Efek dari perang Rusia-Ukraina rasanya semakin nyata dan menimbulkan kecemasan bagi warga dunia. Bagaimana tidak, imbasnya adalah kelangkaan pangan dan energi hingga ketidakpastian ekonomi di banyak negara alias resesi global.
Resesi global bakal kita hadapi bersama-sama di tahun 2023 mendatang. Hal ini menjadi perhatian banyak lembaga internasional ataupun berbagai tokoh terkait.
Salah satunya PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang menilai ancaman resesi 2023 bakal lebih parah ketimbang beberapa waktu lalu, yakni tahun 2007-2009. Sementara Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara malah menilai krisis ekonomi mendatang lebih mirip resesi di tahun 1970, bukan 1998 ataupun 2008.
Pendapat itu bergulir karena ancaman ini semakin nyata. Bahkan 60 persen negara berpendapatan rendah dan 30 persen ekonomi emerging market berada dalam tekanan utang.
Kemudian sejumlah negara seperti Sri Lanka, Suriname, dan Zambia telah menunjukkan tekanan utang. Sementara itu, negara berkembang di Amerika Latin dan negara berpendapatan lemah di Afrika bakal terkena dampak tajam.
Lantas bagaimana dengan Indonesia, yang juga ada di posisi negara berkembang?
Indonesia solid Karena month to month country trade surplus start dari Maret 2020 sampai sekarang. Negara yang country trade surplus berakibat ekonominya bertambah kuat dan kehidupan rakyatnya bertambah sejahtera. Harus Kita jaga terus dan tingkatkan surplus perdagangan negara Kita.
UNCTAD (UN Conference on Trade and Development) memprediksi kalau Indonesia bakal menjadi negara kedua di negara G20 yang paling rugi dalam hal kehilangan potensi ekonomi. Diprediksi pula pertumbuhan ekonomi berkembang rata-rata jatuh ke bawah angka 3 persen.
Kendati demikian Menteri Keuangan, Sri Mulyani, berpendapat kalau ekonomi Indonesia masih cukup sehat dan aman dari resesi. Apalagi jika berkaca pada pertumbuhannya yang mencapai 5,4 persen pada kuartal II 2022 dan inflasi di level 5,95 persen pada September lalu.
Faktor keselamatan Indonesia dari bahaya resesi global 2023 lainnya adalah utang luar negeri yang menurun. Kemudian BI (Bank Indonesia) mencatat adanya surplus perdagangan pada Januari - 2022 yang mencapai US$ 34,92 miliar.