Mohon tunggu...
Sony Kusumo
Sony Kusumo Mohon Tunggu... Insinyur - Menuju Indonesia Surplus

Sony Kusumo merupakan pengusaha yang peduli dengan kemajuan bangsa Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Warisan Toleransi Beragama Ala Bung Karno

11 Juni 2022   20:02 Diperbarui: 11 Juni 2022   20:34 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral itu ibarat sahabat. Keduanya berbeda, namun bisa berdampingan dalam waktu lama dan tak pernah tercerai-berai.

Seperti kita ketahui, kedua bangunan bersejarah itu telah berdiri sejak lama.  Gereja Katedral diresmikan pada 21 April 1901, sedangkan Masjid Istiqlal pada 22 Februari 1978 oleh Presiden RI Soeharto.

Gereja Katedral sendiri merupakan Gereja Katolik pertama di Batavia atau kini kita sebut DKI Jakarta. Hal ini dikarenakan di abad ke-18, ada peralihan kekuasaan Batavia dari Belanda ke Inggris.

Dimana Belanda saat itu menganut ajaran Kristen Protestan dan Inggris ajaran Katolik. Sementara Masjid Istiqlal, sebetulnya ide pembangunannya sudah muncul sejak 1950, tepatnya tak lama setelah pengakuan kedaulatan Indonesia atas Belanda.

Kendati demikian, gagasan baru sampai ke telinga Presiden RI Sukarno pada 1953. Gagasan itu pun disambut baik, meski sempat menimbulkan beda pendapat soal pemilihan tempat antara Bung Karno dan sang wakil, Mohammad Hatta.

Hatta menyarankan agar tempat ibadah umat muslim itu dibangun dikawasan yang saat ini menjadi Hotel Indonesia atau di Jalan M.H. Thamrin. Sayangnya Bung Karno tak setuju, ia ingin pembangunan dilakukan di area Pasar Baru, tepatnya di Taman Wilhelmina dan dekat benteng kuno Belanda.

Padahal pendirian Masjid Istiqlal dikawasan tersebut akan memakan banyak biaya karena harus membongkar bangunan peninggalan Belanda. Menurut Bung Karno pembangunan dikawasan itu dilakukan agar berdekatan dengan simbol negara lain, seperti Istana Negara.

Akan tetapi sepertinya bukan hanya karena itu, melainkan ada misi tersembunyi yang dibawa Bung Karno. Yakni misi toleransi beragama yang ingin ditanamkannya bagi generasi bangsa selanjutnya.

Terlebih kita sadari bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dari keanekaragaman agama, suku, ras, dan bahasa. Buktinya Indonesia pun bisa meraih kemerdekaan lewat kegigihan para pahlawan yang bersatu tanpa mengenal perbedaan.

Seiring berjalannya waktu, misi tersembunyi itu kini telah terwujud nyata. Umat Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral kerap bertoleransi saat salah satu dari ajaran mereka melaksanakan ibadah.

Misalnya tiap kali perayaan Idul Fitri berlangsung, lahan parkir gereja digunakan sebagai tempat kendaraan bagi umat muslim yang akan melaksanakan ibadah. Begitu juga sebaliknya saat umat nasrani hendak berdoa.

Bahkan pada perayaan Idul Fitri kemarin, di pagar batas Gereja Katedral terpampang spanduk bertuliskan 'Marhaban Ya Ramadhan'. Selain itu, pihak Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral pernah bekerja sama untuk membantu warga sekitar yang terdampak pandemi Covid-19 beberapa waktu silam.

Berkaca dari itu, di era modern sudah bukan waktunya lagi berselisih antar umat beragama. Bukan saatnya lagi beradu agumen ataupun berkonflik tentang agama.

Mari belajar dari founding father kita. Dia yang sudah mati-matian memperjuangkan kemerdekaan, masih berpikir untuk mewariskan sikap toleransi bagi generasi penerusnya.

Maka sebaiknya kita redam amarah terhadap sesama. Pelan-pelan bersama kita belajar untuk tetap melestarikan sikap toleransi dari Bung Karno.

Salam Trade Surplus!
Oleh Sony Kusumo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun