Hubungan kekerabatan Indonesia dan Tiongkok terjalin sudah berabad-abad. Hal tersebut bisa ketahui salah satunya lewat catatan sejarah yang diwariskan oleh para leluhur ke generasi mereka.
Salah satu tokoh leluhur Tiongkok yang turut berperan dalam membagikan cerita sejarah itu adalah Fa Hien atau Faxian (337-422 M). Ia merupakan seorang biksu Buddha Tiongkok yang terkenal sebagai penjelajah dan sejarawan agama Buddha.
Ia melakukan perjalanan ke India pada abad ke-5 Masehi untuk meneliti teks agama Buddha sekaligus memperdalam pengetahuannya. Beberapa tempat yang dikunjungi Fa Hien selama di India adalah Khotan, Kashmir, Kabul, Kandahar, Punjab.
Pria yang berasal dari Wu Yang, Provinsi Shanxi ini, mencari salinan Kitab Vinaya Pitaka guna diterjemahkan ke dalam bahasa Mandarin. Perjalanan ini dilakukannya dalam usia 62 tahun.
Berbagai hal dicatatnya dalam buku perjalanan yang telah diterbitkan dalam berbagai bahasa dengan judul "Record of Buddhist Kingdoms" atau "Catatan tentang Kerajaan Budha".
Di masa kini, buku tersebut menjadi sumber penting dalam sejarah agama Buddha. Dan juga memberikan gambaran tentang kehidupan masyarakat Buddha di India pada masa itu.
Â
Menariknya ternyata dari perjalanan Fa Hien ke India, terselip kisah tentang Indonesia di dalamnya. Hal ini terjadi karena ia melewati jalur laut dan singgah ke beberapa pulau di Indonesia saat akan pulang ke Tiongkok.
Fa Hien di Kerajaan Sriwijaya
Dalam catatannya ia bercerita tentang beberapa kerajaan di Indonesia. Salah satu yang disebutkan secara spesifik adalah Kerajaan Sriwijaya.
Ia menyebutkan bahwa Sriwijaya adalah kerajaan besar dan makmur yang terletak di tepi Sungai Musi, di sebelah selatan Sumatra. Berkaitan dengan lokasinya, Sriwijaya pun dikatakan juga memiliki banyak pelabuhan sibuk.
Fa Hien menyebutkan Sriwijaya dengan nama "Shili Foshi". Dan ia menceritakan bahwa agama Buddha berkembang dengan baik disana.
Bahkan terdapat banyak biarawan Buddha yang tinggal disana. Selain itu, menurutnya penduduk Sriwijaya pun merupakan orang  terampil dalam perdagangan dan memproduksi barang yang dijual ke seluruh dunia.
Diterangkan pula bahwa Kerajaan Sriwijaya adalah pusat agama Buddha yang penting pada zamannya. Fa Hien turut mengunjungi beberapa tempat suci Buddha di sekitar Sriwijaya, termasuk kuil Buddha di Palembang dan Gunung Wurung.
Menariknya lagi, Kerajaan Sriwijaya ternyata memiliki relasi kuat dengan Tiongkok dalam perdagangan. Banyak pedagang Tiongkok yang datang, bahkan orang India pun tinggal di Sriwijaya dan berperan penting dalam perdagangan.
Fa Hien di Kerajaan Tarumanegara
Di mata Fa Hien, Tarumanegara adalah kerajaan kecil dengan raja yang bertahta di ibu kota. Sama seperti Sriwijaya, Kerajaan Tarumanegara pun digambarkan sebagai kerajaan yang melekat dengan kehidupan agama Buddha sebab banyak biara dan biksu Buddha.
Selain itu, bangsawan dan para raja pun mengikuti ajaran Buddha. Tak lupa Fa Hien juga mengunjungi Biara Cibuaya dan Biara Batu Tulis.
Sayangnya kondisi penduduk di Tarumanegara berbanding terbalik dengan Sriwijaya. Sebab banyak masyarakat Tarumanegara yang masih banyak mengalami ketidakadilan dan kesengsaraan.
Orang miskin juga terpaksa bekerja sebagai budak dan terusir dari tanah mereka karena utang. Fa Hien juga menangkap adanya jurang kesenjangan sosial yang dalam.
Pasalnya orang-orang kaya malah terbiasa mengadakan perayaan dan konser musik yang mewah. Padahal masih banyak warganya yang miskin.
Catatan penjelajah Tiongkok bermarga Kung ini, memang tidaklah banyak. Namun sangat penting diketahui oleh kita sebagai penerus bangsa.
Pasalnya lewat catatan itu kita tahu, bagaimana kehidupan leluhur Indonesia. Misalnya soal kesenjangan sosial yang kerap masih menjadi persoalan pelik hingga saat ini.
Dan bahkan tentang keharmonisan lintas etnis yang telah tercipta sejak dulu kala. Sehingga kita sebagai generasi bangsa bisa belajar, sikap apa yang perlu terus dipupuk dan tidak.
Disamping itu pula, cuplikan kisah sejarah ini menjadi amat penting bila kita berkaca pada kata-kata Bung Karno. "Bangsa yang besar adalah bangsa yang tak melupakan sejarahnya. Jangan sekali-kali melupakan sejarah".
Oleh Sony Kusumo
Salam Trade Surplus
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H