, senjata (lempa). Gagah bak prajurit.
[caption caption="Pemain caci siap beradu (dok.pribadi)"]
Tubuh menjadi sasaran pukulan, kecuali daerah pinggang hingga kaki. Di situ ketangkasan dan konsentrasi diuji. Sebagai pria sejati, lelaki Manggarai adalah orang tangguh dalam bekerja, berjuang, dan lain-lain.
Sepintas terlihat prajurit caci, dari kepala hingga kaki, seperti kerbau. Kerbau merupakan simbolisme maskulinitas pejuang tangguh dan keras.
[caption caption="Dua petarung siap bertarung (dok. pribadi)"]
Itulah tarian caci dari Manggarai (kini Manggarai Timur, Manggarai dan Manggarai Barat), Flores Barat, Nusa Tenggara Timur.
Satu lawan satu menguji ketangkasan. Biasanya diperankan saat acara adat, ungkapan syukur dan perayaan tertentu. Hanya ada di Manggarai. Ini jenis tari perang dan hanya dimainkan laki-laki. Yang tangkas tak kena. Tetapi jika lengah akan kena pecut hingga berdarah-darah, bahkan hingga mati. Jika mengenai daerah sekitar wajah, kepala dan pergelangan tangan pemegang tameng disebut beke.
Â
Perlengkapan Caci
[caption caption="Dua petarung siap bertarung (dok. pribadi)"]
[caption caption="Nggiling, koret dan lempa (Dok. Pribadi)"]
Koret/agang: berbentuk setengah lingkaran yang terbuat dari kumpulan rotan yang disatukan.
Panggal: dipakai sebagai pelindung kepala. Terbuat dari kulit kerbau yang dikeringkan. Panggal dibalut kain dan diisi kapak agar terasa empuk di kepala. Di ujungnya dipasang bulu-bulu kuda sebagai rumbai.
Tubi rapa: rumbai yang dipakai di dagu
Selendang: selempang motif songket yang dipakai bersama pangkal dan pinggang.
Sapu (destar) : pengikat kepala khas Manggarai. Semacam batik Jawa.
Lempa: cambuk yang terbuat dari kulit kerbau yang dikeringkan. Tangkainya disebut kalus. Talinya disebut larik.
Nggorong: bunyi-bunyian yang dipakai di pantat. Ketika penari kelong (bergerak), maka dengan sendirinya nggorong berbunyi.
Kain songke (lipa atau towe songke), ikat pinggang, sapu tangan (mengikat di lengan atas dan pinggang)
Ndeki: dipakai atau ditancapkan di belakang
Â
Caci merupakan sebuah tarian, permainan, perang dan adu ketangkasan. Bagi pemain caci, nilai seni diutamakan. Selain itu sportifitas dan mengampuni juga dijunjung tinggi. Sportifitas karena pemain harus jujur dan fokus dalam memukul. Tak ada dendam bila mengenai anggota tubuh. Luka jadi simbol perdamaian dan persahabatan, serta kekeluargaan. Ada juga nilai perjuangan. Berjuang untuk tidak kena pukulan. Dan berjuang untuk mengenai lawan.
Memasuki tahun baru 2016 merupakan perjuangan mahapanjang dalam perhelatan hidup. Sebagai orang beradap, budaya tetap menjadi pegangan dalam era post modern. Budaya ada agama, kualitas hidup, dan lain. Orang berbudaya pasti cenderung berbuat baik.
Â
Salam damai
11 Januari 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H