Pasalnya ia memang sudah terlahir di tengah-tengah keluarga pembatik. Ayahnya Go Dhian Ik, memiliki usaha dalam industri batik.
Sementara sang kakek, Tjan Khay Sing pun memiliki empat lokasi pembatikan dengan jumlah karyawan yang mencapai sekitar seribu orang. Latar belakang tadi membuat pria penikmat tembang dan dongeng Dewi Sri ini, dapat mempelajari langsung proses pembuatan tiap lembaran kain batik.
Disamping itu, dirinya juga dekat dengan keluarga Keraton Solo, terutama ibunda Susuhunan Paku Buwono XII. Alhasil ia dapat belajar langsung tentang pola-pola batik pusaka, yakni pola batik langka yang dahulu tidak dikenal umum dan kemudian dikembangkannya.
Selain seni tari dan batik, ternyata Tik Swan juga sempat mendalami ilmu tosan aji dan menjadikan dirinya sebagai empu keris. Bahkan pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Presidium Yayasan Radya Pustaka ini, juga mendirikan perkumpulan tosan aji.
Tik Swan lahir pada 11 Mei 1931 di Solo, Jawa Tengah dan meninggal pada 5 November 2008, tepatnya saat berusia 77 tahun. Meski telah tiada, motif batiknya terus lestari karena diteruskan oleh sang anak angkat sekaligus ahli warisnya, yakni Hardjosoewarno beserta istrinya, Supiyah Anggriyani.
Oleh Sony Kusumo
Maju terus budaya Indonesia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H