Saat masih aktif sebagai kampung pecinan, rumah pertama kerap kali dijadikan area pemerintahan dan tempat menginap para tamu yang enggan berlayar. Dan rumah kedua sebagai tempat berkumpul bagi keluarga kapitan.
Menyedihkannya meski pemerintah telah menetapkan Kampung Kapitan sebagai lokasi wisata sejarah sejak 2015 lalu, namun gaungnya kurang terdengar. Bahkan promosi dan pengelolaan dari pihak pemerintah pun diakui oleh hulubalang setempat tidak berpengaruh besar, begitu pula dari pihak swasta.
Akibatnya perawatan Kampung Kapitan hanya bertumpu pada uang tiket masuk seharga Rp 5 ribu per orang. Diharapkan kawasan yang menjadi bukti keberadaan nenek moyang suku Tjoa di Palembang ini, bisa tetap lestari.
Seperti yang. pernah diucapkan oleh presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno "Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal sejarah". Begitu pula dengan keberadaan Kampung Kapitan, lewat situlah tiap generasi dapat mempelajari sejarah atau asal-usul bangsanya dan melalui itu pula, kita bisa lebih menghargai dan mencintai tanah air sendiri
Salam Trade Surplus!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H